Salah satu penulis yang bukunya paling ‘tidak suka’ tetapi ‘harus’ saya baca adalah Milan Kundera. Segala sesuatu tentang dia rumit. Mungkin dia tipe penulis yang memaksa proses berpikirnya ke dalam sebuah cerita. Di dalam cerita, Kundera mendorong keluar kecerdasannya ke dalam tiap tokoh cerita sehingga kepentingan mereka berada di sana adalah membawa misi penghancur imajinasi pembacanya. Jika dia sedang merenungkan sesuatu, maka kita tidak sedang membaca seseorang yang sedang merenung melainkan kita dipaksa untuk ikut merenung. Seperti seorang pengkotbah di bukit, Kundera ada di sana untuk menjejalimu dengan semangat berpikir kritisnya, mementaskan drama filosofisnya, dan memperlakukan tokoh cerita di dalamnya sebagai manusia yang hanya bisa hidup jika benar-benar berpikir.
Kitab Lupa Dan Gelap Tawa & The Unbearrable Lightness of Being
Buku pertama Milan Kundera yang berhasil saya baca tentu saja itu, Kitab Lupa Dan Gelap Tawa. Dari buku ini saya akhirnya tahu darimana kutipan tentang ‘ingatan melawan lupa’ itu berasal (perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan ingatan melawan lupa). Dalam dunia sastra modern nama Milan Kundera terlalu besar untuk diabaikan. Dia revolusioner dalam berpikir, pertapa sejati, filosof di satu sisi dan politikus di sisi lain, sastra dan bisa jadi anti sastra (karena menulis novel hampir seperti essai), psikolog tetapi membuat pembacanya gila.
Nama besar Kundera mengharuskan saya membaca karya-karyanya. Mungkin karena saya tertarik pada psikologi. Saya tertarik pada aspek psikologi dalam karya-karya Kundera lebih karena aspek ini menarik dan lebih mudah dicerna ketimbang filosofinya. Saya terpaksa melupakan setiap buku Kundera sebagai sebuah novel. Fiksinya hanya terbatas pada keberadaan fisik tokoh-tokohnya, sementara cara mereka hidup dan berpikir adalah murni desain psikologi dari penulisnya.
Dalam The Unbearrable Lightness of Being kita bertemu dua sosok utama, Tomas dan Tereza. Mereka menjalani kehidupan percintaan dalam pergulatan psikologi yang pelik. Tereza tahu Tomas suka main perempuan. Dia jadi bergulat dengan psikisnya sendiri. Bayangan Tomas dengan wanita lain selalu menghantaui hubungan mereka. Namun dia tidak mengambil cara simpel dengan meninggalkannya. Kundera memaksa tokoh wanita ini bertarung dengan psikis dan batinnya sendiri. Dengan demikian kita menjadi tahu bahwa hubungan asmara antara dua manusia tidak melulu tentang emosi dan seks. Kita akan bertemu dengan wanita bernama Sabina dalam buku ini, yang mana dia menjalani hidup dengan penuh kebebasan termasuk seks. Melalui wanita ini, Kundera membentang narasinya tentang apa itu kebebasan yang dikatakan bisa absolut.
Sebuah affair hanyalah salah satu objek dimana Kundera meletakan dasar-dasar berpikir mengenai hidup, keinginan, hasrat serta pribadi-pribadi di dalamnya. Novel ini mungkin satu-satunya novel Kundera dimana dia membuat sebuah pendekatan fiksi yang lebih sederhana, dimana pembaca bisa lebih berimajinasi tentang kehidupan tiap tokoh ketimbang membaca essai yang dipaksa ke dalam sebuah novel.
Identitas & Kelambanan
Bukunya identitas lebih tipis. Kundera menulis tentang Chantal dan Jean-Marc dalam hubungan rumah tangga mereka yang dibalut cinta, persahabatan dan kecemburuan. Namun tidak sesederhana itu. Kundera malah membahas tentang kelesuan identitas. Pasangan ini terkurung dalam sebuah hubungan dengan keraguan terhadap masing-masing pihak. Walaupun diselingi dengan bahasan mengenai persahabatan, kehidupan dan kematian, identitas seperti judulnya menyodok saya untuk melihat pasangan saya dengan lebih jelas karena mungkin saja kita telah kehilangan identitas baik terhadap pasangan maupun terhadap diri sendiri. Seperti Chantal kita bisa bertanya apakah benar pasangan kita jatuh cinta pada kita (jika cinta adalah syarat untuk bersama). Di sini Kundera, melalui Chantal bertanya apa indikasi seseorang yang jatuh cinta itu. Pertanyaan tak terjawab ini membuat Chantal sering mematai-matai pasangannya.
baca juga: Pencuri dan Anjing-Anjing
Buku tipis juga ditemukan dalam novel Kelambanan. Dulu waktu membaca membaca buku ini saya berpaling pada orang-orang yang sedang berbicara mengenai konsep hidup slow living. Kundera melihat manusia telah hidup di masa dimana pemaknaan waktu telah membingungkan. Manusia terjebak dalam ekstase kecepatan sehingga waktu hanya dipandang sebagai saat ini, bukan keberlangsungan secara utuh. Seperti orang yang tengah melajau kencang di atas kendaraan, yang dia pikir adalah pada detik itu dia tidak apa-apa dan masih bernapas tetapi tanpa berpikir kenapa dia harus mempercepat kendaraannya, tidak takutkah dia tiba-tiba tertabrak dan mati. Buku ini menjadi buku pertama yang ditulis oleh Kundera dalam bahasa Perancis sebagai eksis di negara itu. Buku kedua dalam bahasa yang sama adalah Identitas.
Salut, Kundera!
Membaca Milan Kundera butuh sebuah kesadaran bahwa buku yang ada di tanganmu bukan novel sebagaimana novel. Jangan mencari kesenangan atau kepuasan di atasnya. Buku-buku Kundera tidak menawarkan ketuntasan cara berpikirnya, dia hanya memukul tembok penghalang di dalam pikiran kita sehingga jadi memikirkan apa yang dia pikirkan. Dengan cara demikian kita lebih akan menikmati petualangan psikologis tokohnya ketimbang kehidupan mereka. Namun demikian, bukan berarti Kundera tidak punya selera humor. Kundera memiliki itu, dia bahkan menggunakan humornya secara satir pada politik dan sering pula pada percintaan.
Hari ini Milan Kundera sudah semakin sepuh. Saya harap kesesakan dalam kepalanya mulai berkurang sehingga buku-bukunya di masa sepuhnya lebih ringan dari sebelumnya. Karena begitulah seorang penulis, semakin tua dia kan semakin ringan hingga satu titik dia menulis dengan cara yang berbeda tetapi tetap bernas. Terima kasih Kundera, telah membantu manusia untuk mempertahankan hidup dalam kegilaan ini.
catatan: dua buku Milan Kundera ini bisa anda dapatkan gratis dari penulis artikel atau bayar seharga buku bekas.
Belum ada tanggapan.