Saya teringat pada sebuah momen dimana saya menjadi gelisah atas sebuah pertanyaan—serta jawaban—tentang nama Indonesia. Kala itu dalam sebuah forum diskusi ada seorang kawan yang bertanya, sekaligus menjawab pertanyaannya sendiri, “Darimana nama Indonesia sebenarnya muncul pertama kali? Dan pada siapa kita sepantasnya menisbatkan gelar Bapak Nama Indonesia?”.
Menurutnya, jawaban yang tepat adalah “Majapahit dan orang-orang Majapahit-lah Bapak Nama Indonesia” begitu paparnya dengan muka datar. Pada titik ini saya justeru terbelalak. Sebab sejauh ingatan saya, katanya, Moh. Hatta adalah Bapak Nama Indonesia.
Keliru! Ternyata sungguh keliru anggapan bahwa Majapahit dan orang-orangnya adalah Bapak Nama Indonesia. Bahkan ingatan saya yang beranggapan Moh. Hatta pun sama kelirunya. Saya sungguh tidak bisa membayangkan jika Bung Hatta ada di depan kita berdua. Saya yakin, sangat yakin, bukan hanya bantahan nan pedas seperti yang beliau perikan kepada S. Mok, SH. karena sudah beranggapan salah tentang hal demikian.
Lagi pula, Sarjana Hukum atau Sarjana Ekonomi mana yang lebih mendalami bidangnya daripada seorang· pengejar kertas tanda lulus doktoral, yang tidak mengenal nama sarjana jenial Max Weber dan karyanya ‘Wirtschaft und Gesellschaft” yang terbit sebagai jilid III dari “Grundriss der Sozialekonomik”?
Nah, kalau Mok, S.H. berusaha membaca buku ini, maka dia akan heran melihat, bahwa pada halaman 624 dari buku sarjana ini menyebut kata “Indonesien”. Adapun dengan kata ini yang dia maksudkan ialah Hindia-Belanda yang sekarang. Tentu Mok, S.H. akan setuju dengan saya, bahwa Prof. Max Weber tidak mengambil alih istilah itu dari kaum komunis. (Hatta: 1980, 7-8)
Saya pikir, dengan demikian Bung Hatta begitu marahnya. Saya mengerti barangkali tak simbang kondisi dimasa itu, yang dalam kerangka sosio-politis bisa terjelaskan dengan istilah Bung Hatta “Sosialistis-imperialistis” yang penuh tendensi politik penjajah, dengan kondisi yang saya alami. Barangkali jika direduksi dalam kerangka segala istilah yang sungguh tepat bagi kondisi saya adalah “bodoh”. Akan tetapi, saya ulangi, saya sangat yakin Bung Hatta akan sangat marah.
S. Mok, SH. yang mengatakan nama “Indonesia” adalah kata yang mengerikan dan ini istilah, kata S. Mok, SH, diciptakan oleh kalangan komunis mendapatkan bantahan yang sangat kuat. Demikian Bung Hatta memaparkan dalam keilmuan yang ketat bahwa nama itu tidak lah muncul dari kalangan komunis. Bahkan menurutnya, kalangan sosialis mengutuk penamaan gugusan kepulauan di lautan Hindia ini sebagai Indonesia yang pada waktu itu berada di bawah kekuasaan belanda.
Nama Indonesia Masa ke Masa
Berdasarkan perkembangan literatur, pertama kali munculnya nama Indonesia sebagai indeks dari gugusan kepulauan di lautan Hindia adalah tahun 1884 dalam buku “Indonesien oder die Inseln des malayischen Archipels”. “Indonesien”, demikian kata Bastian—penulis buku tersebut. Semenjak itu nama Indonesia lazim digunakan dalam ilmu pengetahuan, terutama dalam cabang ilmu bangsa-bangsa dan ilmu bahasa.
Demikian pula dalam Hukum Adat, C. van Vollenhoven secara konsekuen menggunakan kata “orang Indonesia”. Dalam karya “Het Adatrecht van Nederlands-Indie” cetakan keduanya, C. van Vollenhoven bahkan mengganti istilah pribumi (inlander) menjadi Indonesier. Dalam “Kolo-niaal Weekblad” tanggal 3 Februari 1927, tulisan Kreemer, dikatakan “…bahwa penamaan-penamaan tersebut pertama kali dipakai oleh ahli ilmu bangsa-bangsa Inggris J .R. Logan dalam karangannya yang dimuat dalam ‘Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia ” yang berjudul “The ethnology of the India Archipelago” dari tahun 1850. Dengan mengikuti Kreemer maka kita dapat memberikan “kebapaan” kata “Indonesia” kepada Logan dan bukan kepada kaum komunis abad ke-20.” (Hatta, 1980: 9)
Secara goegrafis tepatlah kita menisbatkan kebapaan kata Indonesia kepada Logan. Sekalipun demikian, jauh sebelum tahun 1850, secara ethnologis nama “Indu-nesians” sudah dipakai G. W. Earl. Berkaitan dengan itu, secara politis nama Indonesia pun mendapatkan tempat sebagai tuntutan kemerdekaan terhadap penjajah, Belanda. Hal itu bisa kita ketahui dari Perhimpoenan Indonesia yang secara kensekuen dipakainya dan perhimpunan tersebut pun mendapat legalitas oleh Gerakan Perdamaian Internasional pada tahun 1926.
Dalam “De Socialist, Nos. 12-13, Zaterdag 22 December 1928 Bung Hatta telah memaparkan bahwa bagaimanapun secara ketatanegaraan nama Indonesia adalah sah dipakai. Berkelindan dengan hal itu sejak tahun 1918 redaksi “Indonesia Merdeka” bersamaan dengan gerakan nasional, pers pribumi, dan pers Melayu-Cina telah mempropagandakan nama Indonesia.
Buku Nama Indonesia (Penemuan Komunis?) karya Mohammad Hatta ini merupakan pembuktian bagi saya akan anggapan seorang kawan dalam sebuah diskusi dan bahkan bagi ingatan saya sendiri. Bagi mereka penggemar Bung Hatta, ini buku adalah rekomendasi yang harus ditempatkan dalam daftar teratas bacaannya. Bukan hanya karena terkandung informasi tentang datangnya nama “Indonesia”, akan tetapi kita akan mengerti, suatu hal yang sengaja saya ulas, bagaimana orang orang nasionalis memperjuangkan nama Indonesia untuk gugusan kepulauan ini.
*Oleh Gasrul; Giat Rumah Baca Srawung.
Judul : Nama Indonesia (Penemuan Komunis?)
Serial : –
Penulis : Mohammad Hatta
Genre : Non Fiksi
Penerbit : YayasanIdayu
Rilis : 1980
Format : E-book
Halaman : 31hlm.
Sumber : –
Belum ada tanggapan.