Bagi kamu yang suka nulis tentunya punya keinginan untuk menerbitkan sebuah buku donk…dan untuk menerbitkan sebuah buku itu perlu perjalanan yang panjang dan tentunya kesabaran. Sabar saat kamu harus ngetik ribuan kata demi merampungkan jalan cerita yang kamu buat, sabar saat kamu kembali mengedit kembali hasil ngetik kamu di naskah siapa tahu banyak yang amburadul, dan terakhir sabar saat kamu mencari penerbit yang tepat. Artikel ini mencoba berbagi cara menerbitkan buku bagi kalian yang ingin menerbitkan buku.
Hal yang kadang memusingkan penulis biasanya memilih cara menerbitkan buku, apakah lewat penerbit atau diterbitkan sendiri. Nah, jika sudah menentukan pilihan penerbit kemudian mana yang akan dijadikan media demo untuk karya kamu itu, kamu pun kembali dituntut bersabar untuk menerima jawaban apakah karya kamu itu lolos terbit atau tidak. Jika sudah terbit, kamu juga harus bersabar apakah buku kamu itu digemari banyak orang atau tidak. Jika digemari berarti kamu sukses mem-viral-kan buku kamu. Jika tidak, mungkin itu akan menjadi bagian dari koleksi kamu saja. Wah, kalau di fikir-fikir melelahkan juga ya? Tapi ya itulah namanya kerja keras, butuh ketelatenan dan ketangguhan. Ingat, jika kamu bersungguh-sungguh dalam berikhtiar, akan selalu ada jalan. Tidak ada jerih payah yang mengkhianati hasil semua akan terbayar dengan usaha yang tak asal-asalan.
Ngomongin masalah penerbit, asal kamu tahu bahwa penerbit itu tergolong pada dua macam yakni penerbit mayor dan penerbit minor. Seperti asal katanya, Mayor berarti penerbit besar yang sudah punya nama, sedang Minor berarti penerbit kecil yang masih merangkak atau boleh dibilang sebagai penerbit Indie. Lalu apa bedanya penerbit Mayor dan Minor?
Contoh penerbit Mayor adalah Balai Pustaka, Erlangga, Gagas Media, Gramedia dan lain-lain. Penerbit Mayor tidak pernah meminta uang sedikit pun kepada penulis. Biasanya mereka hanya akan menawarkan sistem kontrak royalti dan jual putus. Royalti yang didapat biasanya antara 10-15 persen dari penjualan buku, tergantung penerbit yang bersangkutan juga sih! Yang dimaksud jual putus adalah penerbit hanya akan membayar satu kali saja atau boleh dibilang membeli naskah untuk satu kali. Jadi, jika kemudian hari buku tersebut di cetak ulang untuk banyak eksemplar, penulis tidak akan mendapatkan royalti kembali.
Penerbit Mayor memang sangat cocok buat para penulis yang tidak mau ribet ngurus biaya dan segala macemnya. Modal kita tinggal menyodorkan naskah yang unik dan bagus hingga bisa lolos editor. Jika beruntung, kamu mungkin bisa langsung dapat pemasukan tanpa harus ribet ngurusin ini-itunya.
Nah, kalau Penerbit Minor atau Indie lain lagi aturannya. Penerbit Minor biasanya akan membebankan biaya penerbitan kepada si penulis. Royalti yang diberikan antara 10-15 persen dari penjualan buku. Penerbit Minor ini tidak pernah mencetak buku jika tidak ada yang membeli. Boleh dibilang ada pembeli ada buku, jika tak ada ya sudah naskah disimpan saja.
Lalu, penerbit manakah yang harus dipilih? Semua sesuai selera. Di zaman yang serba digital ini, tidak sedikit jebolan Penerbit Indie yang sukses mem-booming-kan bukunya lewat promosi di media sosial. Mereka meraup untung banyak dari hasil karyanya. Tapi ada juga para penulis yang sukses lewat jalur Penerbit Mayor. Intinya, sukses sebuah buku tergantung dari kualitas buku itu sendiri. Jika buku itu mengandung daya tarik yang luar biasa, Penerbir Mayor atau Minor bukan lagi menjadi soal. Dengan sendirinya, buku tersebut akan laris di pasaran bahkan mungkin bisa melambungkan nama kamu. Jadi, jangan putus asa dalam menghasilkan karya yang luar biasa. Tetap menulis dan selamat menulis!
Belum ada tanggapan.