jangan-paksa-anak

Stop Paksa Anak!

Mas Fatur, begitu panggilan saya untuk si sulung. Sejak kelahirannya memang sudah penuh drama. Didahului dengan ketuban pecah dini (KPD), induksi oksitoksin yang super nikmat hingga serasa akan memutus nadi kehidupan saya, Mas Fatur pun lahir dengan kondisi kesehatan yang kurang baik.

Infus sana infus sini, dari level terendah hingga level tertinggi. Saya langsung menangis saat tahu bahwa sebelah telapak tangannya bengkak membiru karena jarum infus. Menginap di rumah sakit hingga sembilan hari, sempat mau didatangkan terapis karena ternyata Mas Fatur tak pandai menyusu. Lidahnya seolah kesulitan saat menangkap puting susu ibu. Alhasil, saya harus rela melihat Mas Fatur disusui lewat selang yang dimasukkan hingga tenggorokannya.

Perkembangan Mas Fatur sangat lambat. Usia empat bulan pandangan matanya belum bisa merespon. Usia hampir dua tahun baru belajar berjalan. Usia tiga tahun baru belajar bicara. Padahal teman -teman seumurannya sudah mampu merangkai kalimat dengan baik. Umur lima tahun setengah baru belajar melepas dan memakai baju sendiri. Dia pun tidak pandai bersosialisasi. Cenderung pendiam dan tidak tertarik bergabung dengan teman-temannya.

Sebagai orangtua, saya mencoba merangsang anak agar bisa bertumbuh normal seperti teman-temannya. Tapi apa daya, ternyata Mas Fatur tetap berada pada dunianya. Dia tetap menyendiri di rumah dengan segala keasyikannya yang tidak mudah ditebak. Meski khawatir, tapi saya selalu yakin bahwa Mas Fatur memiliki kelebihan. Saya percaya bahwa cepat atau lambat, dia akan tetap tumbuh seperti anak lainnya.

Benar saja, saya mulai melihat kelebihan dari Mas Fatur. Dia memang anak yang pasif, tapi ternyata dia punya tingkat konsentrasi yang tinggi. Sebagai contoh, suatu saat dia bisa mengoperasikan komputer sesuai ‘kaidah’, tanpa saya ajari. Ketika saya tanya bagaimana kamu melakukan ini? Dia menjawab, “aku lihat ibu kemarin sore.”

Wow, tanpa susah-susah saya ajari dia sudah bisa menghapalnya, padahal waktu itu dia hanya duduk santai di belakang saya seolah-olah mengacuhkan apa-apa yang saya kerjakan terhadap komputer tersebut.

Tentang memahami komputer, Mas Fatur yang belum bisa baca tulis ini punya cara tersendiri bagaimana cara dia memprogramnya tanpa harus membaca. Seperti apa caranya? Dia cukup menghafal satu tanda khusus yang diperkirakan menarik di otaknya. Ketika saya suruh dia membuka sebuah file dengan benar sesuai prosedur, dia pun akan melakukannya dengan benar. Lalu saya tanya, “kok bisa buka file ini, caranya bagaimana?” Lalu dia jawab, “Dari tanda keren ini mulainya.”

Untuk hal lainnya, Mas Fatur tiba-tiba diketahui bisa merancang sebuah denah rumah, membuat rancangan pesawat dari potong-potongan kayu dengan hasil yang menurut saya sangat baik. Sekali lagi, semua itu dilakukannya tanpa ada yang mengajari. Namun satu hal yang saya ingat, dia sering terlihat terdiam lama dengan mata yang hampir tak berkedip saat melihat pesawat terbang di atas langit atau tontonan tv.

Mas Fatur pun terlihat tak perduli apabila saya menyuruhnya untuk belajar mengeja huruf Arab. Semakin dipaksa semakin acuh. Terkadang saya merasa kesal. Karena harapan saya, diumurnya yang lima tahun, saya ingin dia sudah bisa mengenal huruf-huruf Arab beserta ejaannya yang sudah dirangkai. Namun kemudian kekecewaan saya terobati ketika satu hari dia berlari ke arah saya dan memamerkan kemampuannya mengeja huruf-huruf Arab. Hampir tak percaya, ternyata selama ini di balik sifat acuhnya dia tetap belajar. Saya bilang, “ternyata Mas Fatur bisa juga ya.” Dan dia jawab, “aku lihat teman menunjuk-nunjuk semua angka-angka ini. Dan aku ingat semua”.

Intinya, jika ada ibu yang anaknya sedikit memiliki keterlambatan dalam tumbuh kembangnya, jangan terlalu khawatir. Yakinlah, bahwa anak kita memiliki kelebihan tersendiri. Hindari fikiran-fikiran negatif yang mengatakan bahwa anak memiliki kelainan. Selama panca indera anak masih bisa merespon dengan baik, yakinlah anak ibu akan tumbuh dengan normal.

Jangan paksa anak untuk menyamai kemampuan teman-temannya. Si anak bukan tidak bisa berkembang, namun waktunya saja yang belum tepat. Atau mungkin si anak punya cara tersendiri untuk menjadi orang pandai tanpa harus mengekor cara yang sudah ada. Ibu harus ingat, bahwa anak memiliki kepintaran yang berbeda-beda, dunia yang berbeda-beda dan kenyamanan yang berbeda-beda juga. Anak akan merasa merdeka ketika dibiarkan bebas memilih dunianya tanpa terikat pada aturan bahwa dia harus tumbuh menyerupai yang lainnya.

 

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan