Kala itu di kota St. Petersburg, seorang penulis sedang dirundung hidup yang maha berat. Ia tenggelam dalam lilitan hutang, dan kesedihan mendalam sebab ditinggal mati istri dan kakaknya. Penulis muda itu kini hidup sebatang kara. Ia tak mampu menulis lagi sebab terlalu kalut dalam kesedihan. Penulis itu lalu tenggelam dalam mabuk-mabukan dan berjudi untuk mengusir rasa sangat perih dalam hatinya. Penulis malang itu bernama Fyodor Dostoyevsky, sastrawan besar Rusia yang sangat berpengaruh di dunia.
Dostoyevsky hampir habis riwayatnya sebagai penulis besar jika tidak ditolong oleh seorang gadis berusia 19 tahun yang kemudian menjadi istrinya. Gadis itu bernama Anna Snitkina. Anna bukanlah seorang penulis, namun ia mengerti bakat terbesar yang dimiliki oleh suaminya. Ia juga memiliki kecakapan menulis cepat, sehingga Dostoyevsky dapat mendiktekan dan menyelesaikan novelnya The Gambler dalam waktu tiga minggu (Jakob Sumardjo dalam kata pengantar novel Kejahatan dan Hukuman : Yayasan Obor Indonesia : 2011). Anna sangat tulus merawat Dostoyevsky. Ia juga mampu menyelesaikan kekacauan keuangan suaminya. Anna terus mendampingi Dostoyevsky hingga kelahiran novel-novel besarnya Crime and Punishment dan Brother Kamarazov. Namanya pun terangkat sejajar dengan Ivan Turgenev dan Leo Tolstoy.
Dunia tidak akan mewarisi karya besar Dostoyevsky jika tidak ada Anna. Sejarah mungkin hanya mencatat Dostoyevsky sebagai seorang penulis gagal dan berakhir menjadi pemabuk dan penjudi. Tanpa kehadiran novel-novel Dostoyevsky, pemikir-pemikir baru yang mengubah dunia tidak akan hadir dan dunia tidak akan berkembang.
Konon teori psikoanalisa Sigmund Freud tidak akan lahir tanpa novel-novel psikologis Dostoyevsky. Karakter pemurung, pendengki, angkuh, namun cerdas sangat kental dalam perjalanan tokoh novel-novelnya. Kita dapat merasakan kemuakan pada sosok “Aku” dalam Catatan dari Bawah Tanah (PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta : 1992). Novel tersebut mengungkap bagaimana proses bawah sadar yang tertahan oleh ego (akal fikiran) menciptakan suasana batin yang sangat rumit dan membentuk perilaku manusia yang sangat kompleks.
Karya Dostoyevsky mampu menepis anggapan bahwa novel hanya hiburan semata. Coba lihat figur Raskolnikov, seorang mahasiswa miskin yang dikeluarkan dari kampus namun memiliki angan-angan konyol membayangkan dirinya seorang Napoleon. Jalan berpikir Raskolnikov dalam Kejahatan dan Hukuman menginpirasi Nietzchie menyusun konsep ubermencsh.
Filsafat moral superman Nietzchie menginspirasi Hitler untuk membangun ideologi Nazi dan membangkitkan Jerman yang sedang terpuruk. Kehadiran Jerman dalam perang dunia kedua mengubah politik internasional lalu membuka peluang kemerdekaan bangsa Indonesia.
Perempuan dan Peradaban
Perempuan bukanlah subordinat gerakan literasi. Bahkan sebaliknya, kisah Anna diatas menunjukan bahwa perempuan adalah kunci dalam kemajuan literasi. Anggapan ini tidak berlebihan jika kita memahami gerakan Kartini yang selalu dirayakan dengan kebaya dan sanggul. Mari kita cermati kembali apa yang dikerjakan oleh Kartini di balik pingitan.
Jauh sebelum era emansipasi, Kartini menghabiskan waktu dengan buku dan menulis surat. Surat Kartini tidak berisi curahan hati menangisi nasibnya yang terpingit. Ia meresahkan bangsanya dan memendam harapan yang ingin ia wujudkan untuk kemajuan rakyatnya. Surat Kartini sangat kaya dengan analisa sosial. Kumpulan surat Kartini terdokumentasi rapi dalam Emansipasi (Jalasutra, Yogyakarta : 2014).
Pandangan Kartini yang menarik perhatian saya adalah soal peran sentral perempuan dalam perubahan bangsa. Bagi Kartini, untuk mengubah bangsa dan rakyatnya harus terlebih dahulu dengan mengubah perempuannya. Perempuan harus terdidik agar mampu membentuk karakter anaknya yang kelak memimpin bangsanya. Untuk itulah diperlukan emansipasi untuk perempuan.
Perempuan adalah guru bangsa. Setiap anak mendapatkan pendidikan pertama pada usia emas dalam pangkuan ibu. Hal ini sudah terbukti. Ida Ayu, ibunda Soekarno, memotivasi anaknya kelak menjadi pemimpin bangsa sebab ia lahir di waktu fajar (putera sang fajar). Bisikan Ida Ayu terus terngiang dalam hati Soekarno meneguhkan batinya memimpin kemerdekaan Indonesia.
Pentingnya perempuan terdidik dalam keluarga membuat literasi mutlak diperlukan. Gerakan literasi keluarga sangat efektif dilakukan oleh perempuan dibanding pria. Seorang bapak banyak menghabiskan waktunya di luar rumah, berbeda dengan seorang ibu. Tidak heran jika antropologi mencatat bahwa kelahiran budaya berawal dari rumah dan seorang ibu. Namun sayangnya, kini wajah emansipasi telah berubah.
Emansipasi kini dirayakan dengan kebebasan tanpa kepedulian pada literasi. Dapur, kasur, dan sumur semakin sepi dari kasih sayang ibu. Anak-anak merindukan dongeng-dongeng mendidik dari ibu setiap menjelang tidur. Kehangatan rumah dibayang-bayangi oleh kasus perceraian yang terus meningkat. Bagaimanakah generasi muda akan memimpin bangsa jika mereka dibesarkan dengan problem psikologis dan kebodohan?
Menggerakan literasi tidak lantas mengharuskan semua perempuan jadi penulis. Curahan kasih sayang ibu melalui literasi sudah sangat cukup membangun anak. Kita dapat meneladani tokoh fiktif Ibunda milik Maxim Gorky (Kayalamitra, Jakarta : 2000). Ibunda hanyalah sosok buruh pabrik tak terpelajar, namun ia berjuang untuk cita-cita anaknya melalui penyebaran bulletin dan pamphlet buatan anaknya. Kisah tersebut memberikan kita pelajaran bahwa kasih sayang bukanlah hiburan ke taman rekreasi, smartphone terbaru, maupun makanan mahal. Kasih sayang adalah literasi!
Belum ada tanggapan.