Kisah Cinta Pertama Bung Karno, Adam, dan Gorky

Banyak orang bilang cinta pertama tidak akan pernah bisa dilupakan. Hal itu sepertinya mendekati kebenaran. Sebab banyak orang yang hingga akhir hidupnya masih bisa mengingat kisah cinta pertama mereka.

Mereka masih bisa mengingat kapan mereka pertama jatuh cinta, pada siapa mereka jatuh cinta, dan mengapa mereka jatuh cinta. Bahkan jika kisah cinta pertama itu menyangkut sosok besar seperti Bung Karno.

Mari kita intip buku Penyambung Lidah Rakjat yang ditulis Cindy Adam. Di buku yang pertama terbit tahun 1966 itu kita bisa menyaksikan bagaimana Bung Karno menyelipkan kisah cinta pertamanya. Bung Karno mengaku memiliki cinta pertama saat ia masih berusia 14 tahun, saat ia masih sekolah di Europeesche Lagere School, di Mojokerto, Jawa Timur. Tak tanggung-tanggung, gadis yang ditaksir Bung Karno ialah teman sekolahnya, gadis rupawan keturunan Belanda.

Bukan Bung Karno namanya jika ia kalah perang sebelum berjuang. Bung Karno tahu betul bagaimana berjuang untuk mendapatkan hati seorang gadis. Perjuangan itu dilakukan dengan membingkai kata-kata manis hingga memberikan perhatian lebih pada sang gadis. Bung Karno rela berjalan melintasi rumah pujaan hatinya hanya untuk melihat sepintas sosok sang gadis. Bung Karno pun tidak sungkan untuk sedia membawakan buku-buku perempuan yang dipujanya.

Kegigihan dan kerja keras Bung Karno untuk menaklukan hati seorang gadis akhirnya berbuah manis. Bung Karno bisa mendapatkan cinta gadis Belanda itu. Yang lebih menakjubkannya lagi, Bung Karno berhasil mendaratkan ciuman pertama di hidupnya pada cinta pertamanya itu.

Saya bisa membayangkan bagaimana merah merona muka noni Belanda itu dan bagaimana sumringah hati Soekarno kala itu. Mungkin mirip-mirip dengan adegan di novel Bumi Manusia karangan Pramoedya Ananta Toer saat Minke pertama kali mencium Anelies. Segalanya terasa bercampur baur. Senang, malu, gemas, takut, serta penasaran.
******
Nabi Adam yang ditakdirkan Tuhan menjadi manusia pertama, saya rasa juga pernah merasakan cinta pertama. Cinta pertama Adam muncul dari keresahan hati. Adam menyaksikan betapa indah taman eden yang ia tempati. Tumbuhan, air, sungai, dan hewan hidup berdampingan dengan damai. Tidak ada malapetaka dalam Taman Eden. Semua sudah diatur dengan seksama oleh Tuhan. Kebutuhan hidup semua makhluk juga sudah terpenuhi.

Namun hati Adam risau menyaksikan tingkah polah para hewan. Ada perasaan hampa dan kesepian saat Adam menyaksikan betapa mesranya kehidupan para binatang dengan pasangannya. Sementara Adam hidup sebatang kara di tengah indahnya Taman Eden.

Adam yang tak tahan lantas berdoa pada Tuhan. Adam meminta diciptakan pasangan hidup yang bisa mengusir rasa sepinya. Tuhan yang maha pemurah tak pernah pelit dalam mengabulkan doa. Tuhan menciptakan perempuan bernama Hawa sambil tertawa. Dari proses penciptaan itu terciptalah perempuan cantik yang akan menemani Adam hingga akhir hayatnya.

Kisah cinta pertama Adam dan Hawa itu saya dapatkan dari ingatan cerita-cerita masa kecil saya saat masih belajar mengaji di mushola. Saya juga tidak begitu yakin apakah guru ngaji saya mengajarkan kisah ini berdasarkan kenyataan empiris atau berdasarkan mitos belaka. Namun belakangan saya tahu, ada banyak pengaruh mitos dan tambahan-tambahan dari berbagai agama dalam cerita Nabi Adam itu.

Kisah dongengan Nabi Adam yang terselip cerita cinta pertama itu mungkin akan terasa berbeda jika dibandingkan dengan novel garapan Mark Twain berjudul Catatan Harian Adam dan Hawa (2010). Saya rasa Mark Twain menambahkan unsur dramatologi, kontradiksi, dan konflik pada kisah Adam dan Hawa. Mark Twain sepertinya ingin menyajikan kisah Adam dan Hawa dengan lebih segar, imajinatif, dan kontradiktif.

Hasilnya sungguh tidak mengecewakan. Kisah cinta Adam dan hawa muncul dengan sangat kontradiktif. Adam dan hawa yang masih sangat primitif hadir dengan persepsinya masing-masing. Hawa mengira, Adam merasa senang ketika ia selalu mengikutinya. Hawa merasa kehadirannya membuat Adam lebih ceria dan bahagia.

Padahal tidak demikian. Dalam perspektif Adam. Kehadiran hawa justru mengganggu. Sikap percaya diri Hawa serta keinginan mengatur berbagai hal membuat Adam jengah. Bayangkan Hawa sampai mengatur nama-nama benda yang dilihat dan ditemuinya. Hawa memaksa Adam untuk memanggil nama-nama benda dengan nama pemberian Hawa. Adam sungguh tidak tahan.

Perubahan pada tubuh Hawa perlahan-lahan mengubah segalanya. Hawa mengandung lalu melahirkan keturunan. Hawa yang dulu sibuk mengganggu dan mengikuti Adam kini memiliki kesibukan baru. Hawa tidak lagi mengikuti Adam berburu dan pergi berpetualang. Hawa memilih menetap tinggal di rumah dan mengurus bagi. Mungkin bagi Hawa itulah momen cinta pertama yang mendapatkan balasan sepadan. Cinta seorang ibu pada bayi kecilnya.

Bagi Adam, kehadiran bayi itu juga mengubah segalanya. Adam lebih mengerti arti tanggung jawab dan cinta. Dari sang bayi Adam belajar untuk merawat dan mencintai. Kisah cinta Adam yang saya rasa tidak picisan. Kisah cinta yang lahir dari kehadiran seorang bayi. Kisah cinta yang mengingatkan saya pada kisah cinta orang-orang tua dulu yang menikah karena dijodohkan. Cinta pertama mereka lahir seiring dengan kebersamaan dan kehadiran sang buah hati.
*****
Kemiskinan dan kecamuk revolusi bukan suatu halangan seseorang menemukan cinta pertamanya. Kemiskinan dan kecamuk revolusi justru bisa membuat seseorang menemukan cinta pertamanya dan menuliskannya secara mempesona. Betapa banyak seseorang yang sedang dilanda kemiskinan dan kecamuk perang malah memutuskan untuk menikah. Bung Tomo, yang mungkin tidak miskin, juga memilih menikah saat Indonesia di ambang perang kemerdekaan melawan agresi penjajah Belanda. Bung Tomo tetap kekeh dengan keyakinan cintanya. Menikah walau ditengah perang dan kecamuk kesusahan.

Maxim Gorky yang memiliki nama lengkap Aleksey Maksimovich Peshkov punya kisah cinta yang hampir serupa. Mungkin yang membedakan Gorky dan Bung Tomo hanyalah tingkat tragedi yang terjadi di dalamnya. Jika Bung Tomo memiliki kisah cinta yang mulus dan langgeng, lain soal dengan Gorky. Cinta pertama Gorky lahir pada saat yang kurang tepat dan pada sosok yang tidak tepat.

Gorky jatuh cinta pada perempuan yang lebih tua dan telah bersuami bernama Olga Kaminskaya. Bayangkan betapa rumit, pahit, dan njelimetnya cinta pertama Gorky. Gorky bukan hanya terhalang kondisi sosial politik dan kemiskinan pribadinya tapi juga status pujaan hatinya yang telah bersuami. Saya bisa membayangkan jika Gorky lahir saat ini, kisah cintanya akan memenuhi akun gosip dan menjadi tranding topik. Untung saja Gorky hidup pada massa lalu, massa dimana teknologi media sosial belum tercipta.

Gorky jatuh cinta karena keanggunan dan kekuatan Olga. Tatapan wajah, senyuman manis serta keterampilan membawa diri sebagai seorang perempuan bangsawan membuat Gorky tergila-gila. Gorky tidak peduli pada olga yang sudah bersuami. Gorky rela menjadi pebinor (perebut bini orang) demi cinta pertamanya.

Olga yang awalnya menolak cinta Gorky akhirnya luluh pada rayuan Gorky dan bertekad meninggalkan suaminya. Olga bercerai dan membangun rumah tangga dengan Gorky. Sayangnya, kisah rumah tangga Gorky dan Olga bukanlah kisah romantis yang berakhir manis. Kisah rumah tangga Gorky dan Olga ibarat sinotron yang penuh adegang drama. Gorky dan Olga memutuskan berpisah setelah kemiskinan, tekanan hidup, serta berbagai hal kecil menyerang rumah tangga mereka. Rumah tangga Gorky dan Olga ambruk hanya dalam waktu dua tahun.

Pernikahan yang seumur jagung yang diawali dengan perjuangan berat itu begitu membekas pada Gorky. Gorky mampu menyimpan kenanggannya dan melahirkannya kembali menjadi satu risalah epik. Dari risalah Gorky ini kita bisa belajar untuk memperjuangkan apapun yang kita cinta. Kita tidak boleh takut buat memulai sesuatu yang belum kita ketahui hasilnya. Kita juga tidak boleh menyerah pada keadaan dan pasrah pada nasib. Kita wajib memperjuangkan cinta pertama kita.

Akhirnya, takdir dan pilihan kitalah yang akan menentukan jalinan kisah cinta pertama manusia. Apakah kisah cinta itu diterima lalu gagal seperti Soekarno dan Gorky. Atau berujung indah seperti kisah Adam dan Hawa. Atau mungkin berujung menyakitkan tanpa memperoleh balasan. Sekali lagi nasib dan takdirlah yang akan berbicara. Sekian.

, , , , , , , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan