Berita Buku – Waktu adalah sesuatu yang terus berjalan dan tidak bisa diulang. Sebagaimana hidup, waktu tidak akan pernah bisa berhenti, kecuali pada satu titik di mana dia diharuskan untuk berhenti. Orang yang hidup akan melalui berbagai waktu yang tidak bisa dimiliki ataupun ditukar dengan waktu orang lain. Di samping itu, dia juga tidak bisa mengulang-ulang lagi waktu yang sudah dilaluinya.
Meski begitu, waktu tetap bisa dikenang. Pada suatu fase, orang seringkali berhenti sejenak untuk mengenang waktu-waktunya. Nostalgia, begitu istilahnya. Nostalgia seringkali membuat ketagihan. Hal inilah yang membuat orang sering berlarut-larut melamun membayangkan hal-hal yang sudah berlalu di waktu lampau.
Salah satu waktu yang sering dikenang yakni waktu kanak-kanak. Yang paling diingat dari waktu kanak-kanak tentunya adalah rumah. Kenangan setiap orang tentang rumah tentunya berbeda-beda. Misalnya, bau masakan ibu, bau tembakau kakek, atau meja tempat ayah sering bekerja hingga larut malam. Atau ruang televisi di mana ajang perkelahian untuk merebutkan remot terjadi. Bisa juga tempat tersembunyi di balik pintu untuk menghindari marah orangtua. Atau lapangan depan rumah yang biasa digunakan untuk bermain kasti atau sekedar jamuran waktu padhang bulan. Belum lagi teman-teman masa kecil. Masih banyak lagi kenangan akan rumah yang tidak bisa disebutkan.
Kenangan-kenangan itu berpusar di hippocampus, suatu bagian kecil dari otak yang berfungsi untuk menyimpan memori. Kenangan-kenangan itu bisa membuat orang menangis, bisa juga membuat orang tertawa. Bagi orang yang sedang berada jauh dari rumah, kenangan tentang rumah mungkin menghiasi mimpi-mimpi mereka setiap malam; membuat mereka menjadi kangen dan ingin kembali pulang. Meski begitu, seperti yang sudah disebutkan di atas, kenangan-kenangan itu tidak bisa diulang lagi. Kenangan itu hanya bisa dikenang, jikapun diulang, suasananya sudah berbeda.
Hal lain tentang kenangan; yakni kenangan-kenangan itu seringkali membuat hati kita tersentak. Ketika kita kembali pulang untuk menatap rumah sejenak, kita baru sadar kalau waktu sudah berjalan begitu jauh. Puisi di bawah ini cocok sekali untuk menggambarkan keadaan itu.
NOSTOS
Dulu, ada sebuah pohon apel di halaman –
ini sudah
empat puluh tahun berlalu – di belakang,
hanya padang rumput. Timbunan-timbunan
warna kuning kemerahan di rumput yang basah
Aku berdiri di jendela itu:
April baru-baru ini. Bunga-bunga
musim semi di halaman sebelah
Berapa kali, sungguh, pohon itu
berbunga di hari ulang tahunku,
pada hari yang tepat, tidak
setelah, tidak sebelum? Penggantian
yang abadi
untuk yang tidak kekal, yang berkembang.
Penggantian tamsilan
untuk bumi yang tak menaruh kasihan. Apa
yang aku tahu dari tempat ini,
peran pohon sepanjang dasawarsa
diambil oleh bonsai, suara-suara
terdengar dari lapangan tenis –
Padang. Bau dari rumput yang tinggi, potongan baru.
Seperti yang seseorang harapkan dari seorang pujangga liris.
Kita menatap dunia satu kali, ketika kanak-kanak.
Sisanya adalah kenangan.
Puisi itu ditulis oleh Louise Glück, seorang penyair wanita populer Amerika yang sudah memenangkan banyak penghargaan. Puisi itu merupakan salah satu puisi dari buku kumpulan puisi berjudul Meadowlands yang terbit pada tahun 1997. Nostos bisa berarti homecoming, atau kembali pulang dalam bahasa Indonesia. Seperti dalam puisi itu, ketika kita kembali pulang, suasananya sudah tidak seperti dulu lagi. Banyak hal yang berubah, misalnya tanah lapang yang dulu digunakan sebagai tempat bermain sekarang sudah ditumbuhi bangunan-bangunan beton. Atau pohon-pohon yang biasa menghiasi jalan sekarang ditanam di dalam rumah, menjadi bonsai.
Bagaimana dengan kembali pulang versi Anda? Apakah ada banyak hal yang berubah dari masa kanak-kanak? Silahkan share di kolom komentar di bawah.
Alih bahasa puisi Nostos oleh Erlinda Hapsari.
Belum ada tanggapan.