Anak-anak di masa sekarang hampir tak memiliki cukup banyak waktu bersama orangtua mereka. Waktu di keluarga semakin lama semakin terkikis oleh berbagai lembaga yang dipercayakan oleh orangtua untuk mendidik anak. Lembaga-lembaga itu diyakini oleh sebagian besar orangtua kita ampuh dan mampu mengatasi berbagai rintangan serta tantangan zaman yang semakin pelik ini.
Ada kekhawatiran bahwa anak-anak mereka tumbuh tak seperti yang mereka harapkan. Mereka memerlukan tangan lain untuk membantu, memberikan sumbangsih serta menjadikan anak mereka tumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan. Pondok pesantren, sekolah modern adalah salah satu tempat yang biasa dijadikan orangtua rujukan untuk mengurus, serta mempercayakan anak mereka tumbuh sesuai harapan mereka.
Apa yang terjadi jika pendidikan orangtua sendiri justru tak berhasil untuk percaya bahwa orangtua mampu mendidik anak mereka sendiri. Selain hubungan orangtua dengan anak yang semakin renggang, maka ada rasa kurangpercaya dari seorang anak kepada orangtua. Mereka akan lebih dekat dengan oranglain daripada orangtua sendiri.
Padahal kalau ditilik secara natural, sebenarnya orangtualah tempat yang paling awal anak tumbuh dan berkembang. Mulai dari anak lahir, memberikan popok, mengganti popok, hal itu tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari aktifitas orangtua ketika anak di usia-usia belia.
Bagaiaman pembentukan karakter di lingkungan keluarga?. Bagaimana model yang bisa kita pakai dalam pendidikan karakter di keluarga?. Melalui buku Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga (2014) karangan Amrullah Syarbini kita bisa menilik cara kita menanamkan karakter di lingkungan keluarga.
Melalui berbagai referensi yang dipanggulnya, ia memaparkan dan menyimpulkan berbagai pengertian berkenaan pendidikan karakter, hingga menyimpulkan bagaimana metode yang tepat dalam menanamkan pendidikan karakter di lingkungan keluarga. Menurut Thomas Lickona (1992:80) pendidikan karakter adalah upaya membentuk /mengukir kepribadian manusia melalui proses knowing the good (mengetahui kebaikan), loving good (mencintai kebajikan), yaitu proses pendidikan yang melibatkan tiga ranah pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling) dan tindakan moral (moral acting) sehingga perbuatan mulia bisa terukir menjadi habit of mind, hearts and hands. Tanpa melibatkan ketiga ranah tersebut pendidikan karakter tidak akan berjalan efektif.
Menurut penulis, keluarga sendiri menjalankan fungsi yang pokok diantaranya adalah fungsi edukasi, fungsi proteksi, fungsi afeksi (pemupuk kasih sayang), fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi religi, fungsi ekonomi, fungsi rekreasi, fungsi biologis, dan fungsi transformasi. Di dalam keluarga, fungsi-fungsi itu melekat dalam kehidupan keluarga sehingga melahirkan karakter dalam diri anak.
Pemerintah sebenarnya telah menetapkan 18 nilai yang bersumber dari agama dan budaya serta falsafah bangsa. Diantaranya adalah nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggungjawab.
Menurut penulis ada sepuluh nilai yang bisa ditanamkan dalm jiwa anak melalui keluarga diantaranya adalah : Keimanan dan ketakwaan, kejujuran kedisiplinan, percaya diri, tanggungjawab, keadilan, sopan santun, pemaaf, sabar dan peduli (h.40).
Ada beberapa metode yang bisa dipakai untuk mencapai nilai-nilai pendidikan karakter di dalam keluarga kita diantaranya : Metode Internalisasi, metode keteladanan, metode pembiasaan, metode bermain, metode cerita, metode nasihat, metode penghargaan dan hukuman.
Metode-metode ini bisa dipakai di dalam keluarga kita. Seiring dengan tantangan anak di masa sekarang, maka orangtua bila tidak sepenuhnya bisa mengurusi anaknya, bisa menanamkan nilai-nilai serta metode itu kepada yang mengasuhnya di rumah bisa keluarga yang lain atau pembantu.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan anak ketika mereka di rumah. Tapi dalam bereksplorasi di rumah, keluargalah yang menjadi tumpuan terhadap perkembangan dan pertumbuhannya. Terlampau pasrah dan memudahkan oranglain untuk mengurus anak kita adalah bagian dari sesuatu yang tak tepat. Mereka (Anak-anak) tak hanya perlu menemukan figur (idola), mereka memerlukan pujian dan juga penghargaan dari keluarga mereka.
Pembentukan karakter anak memang susah, tapi dengan kesabaran, serta keikhlasan dari keluarga kita, akan membuat anak semakin betah, serta menemukan kehangatan mereka di rumah. Metode yang diungkapkan penulis di buku ini merupakan metode sederhana, metode yang jamak digunakan. Dan tentu saja kita bisa melaksanakan model pendidikan karakter di buku ini dengan tidak melepaskan peranan orangtua maupun anggota keluarga kita.
*) Peminat Dunia Pendidikan dan Anak, Penulis Buku Ngrasani !(2016)
Judul buku : Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga
Penulis : Amirulloh Syarbini
Tahun : 2014
Halaman : 107 Halaman
Penerbit : Elex Media Komputindo
ISBN : 978-602-02-2937-9
Belum ada tanggapan.