Buku ini adalah biografi dari seorang yang berpengaruh. Dia bercerita tentang Bapak Andi Wijaya. Bagi yang belum mengenalnya, Beliau adalah pendiri dari Laboratorium Klinik, PT. Prodia Widyahusada. Saya tertarik membaca buku ini karena, seperti yang telah kita tahu, laboratorium ini berdiri tegak dan tersebar di seluruh Indonesia. Apa yang membuat beliau begitu hebat dalam membangun perusahaannya dapat disimak dan dipelajari dari buku setebal 126 halaman ini. Buku ini akan membeberkan rahasia sukses seorang pengusaha di bidang farmasi.
Buat saya pribadi, membaca buku biografi seringkali membangkitkan motivasi tersendiri. Buku ini mampu mendorong saya untuk semakin berkarya. Seolah buku ini memberi sebuah suri teladan yang patut untuk ditiru. Nilai-nilai tentang kerja keras, ketekunan, keuletan, pantang menyerah, serta mau terus belajar menjadi inspirasi tersendiri buat saya.
Ada yang menarik dari buku ini. Pak Andi punya suatu falsafah hidup yang disebutnya dengan istilah falsafah Bebek. Beliau sendiri yang menciptakan istilah ini. Waktu kecil, setiap hari, Beliau bertugas mengangon bebek. Dari situ, Beliau mempelajari satu hal, ternyata bebek punya sebuah kebiasaan, yaitu berbaris. Bebek-bebek itu akan berbaris rapi dari kandang menuju sawah. Uniknya, dari pengamatan Pak Andi, bebek itu berbaris setiap hari dengan pemimpin rombongan yang selalu berbeda. Dari sini, Pak Andi mengambil sebuah prinsip penting tentang kepemimpinan. Bebek punya sistem kepemimpinan yang bagus. “Kita harus belajar dari falsafah bebek. Rukun, produktif, saling melindungi, sabar, dan menjaga kepentingan bersama.” demikian pengakuan Pak Andi dalam buku ini.
Prinsip inilah yang sekarang dipakainya dalam mengelola laboratorium klinik miliknya. Di usianya yang sudah mulai senja, Beliau berani mempercayakan Prodia kepada para pemimpin yang lebih muda dan berbakat. Karena seperti falsafah bebek-nya, Beliau meyakini bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin.
Hal menarik lainnya yang bisa dipelajari dari buku ini adalah usaha Pak Andi untuk turut berperan serta mencerdaskan generasi penerus bangsa. Beliau tidak pernah mengeluhkan, apalagi memprotes semua kekurangan yang dihadapi bangsanya. Sebaliknya, dengan diam-diam, Beliau mecoba mencukupi kebutuhan yang diperlukan bangsanya – terutama dalam hal sumber daya manusia. Dari buku ini kita mengetahui, kalau Beliau sangat mengutamakan pengembangan karier dari karyawannya. Sekian persen dari omset laboratoriumnya disumbangkan untuk memberikan beasiswa sekolah bagi para stafnya dan para rekan kerjanya. Hasilnya, banyak dari staf dan rekan kerjanya kini sudah bergelar master dan doktor.
Setelah membaca buku ini saya mengambil kesimpulan bahwa beliau adalah pribadi yang luar biasa. Beliau adalah seorang pemimpin yang bertanggung jawab. Ada lagi yang lain yaitu sifat Beliau yang tidak membuat jarak antara pemimpin dan bawahan. Pak Andi Wijaya menyayangi karyawannya seperti layaknya anak sendiri. Sebuah ciri pribadi yang rendah hati, bukan?
Selain cara penulisannya yang ringan dan mudah dipahami, buku ini juga menyajikan testimoni-testimoni mengenai Beliau. Testimoni datang dari para dokter terkenal dan para profesor universitas yang ternama di Indonesia. Testimoni yang menurut saya sangat mengharukan. Dari sini terlihat, Beliau bukan hanya diakui kepintarannya dan disegani kewibawaannya, tapi juga diberi perhatian oleh para koleganya.
Kekurangan dari buku ini, bagi saya pribadi, hanya satu. Eka Budianta tidak banyak mengupas tentang kehidupan di luar pekerjaan Bapak Andi Wijaya. Misalnya, bagaimana peran dari keluarga dalam mendukung profesi Beliau. Hal-hal demikian tidak terlalu banyak dikupas dalam buku ini. Padahal, rahasia sukses seseorang tidak hanya bergantung pada dirinya sendiri, tapi juga melibatkan orang-orang di sekitarnya. Dalam hal ini adalah peran keluarga.
Adakah rahasia sukses lainnya yang bisa kita pelajari dari sosok laki-laki berusia delapan puluh tahun ini? Tentu saja.
Belum ada tanggapan.