Sebelum melemparkan jalanya ke tengah laut, Mol, sebagaimana layaknya nelayan lain, menggumamkan doa-doa khusus agar ikan-ikan mendekat dan terjerat oleh jalanya.
Kali ini dia sendirian di kapal kayunya yang penuh tambalan di sana-sini. Dan dia cukup khawatir karena dia pikir angin telah membawa kapalnya terlalu jauh ke tengah laut. Dia sudah enam hari lima malam sendirian di kapal busuk ini dan belum ada satu ikanpun yang berhasil dia peroleh. Maka, seusai mengucap doa yang terburu-buru, Mol melepaskan jalanya.
Ah! Rasanya jala yang dilemparkan Mol berhasil menjerat sesuatu yang besar…dan berat. Bahkan dia perlu tenaga ekstra untuk menariknya ke dekat dek kapal.
“Apa ini??” Mol terkaget tak karuan ketika melihat benda yang terjelat oleh jalanya itu mulai sedikit menyembul ke atas air.
Ini…ma…mayat?? Dengan kepanikan yang besar Mol menarik sekuat tenaga jalanya. Otaknyapun mulai memikirkan segala kemungkinannya. Mayat siapa ini? Apakah dia tenggelam atau dibunuh?
Setelah mayat itu cukup dekat dengan kapal, Mol menatapnya betul-betul. Kini dia ingat bahwa mayat itu mati bukan karena kecelakaan atau dibunuh oleh seseorang. Mayat itu ada di sini, mati tenggelam karena bunuh diri. Jelas bunuh diri.
Tapi setidaknya, orang ini punya alasan untuk bunuh diri. Dia memergoki istrinya sedang tidur bersama selingkuhannya dan lalu -karena terbakar amarah- dia membunuh istrinya dengan kejam. Takut akan kejaran polisi, pria ini lalu pergi ke laut dengan kapalnya dan lalu membunuh dirinya sendiri dengan cara menenggelamkan diri.
Lalu dari mana Mol tahu sedemikian detail? Karena jenazah yang tersangkut di jala itu adalah dirinya.
Belum ada tanggapan.