apa-arti-lembayung-senja

Lembayung Senja

Langit sore itu lebih indah dari biasanya. Pegunungan hijau lembayung dengan puncak berawan tampak berdiri gagah dari kejauhan. Matahari sudah mulai tenggelam di ufuk barat, menyisakan langit jingga keemasan sejauh mata memandang. Ci sore itu begitu riang, menggandeng tangan anak muridnya menuju hutan di balik bukit untuk berburu durian. Tidak terasa sudah lebih dari 8 bulan gadis yang pendiam itu mengabdikan dirinya sebagai guru di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T).

Delapan bulan terakhir Ci merasa kehidupannya telah berangsur-angsur digenggamnya kembali. Matahari yang pernah tenggelam 2 tahun yang lalu telah ditemukannya terbit. Hal itu mungkin imajinasinya, tapi dia sangat yakin terhadap apa yang dia lihat 8 bulan yang lalu. Matahari itu telah terbit, bahkan lebih cerah dari sebelumnya. Seseorang yang mampu membuatnya percaya bahwa keajaiban itu ada.

Kembali ke sore itu, Ci pulang dengan raut muka kecewa. Durian yang diharap-harap keberadaannya ternyata telah seluruhnya dipanen oleh pemilik kebun. Tidak ada yang tersisa kecuali beberapa yang sudah separuh busuk, tergeletak di bawah pohon-pohon durian. Gadis itu kembali bersama murid-muridnya yang masih sekolah dasar. Mereka menghentikan perjalanannya ketika sampai di tepi sungai. Anak-anak muridnya memutuskan untuk mandi.

Ci hanya duduk di tepi sungai, menceburkan kedua kakinya yang sudah 1 jam berjalan. Air sungai yang dingin itu sedikit mengobati rasa kecewanya karena tak mendapatkan durian, yang berarti dia tidak bisa membawakan durian untuk kawannya, Danar. Rekannya di lain kecamatan itu sepertinya suka durian, dan Ci tidak keberatan untuk membawakannya di acara peringatan HARDIKNAS beberapa hari lagi. Namun, sepertinya keberuntungan tak berpihak pada mereka. Siapa yang menyangka kebun yang beberapa hari lalu masih dipenuhi dengan durian siap panen, hari ini sudah kosong tak meninggalkan satupun.

Anak-anak kembali menepi setelah hampir 30 menit mandi di sungai. Ci bangkit dari duduknya, menghimbau anak-anak untuk segera bergegas. Malamnya setelah sholat isya’ semua baju dan barang untuk keperluan acara HARDIKNAS sudah masuk ke dalam tas, hanya tinggal kamera saja yang masih di tangan pemiliknya. Keesokan siangnya Ci dan rekan se-kecamatannya sudah dalam perjalanan menuju kota kabupaten. Ci bahagia sekali, momen berkumpul dengan rekan satu kabupaten selalu menjadi agenda yang dia tunggu-tunggu. Apalagi dia akan bisa bertemu matahari terbitnya secara langsung, Danar- sosok dengan kemiripan 75% dari Rio yang telah beristirahat dengan tenang di pusaranya.

Baca juga Matahariku 

Setelah hanya mampu mengucapkan kata hello pada perjumpaan pertamanya, sekarang Ci merasa lebih kenal dengan Danar meskipun hanya lewat pesan singkat. Bahkan gadis itu berencana membawakan durian-meskipun gagal. Danar yang dikenalnya itu baginya adalah Rio kedua, pelipur lara dan rindu yang selama 2 tahun ini telah mengganggu hati dan pikirannya terus-menerus.

“Bu”, sosok yang dinantikannya sudah berdiri dibelakangnya, mengulurkan tangan.

“Hei, Pak”, Ci segera menoleh, menyambut jabat tangan itu sambil tersenyum. Danar kemudian melanjutkan jabat tangan dengan rekan yang lain, berjalan sambil lalu.

Sore itu semua orang sibuk untuk briefing dan mendekorasi lokasi acara HARDIKNAS. Ci dan Danar tak banyak bicara sore itu. Hanya ketika di tengah briefing mereka sempat berbicara sedikit.

“Bu, mana duriannya?” Danar bertanya dengan wajah antusias di sisi kanan ruangan.

“Nanti aku ceritakan.” Jawab Ci singkat dengan komat-kamit dari sisi kiri ruangan. Bangku mereka berjauhan, Ci bahkan tak yakin apa yang dikatakannya dapat dimengerti oleh Danar.

Tak ada lagi kesempatan untuk mereka bicara hari itu. Bahkan malam itu telah membangunkan Ci dari mimpi tentang matahari terbit. Matahari ternyata tidak pernah lagi untuk Ci, dia hanya tertalu berlebihan, menganggap Danar adalah matahari terbitnya. Danar adalah lembayung senja milik orang lain. Ya lembayung senja, bukan matahari terbit seperti imajinasinya selama ini.

Malam itu, dia mendengar Danar menjemput rekan lain di pelabuhan, perempuan yang juga dikenalnya. Juga malam itu, ketika dia duduk di samping perempuan yang baru saja dijemput Danar, percakapan itu didengarnya dengan sangat jelas.

“Hei, itu lo bebebmu apa sudah makan?” seorang gadis cantik bertanya kepada perempuan itu.

“Oh iya belum aku tanya…. Nar Danar sudah makan belum?”

Perempuan itu ternyata menyebutkan nama Danar, seketika mimpi-mimpi, harapan Ci tentang matahari terbit itu menghilang, menyisakan malam gelap yang dahulu. Matahari-nya telah tenggelam 2 tahun yang lalu. Sosok yang dilihatnya selama ini bukanlah matahari terbit untuknya, melainkan lembayung senja yang telah dinikmati orang lain. Malam itu, tepat malam itu, gulita kembali dalam kehidupan seorang gadis bernama Merci.

Selama ini memang gadis itu telah melupakan hal paling penting dalam cerita ini, ‘tidak ada 2 orang manusia yang benar-benar sama’, apalagi hatinya. Jelas bahwa Danar bukan Rio, hati Danar bukan hati Rio, perasaan Danar bukan perasaan Rio. Ci ada di hati Rio bukan Danar, itulah yang seharusnya disadari gadis itu sejak pertama kali bertemu Danar. Namun, Ci lupa hingga malam ini, bahwa ternyata hati Danar telah terisi oleh orang lain-bukan Ci.

Keesokan harinya kondisi tubuh gadis itu selaras dengan perasaannya. Berada di sekitar perempuan itu dan Danar, membuat bayang-bayang seakan itu adalah Rio yang sedang bersama perempuan lain, hatinya sakit. Ci merasa tubuhnya sedang tidak baik, perutnya selalu mual melihat dua orang itu di hadapannya, bahkan gadis itu sudah bolak-balik kamar mandi untuk memuntahkan semua isi perutnya. Namun, perasaan dan tubuhnya tak kunjung membaik-justru sebaliknya.

Sejak hari itu Ci tak suka lagi acara berkumpul satu kabupaten dengan rekan-rekannya. Danar tentu tak tahu-menahu dengan perasaan Ci ini. Kisah ini hanya tentang Ci dan bayang-bayang masa lalunya, menganggap Danar adalah Rio, laki-laki yang dua tahun lalu hendak mempersuntingnya.

***

Lembayung senja,

Sakit ini tidak pada tempatnya.

Kamu bukanlah Dia yang selama ini menyimpanku

Kamu bukanlah Dia yang lain

Kamu hanyalah Kamu dengan kehidupanmu

Aku sakit dan ini adalah 100% salahku

Senyum tipis itu tersungging dari bibir Ci. Siang ini, di rumah yang sejak setahun yang lalu ditinggalkannya, gadis itu baru saja mengucapkan selamat untuk Danar. Laki-laki yang ditemuinya setahun lalu itu telah menentukan pendamping hidupnya.

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan