Media sebagai perangkat besar pengendali komunikasi dan informasi pada masyarakat, sehingga menimbulkan banyak sekali efek terhadap generasi muda Indonesia khususnya. Media menjadi promotor gerak dari segelintir orang untuk berkuasa semata demi mencapai tujuan tertentu tanpa melihat efek yang ditimbulkan kepada khalayak, baik menguntungkan atau malah menjadi candu yang merugikan.
Dapat kita ketahui bahwa media memiliki andil besar perihal sosio-kultural media dalam kehidupan sehari-hari, seperti:
1. Media sebagai pembentuk generasi, media yang membentuk gambaran khalayak jauh di dalam alam bawah sadar secara tidak sadar, yang efeknya tak cukup hanya untuk sekejab tapi juga membekas dalam pemikiran mereka tentang suatu hal dalam jangka waktu yang lama.
2. Media sebagai cerminan generasi, cerminan yang dimaksudkan disini adalah plagiatisasi dan imitasi oleh audience khususnya anak-anak yang berinteraksi langsung dengan media.
3. Media sebagai pengemas informasi, media memberikan packing yang begitu menarik untuk khalayak pada umumnya, yang sering pula membodohi dan terkesan membohongi publik dengan segala berita yang telah di buat dengan sangat rapih dan cantik.
4. Media sebagai guru, akan tetapi dari hal-hal yang negatif yang sudah dipaparkan sebelumnya, media juga dapat menjadi guru untuk pembelajaran baik tentang tayangan, pengemasan, kreatifitas dan stategi berbisnis dapat memberikan banyak peluang kepada mereka, generasi yang kreatif dan inovatif untuk menumbuh kembangkan karya-karya bangsa sehingga dapat mengharumkan negeri tercinta.
5. Media sebagai ritual, media menjadi konsumsi wajib bagi khalayak sehingga akan dilakukan dengan terus-menerus (ajek) sehingga dapat menajadikannya sebagai ritual sehari-hari oleh khalayak penikmat media modern khususnya.
6. Atau bahkan media sebagai “Tuhan”. Tuhan-tuhan disini adalah tuhan-tuhan media, bintang atau selebritas media, yakni figure-figur kemasan budaya yang menyebarkan nilai dan gaya hidup tertentu yang harus diikuti oeh pemirsah atau khalayak bila mereka ingin meraih harapan kebahagaan sebagimana yang telah dijanjikan oleh media terkait.
Dari berbagai peran tersebutlah yang telah terpatri dalam sanubari anak muda di era globalisasi ini, penuh konstruksi dan komodifikasi media yang kemudian melahirkan kecelakaan-kecelakan generasi bangsa. Banyak sekali tragedi pencabulan, pemerkosaan serta permisivisme dalam pergaulan dan perkara seks. Disamping itu, beberapa yang lain mengingatkan penggambaran stereotype suatu kelompok minoritas etnik dan seksual di media yang dapat mengakibatkan marjinalisasi suatu kelompok di dalam masyarakat.
Generasi saat ini adalah Generasi Merunduk, yang terus disibukkan dengan berbagai suguhan dan kemasan cantik dari rekayasa media. Merunduk dengan gadget masing-masing merunduk tanpa percaya diri, merunduk tanpa kemampuan bersaing dan berkreasi. Kebanyakan anak dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan yang sesak media cenderung akan menghabiskan lebih banyak waktu di depan pesawat televisi ataupun gadget-nya, dibandingkan untuk menghabisakan waktu hanya sekedar untuk bercengkrama, bermain dan berkomunikasi dengan teman sebayanya atau keluarga. Seperti yang dapat kita lihat dilingkungan sekitar kita, dari berkurangnya anak-anak yang bermain dengan alam secara langsung bersama temen-teman sebayanya, berkurangnya permainan-permainan tradisional yang sebenarnya memberikan banyak nilai-nilai kehidupan, sosio-kultural, dan kebersamaan. Oleh karena itulah, anak-anak sekarang ini mempunyai hidangan siap saji dan sudah barang tentu penuh dengan hiburan-hiburan siap saji yang belum tentu memenuhi standar kriteria pendidikan anak.
Kaiser Family Foundation juga menyebutkan keadaan generasi saat ini melalui observasi dan kajian yang dilakukannya sebagai “Generasi M” atau dapat diartikan sebagai Generasi Media. Kemudian disebutkan pula bahwa, “Sebagaimana siapa pun yang tahu seorang anak belasan atau puluhan tahun dapat membuktikan, media adalah di antara kekuatan paling luar biasa dalam kehidupan anak muda saat ini. Anak muda usia delapan hingga delapan belas tahun menghabiskan lebih banyak waktu dengan media ketimbang dengan aktivitas lain apa pun selain (barangkali) tidur–rata-rata lebih dari 7½ jam sehari, tujuh hari seminggu. Tontonan TV yang mereka tonton, video game yang mereka mainkan, lagu yang mereka dengar, buku yang mereka baca, situs yang mereka kunjungi adalah bagian yang sangat penting dari kehidupan mereka, menawarkan aliran pesan yang sangat penting dari kehidupan mereka, menawarkan aliran pesan yang terus menerus mengenai keluarga, teman sebaya, hubungan persahabatan, peran gender, seks, kekerasan, makanan, nilai, pakaian, dan berlimpah topic lain yang terlalu sulit untuk didaftar.” (Rideout, Foehr, dan Roberts 2012: 2).
Dari pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa media telah mendominasi waktu luang anak-anak bahkan lebih tragisnya adalah menguasai hati dan pikiran mereka. Anak-anak sekarang cenderung asosial (anti-sosial) yang disebabkan oleh keasikan dunia rekayasa produk media. Pun juga daya pikir serta daya saing yang semakin berkurang sehingga mencetak generasi-generasi yang kurang peka, pragmatis dan buta akan dunia yang begitu luas dengan tantangan masing-masing.
Ilmuan Komunikasi, Stanley J. Baran dan Dennis K. Davis (2010),menggambarkan dengan bagus tentang perubahan generasi ini, “Semakin bertabah lagi, anak-anak dan remaja hidup dalam sebuah dunia media di mana komunikasi tatap muka dengan orang lain ditambah oleh dan jalin-menjalin dengan sejumlah besar komunikasi bermedia, mulai dari pengiriman pesan teks serba instan ke e-mail ke televise ke film hinga ke video game interaktif.”
Komunikasi disini memiliki ranah peran yang sangat penting untuk membangun kemampuan diri dalam bersosial. Sehingga banyak yang kita lihat bahwa generasi hasil dari produk media yang tidak dapat mengontrol diri mereka dari kerasnya dampak media akan menjadi candu dan hanya asik di dalam dunia maya dunia buatan yang tidak nyata dan cenderung impulsif. Disamping itu, generasi yang berhasil mengontrol dirinya dalam arus media, merekalah sang pembuka cakrawala dan jendela dunia guna memperkaya kehidupan.
Mengingat bahwa anak-anak adalah generasi penerus bangsa, sudah selayaknya media memberikan dan menyuguhkan tontonan yang edukatif dan inspiratif untuk anak. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa media di Indonesia khususnya belum dapat dikatakan menyuguhkan tontonan edukatif dan berkwalitas untuk anak-anak sehingga sebagai orang yang lebih dewasa diharapkan untuk terus ikut mengawasi, mengawal dan memberikan penjelasan kepada anak seiring dengan tumbuh kembang si anak sebagai generasi bangsa yang berkwalitas.
*Penulis adalah Luxy Nabela Farez; Giat Rumah Baca Srawung.
Belum ada tanggapan.