etgar-keret-penulis

Belajar Tertawa dari Etgar Keret

Konon, seorang penulis Israel, Etgar Keret pernah mengatakan bahwa dia sering didudukan semeja dengan penulis Palestina dalam festival sastra, dan dia tidak pernah berusaha membunuh teman semejanya itu. “Itu seperti bergulat dalam lumpur, lihat saja, kami bisa duduk bersama di satu meja dan bisa tidak membunuh satu sama lain.” Tentu saja, ini semacam humor yang menohok.

etgar-keret-penulisOrang mungkin telah sangat membenci Israel atas apa yang mereka jatuhkan di Palestina, tetapi tidak terhadap Keret. Etgar Keret adalah tukang humor yang gemar menyindir dan mengolok-olok bahkan kepada dirinya sendiri.
Saya membaca cuplikan wawancara antara Yahoo! Indonesia terhadap keret pada Ubud Writers & Readers Festival pada 2010 lalu. Ketika ditanya soal humor-humor yang terselip pada karyanya humor menjelaskan bahwa dia lebih memilih menjadi seorang yang humoris ketimbang menjadi agresif atau menjadi sosok yang menyedihkan dalam menghadapi hal-hal yang dia benci. Menurut keret, dalam tradisi Yahudi ada kebiasaan saling mengolok seperti bercanda tentang kematian atau murid mencandai gurunya. Mungkin dari sinilah humor keret berasal.

“Saya bisa membuat humor tentang ayah saya, tentang ibu saya, tentang keluarga saya. Mungkin itu yang disebut kekhasan humor Yahudi, kami mengolok-olok sebagai sebuah bentuk kehangatan. Lelucon dibuat untuk mendekatkan dan bukan untuk menjauhkan.” Katanya.

Dia mengolok-olok keyahudiannya, negerinya, komunitasnya dan kelemahannya namun tidak sinis. Barangkali di tengah kekacauan negerinya sendiri Keret menyadari bahwa sebagai sastrawan dia tidak akan mampu mengubah negaranya sekalipun dengan cara memaki dan menjadi sinis. Maka dia lebih memilih menertawakan diri sendiri sebagai bentuk refleksi.

Salah satu tulisan tentang Keret yang paling saya ingat adalah yang ditulis oleh Eka Kurniawan di blognya. Di situ beliau menuliskan mengenai sebuah cerpen berjudul sepatu yang dia terjemahkan dari Etgar Keret. Kisahnya sederhana saja, tentang anak Israel yang dibelikan sepatu adidas oleh ayahnya untuk bermain bola. Sebagai seorang Yahudi dengan sejarah tidak enak, tentu saja dia benci sepatu buatan Jerman tersebut. Lalu saat dia menggunakan sepatu tersebut untuk bermain bola dan mencetak gol, dalam spontanitasnya dia menyadari bahwa sepatu itu “boleh juga” ternyata.

Humor Etgar Keret

Humor Etgar Keret, mengajarkan saya bahwa sejarah kita boleh saja rusak dan bahwa Negara kita hari ini boleh saja tercabik-cabik oleh penguasa, tetapi sebagai sastrawan yang mengeluarkan suara dari balik jendela kamar maka saya tidak harus memaki dengan kasar. Itu tidak ada bedanya dengan demonstran di jalan yang membakar spanduk dan merusak monas.

Selera humor saya memang tidak sebagus Keret, tetapi ketika saya harus ikut memaki dan menghujat, maka saya akan semakin jatuh level daripadanya. Pembaca butuh dialog yang hangat bahkan tentang pemerintah atau negaranya yang runyam. Bukankah di kepala masing-masing orang saat ini, saya menebaknya, sedang panas oleh ulah penguasa? Jadi penulis jangan menjadi provokator. Saya mungkin harus menjadi pendongeng yang baik untuk menenangkan orang-orang, bahkan memberitahu mereka bahwa memaki mungkin memang tidak baik dan tidak akan mengubah hal-hal yang sudah buruk terjadi.

Lihat pada Keret, saat dia merasa harus marah pada negaranya sendiri, dia melakukannya dengan cara yang menyenangkan dan humor yang hangat. Saya mengutip lagi dari Eka kurniawan, bahwa keret pernah menulis sebuah cerita pendek tentang orang Swedia yang datang ke Israel lalu meminta kepada seorang penulis untuk mendongengkan sesuatu kepadanya sambil menodongkan sepucuk pistol. Saat penulis tersebut berkata kepada tamunya bahwa dia bisa bercerita dengan baik tanpa perlu sepucuk pistol ditodongkan padanya, si swedia berkata setelah seminggu dia di negeri itu dia belajar satu hal: di negeri itu, segala hal harus diminta menggunakan cara kekerasan. cerita yang lucu, tetapi sangat telak.

Jadi, meniru Etgar Keret, saya ingin tetap tertawa bahkan ketika sedang marah dan ingin menghujat.

Sumber:

  • Rawalanji
  • Khairul-Annas
  • Blog Eka Kurniawan

, ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan