Torehan luar biasa didapat oleh film Dilan 1990 yang tayang pada tahun 2018 lalu. Berkisah tentang percintaan anak muda tahun 90-an, film Dilan 1990 berhasil menjadi film terlaris dengan pendapatan sekitar 233 miliar rupiah. Diperankan dengan apik oleh Iqbal Ramadhan, film tersebut berhasil mengumpulkan penonton sebanyak 6,3 juta penonton. Dilan 1990 Berhasil menggeser film-film laris lainnya seperti Pengabdi Setan.
Sukses dengan Dilan 1990, beberapa saat yang lalu Dilan 1991 pun sukses diluncurkan. Seperti film Dilan yang pertama, Dilan 1991 sama berhasil menuai prestasi. Dalam tiga hari penayangan, Dilan 1991 sudah ditonton oleh dua jutaan penonton. Tidak sampai di situ, penghargaan lain pun datang menyusul. Dilan 1991 mendapat dua penghargaan dari Musium Rekor Dunia-Indonesia. Dua penghargaan itu diberikan untuk penonton premiere terbanyak dengan jumlah 80 ribu penonton. Penghargaan ke dua di berikan untuk penonton terbanyak pada pemutaran perdana sebanyak 720 ribu.
Gambaran Dilan adalah tentang remaja SMA yang jauh dari kata disiplin, cenderung berperilaku urakan, senang berkelahi, keras dan egois, namun penuh dengan kata-kata romantis. Kata-kata gombal, jaket jeans yang khas serta motor tua yang begitu identik dengan seorang Dilan, adalah bagian dari sisi Dilan yang begitu menarik. Bahkan mungkin menjadi sangat ikonik bagi gaya remaja tahun 90-an. Meski pada kenyataannya tidak sama percis dengan kehidupan remaja waktu itu, tapi paling tidak remaja milenial bisa melihat masa-masa 90-an dari kisah Dilan.
Dilan, tidak hadir begitu saja. Anak muda ini lahir dari buah karya seorang penulis multi talenta. Pidi Baiq. Ya, kemudian nama itu menjadi sangat populer menyusul kesuksesan film Dilan. Dilan adalah film yang diadaptasi dari novel karya Pidi Baiq dengan judul aslinya Dia Adalah Dilanku 1990, Dia Adalah Dilanku 1991. Pidi Baiq sendiri sejatinya adalah penulis bergenre humor. Maka pantas jika dalam setiap gombalan Dilan akan ada sisi yang menggelikan.
Kesuksesan film Dilan menjadikan Pidi Baiq sebagai seorang penulis yang memiliki banyak penggemar. Namanya semakin mengudara. Dia menjadi satu-satunya penulis asal Jawa Barat yang karyanya begitu booming di era ini. Sekalipun berada di belakang layar, tapi Pidi Baiq pun ikut ketularan berkah. Dia menjadi idola layaknya pemeran tokoh utama, aktor Iqbal Ramadhan. Ibarat dua sisi yang saling berpautan, ketika mendengar nama Pidi Baiq, maka yang akan teringat adalah Novel Dilan. Begitu juga sebaliknya. Jika menyebut Novel Dilan, maka ingatan langsung tertuju pada Pidi Baiq. Bagi para pecinta literasi, novel-novel Pidi Baiq selanjutnya adalah yang paling dinantikan. Kenapa bisa begitu? Jawabannya adalah karena mereka telah terpesona oleh daya pikat kisah Dilan. Maka, mereka berfikir, berharap, dan membayangkan bahwa novel-novel Pidi Baiq selanjutnya akan menawarkan pesona dan daya tarik yang sama.
Antusiasme masyarakat terhadap karya Pidi Baiq, dalam hal ini adalah novel Dilan, rupanya mencetuskan ide tersendiri di otak sang gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Kang Emil, kemudian dia akrab disapa, mewartakan tentang buah fikirannya bahwa di salah satu sudut kota Bandung akan dibangun Pojok Dilan. Dan reaksi masyarakat? Jangan ditanya, sederet penolakan terjadi. Sekalipun begitu, banyak pula pihak yang mendukung.
Kang Emil yang aktif di media sosial dengan komentar-komentarnya yang dikenal humoris, kini harus menerima nasib menjadi korban perundungan nitizen. Hal ini terkait dengan postingannya yang menjelaskan akan pembangunan Pojok Dilan. Dalam kolom komentar, warganet sibuk mempertanyakan tentang faedah dari pembangunan taman tersebut. Lebih gencar lagi, mereka mempertanyakan kenapa harus Dilan yang dijadikan sebagai nama tempat tersebut? Tidak adakah tokoh yang lebih berjasa selain Dilan? Bukankah Dilan hanya seorang manusia fiktif? Kenapa tidak Pidi Baiq saja sang pencetus tokoh Dilan yang diabadikan menjadi nama dari pojok tersebut? Sudah kehabisan ide-kah? Kenapa harus mengurusi hal-hal receh? Si Dilan kan tukang geulut, kenapa harus diabadikan?
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu tak henti menyerang Sang Gubernur. Maka, Kang Emil pun menjawab. Dia mengatakan, bahwa keberadaan Pojok Dilan dibangun sebagai tempat salah satu sudut literasi di kota Bandung. Mungkin pojok tersebut bisa dijadikan ajang berkumpulnya para penulis, pecinta sastra, penikmat sastra, atau barangkali dari tempat itu lahir imajinasi hebat yang kemudian melahirkan karya luar biasa layaknya novel Dilan. Lalu, kenapa nama Dilan yang dipakai, Kang Emil menjelaskan bahwa semua itu hanyalah bentuk penghargaan atas kesuksesan novel tersebut. Sebab sejauh ini khususnya di era milenial ini, novel Dilan adalah satu-satunya novel tersukses dari Jawa Barat.
Pro Kontra Belum Usai
Kang Emil telah menjawab, namun masih saja ada warga yang ngeyel. Bahkan mereka membandingkannya dengan para jasa para jendral di zaman perang. Ada yang memviralkannya lewat media sosial perbandingan antara jasa Dirman (Jendral Soedirman) dengan jasa Dilan. Mereka meng-klaim bahwa tokoh para pahlawan seperti Jenderal Soedirman-lah yang pantas diabadikan menjadi nama sebuah tempat. Dari sini kita bisa melihat, bagaimana pola fikir masyarakat yang kadang tidak tepat sasaran. Jika berbicara jasa ketika merebut kemerdekaan, barangkali Si Dilan tak punya jasa apapun. Toh ia hanya sebuah tokoh dalam kisah fiktif. Tapi sekali lagi, mereka yang kontra, harus pandai melihat dari tujuan pemberian nama tempat tersebut. Jika tujuannya untuk budaya literasi, rasanya memang tokoh Dilan memang pantas disematkan. Terlebih kisah Dilan hadir di tengah-tengah kaum milenial yang begitu menggandrungi sosoknya.
Pojok Dilan hadir tidak untuk menomor duakan jasa para pahlawan terdahulu. Pojok Dilan hadir sebagai sarana pemecut semangat agar kedepannya tercipta pengarang-pengarang handal seperti Pidi Baiq. Semua harus adil, ditempatkan pada tempatnya. Pojok Dilan adalah tempat yang berkaitan dengan literasi, maka nama yang diambil pun memiliki kaitannya dengan dunia literasi tersebut. Dan untuk para pahlawan, ada tempatnya tersendiri untuk diabadikan menjadi sebuah nama tempat atau lembaga. Di mana tempat atau lembaga tersebut pun akan berkaitan erat dengan jasa-jasa mereka sebagai pejuang.
Pro kontra tentang pembangunan Pojok Dilan tak akan pernah usai jika kita terus bertahan dengan keegoisan masing-masing. Perang pendapat dan lontaran-lontaran nyinyir hanya akan menjadi pemandangan menjengkelkan, ibarat sampah yang mengotori halaman rumah orang. Pemerintah berusaha mengapresiasi setiap bentuk prestasi yang ditorehkan warganya, tapi di satu sisi warganya sendiri yang malah tidak menghargai hal itu.
Peletakan batu pertama Pojok Dilan telah dimulai. Sebagai masyarakat alangkah lebih baik kita mendukung langkah positif pemerintah tersebut. Enyahkan rasa benar sendiri. Sebab percuma jika hanya merasa benar tanpa ada langkah nyata.
Perkembangan literasi tanah air memang sepatutnya mendapatkan dukungn penuh dari pemerintah agar minat warga dalam berkarya semakin tersulut. Apa yang dilakukan Kang Emil memang sudah sangat tepat. Sebab sejatinya, yang namanya pembangunan tidak terbatas pada pembangunan fisik saja seperti gedung-gedung. Tapi juga menyentuh pada hal-hal yang tak terlihat seperti pembangunan motivasi. Dan salah satu pembangunan motivasi adalah dengan mengapresiasi setiap warga yang berprestasi. Dan Pojok Dilan adalah salah satu apresiasi pemerintah terhadap prestasi Pidi Baiq sebagai salah satu warga Jawa Barat. Jika sudah melihat keberhasilan Pidi Baiq, mungkin kita pun akan termotivasi untuk menelurkan karya yang luar biasa meskipun di bidang yang berbeda.
Dari kisah pro dan kontra-nya Pojok Dilan, kita bisa mengambil hikmah bahwa suksesnya pembangunan suatu wilayah harus disokong oleh dua belah pihak, yakni warga dan pemerintah. Jangan biarkan salah satu bekerja sendiri, hasilnya akan sangat lamban bahkan kurang sempurna. Jika pemerintah sudah sepenuh hati bekerja demi warganya, maka dukunglah! Jangan mencoba mencari-cari kesalahan hanya demi mempertahankan argumen yang dirasa paling benar, sebab semua itu hanya akan menghambat pembangunan yang sedang berjalan.
Apalah arti sebuah nama, begitu kata pepatah. Pojok Dilan hanyalah sebuah nama, selebihnya adalah tentang apresiasi dan budaya literasi.
Belum ada tanggapan.