depositphotos_4846684-stock-photo-rotten-and-fresh-apples-isolated

Perihal Buah yang Matang

Tak ada petani yang memetik buah yang busuk dari setiap tanaman (pohon buah) yang ditanamnya. Sudah sepatutnya dia akan memilih dan memilah antara buah yang ranum (baik, segar dan layak dikonsumsi) dan yang busuk (buruk dan tak layak dikonsumsi). Semua buah yang ranum akan menjadi incaran dari petani untuk segera dipetik dan dikonsumsi. Sebaliknya buah yang busuk diabaikan dan dibiarkan membusuk di tanah, atau boleh jadi semacam mengambil sikap untuk membiarkannya membusuk dan mati di tanah kalau-kalau itu akan bertumbuh dan bertunas.

Sehubungan dengan hal itu, barangkali manusia, soal eksistensinya sebagai homo viator (makhluk peziarah) pun dapat diandaikan seperti buah. Soal ranum dan busuknya bergantung pada setiap jejak yang ia torehkan di dunia. Dan petani ialah Tuhan yang menjadi pengatur kehidupan. Dia akan berusaha menyeleksi setiap manusia, kira-kira mana yang sudah layak untuk menghadap Dia. Jika ia sudah banyak menorehkan banyak kasih dalam kisah hidupnya maka Dia akan segera ‘memetiknya’ dan jika tidak maka Dia akan memberi kesempatan baginya.

Untuk itu, barangkali tidak terlalu berlebihan jika peristiwa kematian semata-mata merupakan ‘aktivitas memanen’ dari Sang Empunya Kehidupan. Bahwa, ketika manusia sudah terlihat ‘ranum’ di mata Tuhan (sekalipun usianya masih terbilang muda) maka Dia akan dengan segera memetiknya. Kematian dalam konteks ini mesti dipandang positif sebab Tuhan memanggil bukan berdasarkan kuantitas usia melainkan kualitas kebaikan.

 

Lalu bagaimana dengan mereka yang ‘dipanen’ di usia yang terbilang tua?

 

Hal itu, karena Tuhan masih memberi peluang bagi mereka untuk menjadi ‘ranum’.

,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan