Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin, itulah nama asli seorang sastrawan Indonesia NH. Dini. Perempuan yang lahir pada 29 Februari 1936 ini telah banyak menelurkan karya luar biasa. Dia adalah seorang sastrawan feminis yang selalu marah apabila mendapati ketidakadilan terhadap kaumnya.
Tidak secara instan, NH. Dini mengawali debutnya dalam dunia tulis-menulis sejak dia berumur belasan tahun. Umur lima belas tahun, tulisannya kerap mampir di majalah dinding sekolah. Kemudian sajak-sajaknya dia bacakan sendiri di RRI Semarang.
Bakat besar Dini dalam dunia tulis-menulis rupanya dipengaruhi juga oleh sang ayah. Lewat buku pinjaman, Dini mulai membaca karya-karya Rabindranath Tagore. Dini juga mengagumi buku-buku terbitan Balai Pustaka. Sebut saja pengarang Amir Hamzah, Selasih hingga pengarang-pengarang lain yang muncul saat mendekati zaman pendudukan Jepang.
Sepanjang karir profesionalnya, Dini telah banyak menelurkan karya. Novel-novel yang dihasilkannya lebih banyak bercerita tentang kisah wanita dan segala masalahnya. Sebut saja novel yang berjudul Pada Sebuah Kapal yang terbit pada tahun 1972. Namaku Hiroko, novel yang menceritakan tentang kisahnya sendiri yang ikut suaminya ke Jepang. Kala itu sang suami merupakan seorang Diplomat Perancis. Dalam novel ini Dini menulis bahwa dia tidak merasa bahagia dengan rumahtangganya. Novel ini masih beredar di pasaran dan dicari para pecinta buku. Ada juga novel berjudul Hati yang Damai. Novel ini bercerita tentang seorang istri yang terlibat cinta segitiga. Namun pada akhirnya, istri tersebut mendapat kedamaian lewat keluasan hati sang suami. Lagi-lagi tentang wanita, Dini kembali menulis novel berjudul Pertemuan Dua Hati. Novel ini penuh pesan moral, di mana seorang wanita rela mengabdikan hidupnya menjadi seorang guru dan mendidik anak badung.
Selain novel yang berkisah tentang wanita dan segala problematikanya, Dini juga menulis tentang perjuangan para transmigran yang jauh dari kampung halaman. Para transmigran ini hidup dalam janji palsu pemerintah. Mereka berjauang menghadapi kejamnya realita. Novel ini berjudul Orang-Orang Tran.
Di atas hanyalah sebagian kecil Karya NH. Dini yang melegenda. Masih banyak karya-karya lain yang layak untuk dibedah oleh generasi sekarang ini.
Lifetime Achievement Award Ubud Writers & Readers Festival 2017 (UWRF) diterima Dini sebagai penghargaan atas dedikasinya terhadap dunia sastra tanah air.
Tidak kurang dari 40 buku berhasil Dini terbitkan sepanjang sejarah kehidupannya dalam dunia tulis-menulis. Dari kecil Dini menulis, sedang sakit dia menulis. Bahkan di usia senja pun Dini tetap menulis. Selama daya ingat masih kuat akan terus menulis hingga akhir hayat, begitu katanya.
Dan nyatalah benar adanya, beberapa bulan sebelum hari nahas yang merenggut nyawanya, pada bulan Maret 2018, Dini meluncurkan sebuah novel. Novel terkahir NH Dini diberi judul Gunung Ungaran: Lerep di Lerengnya, Banyumanik di Kakinya. Dan itu menjadi persembahan NH. Dini yang terakhir bagi para pencintanya. Dan pada 4 Desember 2018, NH. Dini berpulang pada sebuah kecelakaan di ruas jalan tol di Semarang.
Sang feminis itu kini telah tiada. Namun karya dan namanya tak hilang, tetap abadi menjejak bumi. Selamat jalan, sang sastrawan yang tak ingin disebut sastrawan.
Belum ada tanggapan.