Bartleby-si-Juru-Tulis-Herman-Melville-e1520238383596-1

Herman Melville; Bartleby

Herman Melville, saya hampir lupa namanya jika saja tidak mengingat Moby Dick. Dari Moby Dick, mencari karya lainnya, akhirnya saya bertemu Bartleby. Novela tipis yang bisa selesai dibaca dalam satu perjalanan kereta, dari rangkas ke jakarta misalnya. Melville menulis Bartleby pada 1856, dua abad yang lalu, sebagai salah satu dari kumpulan ceritanya dalam buku berjudul Piazza Tales.

Berlatarkan Wall Street pada masa itu; gedung tinggi saling berhadapan yang membuatmu hidup seperti dalam tandon raksasa dimana cahaya matahari jatuh dari ketinggian yang jauh di atas; Melville menceritakan sebuah kehidupan yang nyaris absurd namun tidak berarti tidak tereprenstatif. Kisah ini sepenuhnya tentang Bartleby, kendati Melville menempatkan tokoh aku sebagai narator. Dan sebagaimana sebagai narator kisah itu sendiri menjadi tidak objektif, Melville hadir ke dalamnya untuk mendedah kemanusiaan di dalam dirinya sendiri.

Jika dalam Moby Dick Melville menggunakan seekor paus untuk menunjukan betapa binal dan ganasnya manusia yang terisi ambisi, penaklukan dan bahkan kebrutalan maka dalam Bartleby dia menggunakan manusia itu sendiri untuk melawan manusia lainnya. Manusia yang membandingkan diri dengan sesamanya lalu meragukan kemanusiaanya sendiri. Bagi Melville, manusia tidak pernah ideal dan semua hal yang menyangkutnya juga tidak ideal sebagaimana seharusnya. Narator dalam kisah ini bisa dibilang jenis manusia utopis yang segala kemanusiawi-nya dicetak dengan baik oleh Melville. Sebagai seorang atasan dia adalah atasan yang memiliki dasar-dasar kemanusiaan yang kuat.

Saya melihat karakter Kalkun dan Catut, dua pegawai seniornya, dibuat untuk menghadirkan dua sisi manusia terang dan gelap yang terpapar nyaris secara karikaturis dan simbolis. Kalkun dan Catut tercatat menjalani dua kehidupan yang berbeda; dari pagi hingga siang mereka hidup dan kerja dengan cara yang berbeda dengan periode setelah siang hingga sore. Dengan cara itu, Melville meringkas sisi terang dan gelap kedua pegawainya itu. Ketika terang kalkun adalah manusia baik hati dengan sopan santunnya, jiwanya yang cerah dengan kebaikan hati di usia tua. begitu menjadi gelap, kalkun berubah menjadi orang paling ceroboh, bekerja dengan gugup dan tegang, dan sering menumpahkan tinta dan dengan lancang melakukannya berulang. Sementara Catut, dia memiliki kecakapan dan kecepatan dalam bekerja yang menjadi nilai baiknya. Buruknya adalah dia tercipta sebagai manusia paling keras hati yang dinyatakan Melville sekeras Brandy. Bagi si narator, kedua orang ini penting baginya. Berharga malah. Di samping keburukan mereka, nilai plus lah yang dilihat si narator. Melville tidak menampik keburukan manusia, justru dia menerimanya sebagai sesuatu yang memang sudah ada dan tidak bisa dihilangkan.

Sekali lagi Melville menciptakan narator atau mungkin menjadi narator itu sendiri sebagai sosok atasan yang paling diharapkan oleh pegawai mana pun. Antara narator sebagai atasan dengan pegawainya yang nyata-nyata bukanlah kelompok pegawai dengan profesionalitas seperti yang diharapkan, terdapat hubungan kerja yang didasarkan pada rasa kemanusiaan semata.

Kemudian datanglah Bartleby. Sosok dan karakternya yang aneh, menjadi semacam ujian terhadap kemanusiaan bukan saja kepada Narator kita melainkan juga terhadap dua pegawainya. Bartleby, seperti dikisahkan datang suatu hari setelah melihat iklan lowongan kerja. Si narator yang menerimanya, yang dikemudian hari mungkin pernah menyesal telah menerimanya, menempatkan Bartleby satu ruangan dengan dia. Terpisah dari kalkun dan catut. Harapannya adalah Bartleby bisa menjadi pegawai yang wajar setelah dua pegawai sebelumnya itu memiliki kepribadian pasang surut yang aneh.

Cerita ini kemudian berputar sekitar pemuda itu. Lalu lama-lama kita tahu keanehannya. Dia tidak punya rumah, tidur dan bangun di kantor itu. Dia bahkan hampir tidak makan, hanya mengemil seadanya. Yang paling berkesan adalah perlawanannya terhadap atasannya, si Narator. Dalam cerita, atasannya memanggil Barteby untuk membantunya memeriksa salinan kerjanya, tetapi Bartleby dengan enteng menjawab “Tidak mau.” Bartleby datang bekerja sebagai juru tulis yang menyalin dokumen. Sebelum kejadian tersebut, juru tulis ini bekerja hampir tanpa cela. Artinya dia bekerja sesuai apa yang dia anggap pantas dia kerjakan dan sesuai untuk apa dia dibayar. Kalimat penolakan dari Bartleby kepada atasan kemudian berkembang menjadi bentuk perlawanan yang mana kejadian berikutnya melibatkan Catut dan Kalkun. Menurut kedua pegawai itu, bos mereka tidak pantas mendapat perlawanan dari pegawai seperti mereka.

Narator bergumul dengan dirinya sendiri. Sampai pada satu titik, antara naif atau jernih, si narator memutuskan untuk memahami Bartleby. Memutuskan memahami apa yg ada dalam diri Bartleby artinya menerima kehadirannya sebagai salah satu yang hidup.

Novela ini berakhir dengan Bartleby dipenjara. Kritik Melville terhadap kemanusiaan sampai pula di sini, di mana Bartleby dipenjara bukan sebagai kriminil.

Dalam bahasa Indonesia BARTLEBY telah terbit, yang saya pegang ini diterbitkan oleh OAK. Buku yang sederhana, tetapi menggugat. Saya jadi teringat demonstrasi buruh; setidaknya Bartleby mengambil jalan lain untuk melawan dan menentukan haknya.

, , , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan