Durian

Menulis Itu Seperti Buah Durian

            Berbicara tentang buah durian, banyak orang akan berpikir bahwa buah durian itu bau, lengket dan berduri. Bagi yang tidak biasa dan tidak mengerti maka yang akan dipikirkan hanya baunya yang memuakan dan tidak sedap dihirup (Sugiharto, 1997 :20). Bagi orang yang ingin hidup aman dan tanpa gangguan maka sosok durian adalah bagai kekerasan dan ancaman (misalnya bila buah durian dilemparkan di atas kepala, kita memang bisa mati dalam keadaan mengenaskan).  Tetapi bagi mereka yang menggilai buah durian dan sudah terbiasa, durian adalah sesuatu yang lezat, nikmat, enak dan membuat ketagihan. Menulis memang seperti buah durian. Kadang begitu memuakan, bisa menakutkan, bisa juga membingungkan tetapi kadang juga begitu mengasyikan dan terasa nikmat membuat kita tidak tahan untuk ‘melahap’ sebuah tulisan.

Menulis Itu Memuakan

            Tidak semua orang suka menulis. Hal itu benar. Menulis bagi kebanyakan orang adalah kegaitan yang tidak mempunyai manfaat apa-apa. Menulis itu hanya khusus untuk mereka yang punya kemampuan lebih. Misalnya saja para guru, dosen, mahasiswa dan beberapa orang lainnya yang memang profesinya menuntut mereka untuk menulis. Sebab itu, menulis adalah kegaitan yang memuaakan dan hanya membuang-buang waktu.

            Tantangan berat terhadap pentinya menulis datang dari para mahasiswa. Pada umumnya mahasiswa diharapkan untuk dapat menulis dengan baik. Hal itu berdasar bahwa pola pengerjaan tugas pada saat di perguruan tinggi berbasis pada tugas ilmiah yang menekankan sisi menulis. Namun pada kenyataannya kegiatan menulis tidak banyak disukai oleh mahasiswa. Kegiatan menulis dilihat sebagai sesuatu yang memuakan. Kegiatan menulis dipandang hanya membuang-buang waktu karena dalam menulis kita hanya bermain-main dengan kata-kata yang membosankan. Ditambah lagi kita mesti duduk berjam-jam dan memikirkan beribu-ribu kata yang harus kita rangkai dalam satu kalimat. Kemudian dari kalimat itu harus kita rangkai lagi mejadi satu paragraf dan seterusnya dan seterusnya sampai menghasilkan sebuah tulisan yang baik. Apa lagi ada banyak sekali aturan menulis dalam bahasa Indonesia yang rumit dan membuat bosan untuk menulis.

            Menulis juga akan sangat memuakan kala kita sudah tak bisa lagi menemukan ide yang pas untuk membangun sebuah kalimat yang baik. Pada saat menulis dan kehilangan ide, kita pasti akan begitu kebingungan bahkan berpikir bahwa kita ini memang bodoh. Sampai pada titik ini, biasanya pikiran untuk meng-copy tulisan orang akan muncul. Dan inilah yang banyak dilakukan mahasiswa zaman ini; mental plagiat. Jika ketahuan bisa berakibat fatal dan membahayakan masa depan, namun bila lolos akan sangat melegakan karena kegiatan menulis yang memuakan telah berhasil dilewatkan. Mahasiswa yang bermental seperti ini akan terus berbuat demikian sampai kapanpun dan merupakan sebuah ancaman yang mesti disadari dari sekarang.

Menulis Itu Menakutkan

            Hal paling sulit yang akan ditemui ketika sedang menulis adalah merangkai setiap ide yang muncul dalam pikiran pada kata-kata di atas kertas. Sebelum menulis, tentu akan ada banyak ide yang muncul dalam benak kita. Bahkan pikiran kita pun hampir tak mampu menampung setiap ide itu. Namun pada saat sudah menulis, ide-ide itu seakan sulit untuk dipadukan satu sama lain dengan baik dengan kata-kata yang baik pula. Pada saat demikian, pikiran yang akan muncul adalah apakah orang yang membaca tulisan saya ini akan mengerti dengan baik atau tidak.

            Ketakutan dalam menulis adalah berpikir bahwa orang tidak akan mengerti tulisan saya. Ketakutan itu muncul karena saya merasa setiap ide yang saya pakai dan tambahkan dalam tulisan saya tidak punya kaitan sama sekali. Ketakutan ini terus membayangi dan hasilnya karena terus takut, tulisan yang dihasilkan tidak bagus. Mahasiswa kadang berpikir seperti ini sehingga tak jarang mereka menganggap kegiatan menulis adalah kegiatan yang sangat menakutkan.

            Menulis memang seringkali berarti kebebasan berpikir dan mengungkapkan pendapat. Dan kebebasan berpikir seringkali identik dengan ide-ide liar yang muncul sili berganti dalam otak  sehingga membuat kita kebingungan untuk mengungkapkannya dalam bahasa tulisan yang baik dan benar sehingga orang lain dapat memahami atau setidaknya dapat menerima pendapat kita. Inilah bagian yang paling sulit dalam menulis bagai mengupas buah durian dengan tangan kosong. Alhasil frustrasi dan jengkel adalah perasaan yang akan dirasakan ketika tak dapat menulis dengan baik. Apa boleh buat, kejatuhan durian, apalagi di kepala memang bukan kejatuhan rezeki.

Menulis Itu Enak

            Menulis adalah sebuah kata kerja. Sebagai kata kerja menulis bisa berarti kegaitan berpikir untuk mencari ide-ide dan serta kegiatan berefleksi tentang apa yang mau kita tulis. Sebagai kegiatan berpikir untuk mencari ide-ide berarti menulis adalalah kegaitan mencari dan menemukan berbagai ide tantang topik yang mau kita tulis tanpa terbatas ruang dan waktu. Ketika berpikir kita akan membiarkan pikiran kita untuk menerawang serta mencari sebanyak mungkin ide yang akan membantu menguatkan tulisan kita. Kegiatan mencari ide-ide ini merupakan kegaitan yang mengasyikan sebab hal ini merupakan kebebasan kita dan tak ada seorang pun yang dapat menghalangi kita. Bisa saja kita akan mengingat kembali setiap peristiwa yang ada kaitannya denga tulisan kita yang dapat menjadi sumber inspirasi baru bagi tulisan kita.

            Sebagai kegiatan berefleksi, menulis berarti kegaitan memadukan ide-ide kita dengan realitas yang sedang terjadi dalam bentuk kata di atas kertas. Tentu setiap tulisan harus memiliki topik dan arah tulisan. Oleh kerena itu dalam kegaitan mencari topik dan arah tulisan kita, kita juga akan dihantar untuk berefleksi tentang topik yang akan kita tulis. Misalnya saja kita menulis tentang bahaya perdagangan manusia. Dalam menulis topik ini kita tentu memikirkan apa yang dirasakan oleh korban dan lain-lain. Intinya kegiatan menulis sangat membantu kita untuk lebih peka melihat segala realitas yang sedang terjadi di sekitar kita.

            Bagi orang yang suka menulis, berada pada situasi berpikir tanpa batas untuk menemukan ide dan berefleksi tentang kehidupan yang termuat dalam kata-kata di atas kertas merupakan kegaitan yang mengasykikan. Menulis bisa menjadi kacamata tembus pandang yang memampukan kita melihat hal lain yang tak bisa dilihat orang lain. Bagai menembus tembok-tembok. Serasa kita ingin selalu menulis untuk dapat mengetahui lagi banyak hal. Kesulitan dalam menulis terletak pada mau atau tidak mau menulis. Untuk itu ada beberapa anjuran bagi kita yang tidak suka menulis dan menganggap menulis itu sulit lebih khusus bagi mahasiswa untuk dapat menikmati kegiatan menulis.

            Pertama, menulis itu penting. Kegaitan menulis akan selalu membosankan jika memang dianggaap membosankan atau sulit bila dianggap sulit atau memuakan bila dianggap memuakan. Menulis akan menjadi menarik bila ia dicintai dan dianggap penting untuk dilakukan. Selama kita belum berpikir bahwa menulis itu penting memang menulis adalah kegiatan yang absurd.

            Kedua, banyak membaca. Menulis dan membaca adalah dua bagian yang tak dapat dipisahkan. Seperti duri yang melekat pada buah durian. Bila kita ingin makan durian maka kita harus menahan sakit di tangan ketika membelah buah durian yang penuh duri. Menulis pun demikian, bila ingin pandai menulis harus rajin membaca kerena dengan banyak membaca kita akan tahu bagaimana menulis dengan baik.

            Ketiga, terus berlatih. Seorang penulis yang hebat pun tidak langsung pandai menulis bila ia tak terus berlatih. Terus memotivasi diri dan terus berlatih menulis hal-hal kecil seperti buku harian pribadi adalah kegiatan yang akan membantu meningkatkan kemampuan menulis kita. Jika terus berlatih kita bukan hanya bisa menulis dengan baik tetapi menjadi penulis handal.

            Menulis itu seperti buah durian. Orang baru percaya pada kelezatannya jika sudah mencicipi betul isinya dan merasakannya. Tetapi untuk mendapatkan isinya yang lezat orang perlu membelah kulitnya yang keras dan berduri itu. Membelah dengan tangan kosong memang mustahil. Membelah dengan parang yang tajam akan mudah (Sugiharto, 1997 :26). Dan parang itu adalah menganggap menulis itu penting, rajin membaca dan terus berlatih menulis. Selamat makan durian (Menulis).

 

, , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan