Sebuah cerita, sebagaimana dongeng, memiliki potensi untuk menjadi abadi. Seperti juga kisah sastra klasik yang ditulis oleh O. Henry yang bertajuk Cinta Yang Hilang (2011). Kisah-kisah yang ditulis di buku ini sudah menjadi klasik, tapi memiliki kekuatan untuk sampai pada kita di hari ini. Meski pengarangnya telah mati di tahun 1910. Tercatat, sejak 1901, ia mulai rajin menulis cerpennya seminggu sekali di koran World yang terbit di New York. Cerita-Cerita yang ada di buku ini memang mengisahkan romantika, dinamika dan kisah cinta tentang manusia “kota”.
Sebagai cerita berlatar belakang “kota”, kita tentu bisa membayangkan bagaimana perangai tokoh orang-orang di kota. Selain kuat dengan kesan “cuek”, “sadis”, dan “individualis”, mereka juga jauh dari kesan ramah, banyak cakap, dan mudah bergaul. Kesan-kesan si tokoh yang demikian itu pula yang akan kita temui ketika membaca cerita garapan O. Henry.
Barangkali pembaca menaruh curiga mengapa penulis memberi judul Cinta Yang Hilang?. Apakah manusia kota yang hendak dikisahkan oleh O Henry, adalah manusia-manusia yang putus asa, patah hati, dan penuh kehilangan?. Mari kita menelisik cerita-cerita di buku ini satu persatu. Buku ini terdiri dari tujuh cerita, cerita-cerita inilah yang dianggap master piece dari penulis.
Cerpen pertama berjudul Cinta Yang Hilang. Cerita ini dibuka dengan cerita seorang tamu yang akan menginap di losmen. Saat memasuki kamar di Losmen itu, sang tamu mencium bau yang aneh, dan merasakan ada yang aneh dengan penginapan itu. Walau begitu, pemilik losmen dan stafnya tak hendak mengisahkan apa yang terjadi sebenarnya. Mereka justru mengarang-ngarang cerita tentang keistimewaan losmen ini yang didatangi tamu-tamu penting.
Sang tamu makin percaya mengenai apa yang diceritakan oleh pemilik losmen. Kita bisa mengutip bagaimana O Henry melukiskan yang magis disini. “Bau yang tajam itu menggelantung padanya serta menyelimutinya.Dia menggapainya. Seluruh perasaannya saat itu bingung serta bercampur aduk. Bagaimana seseorang mampu dipanggil oleh sebuah bau? Pastilah harus ada suara. Namun, jelas bukan suara yang telah menyentuh serta mengelusnya (h.15).
Mc Cool, tuan rumah akhirnya memuji bagaimana cara Ny purdy petugas di Losmen itu karena berhasil memikat tamu yang menginap di Losmen itu. Tapi ada sisi yang hendak diungkap oleh O Henry di novel ini. Bagaimana ia memotret tentang sisi mistis, sisi dongeng, yang ada di perkotaan. Tema tentang magis, tentu menjadi tema yang langka di kala itu. Ada kesan bahwa Henry mencoba mengangkat kembali tema itu, untuk mengkritik modernitas di New York di masa itu. Ia hendak menunjukkan bahwa di tengah otak, atau situasi yang serba bisnis, ia ingin melihat sisi lain yang dekat dengan yang berbau kapital itu, dengan sisi magis dan dongeng. Kita bisa melihat sisi pragmatis dari kota di cerita ini. “Benar, dengan cara menyewakan kamar maka kita bisa hidup. Kau punya naluri bisnis. Banyak orang akan menolak menyewa kamar itu bila diberi tahu ada yang bunuh diri setelah tidur di tempat tidurnya”.
Cerita kedua diberi judul Hadiah Kejutan. Cerita yang romantis habis, bila di cerita pertama dikisahkan tentang hal yang mistis dengan yang bisnis. Kini, di cerita kedua, kita disuguhi kisah sepasang kekasih yang hendak merayakan natal. Jim, sang suami hendak menghadiahi istrinya sebuah penjepit rambut yang sangat mewah. Ia sudah berusaha mengumpulkan apa yang ia punya hanya untuk menghadiahi istrinya Della di hari natal. Ia telah menjual jamnya hanya untuk membelikan sang istri penjepit rambut yang indah. Sedangkan Della sendiri pun dengan penuh upaya, ia mencari uang agar bisa memberikan hadiah untuk Jim yang istimewa di hari natal. Della hendak membeli rantai platina untuk jam tangan yang dipakai Jim. Akhirnya Della pun memutuskan untuk memotong rambutnya yang panjang. Dengan menjual rambutnya itulah, Della akhirnya mampu membelikan rantai platina untuk jam tangan Jim.
Keduanya pun sama-sama terkejut saat kembali ke rumah. Mereka pun merasa terharu saat menyadari apa yang dilakukan keduanya. Cinta yang romantik seperti ini tentu saja terkesan mustahil di kota. Tapi Henry merasa hal itu mesti disorot dan dituliskan, sebab di New York yang penuh dengan kesendirian, keramaian, dan kebisingan, ada yang luput dari kita saat melihat ada sisi romantik dari kota seperti kisah yang diceritakan di kisah ini.
Pada cerita yang berjudul Bukti Cerita diceritakan percakapan antara seorang redaktur dengan penulis cerita. Percakapan pun berlanjut sampai kepada dialog yang serius mengenai bagaimana cerita yang layak. Sampai si penulis cerita menanyakan hal yang membuat sang redaktur geram. “ apa kamu mau menerima “ Tanda Bahaya Jiwa” kalau kamu percaya bahwa tindakan dan kata-kata para tokoh dalam bagian cerita yang kita diskusikan itu sesuai dengan kehidupan nyata?”.
Sang Redaktur pun menjawab : “Mungkin sekali akan kumuat jika aku bisa mempercayainya. Namun, aku sudah jelaskan padamu bahwa aku tidak percaya” kata Sang Redaktur (h.46). Cerita ini diakhiri dengan kegeraman Sang Redaktur, saat yang menjadi objek cerita sekaligus tokoh dicerita sang penulis itu adalah istrinya sendiri. Saat itulah, sang redaktur jadi geram dan marah.
Di cerita selanjutnya, Semata-mata Bisnis, kita menemukan bagaimana penulis menguak sisi gelap pekerjaan seorang pekerja seni di kota. Bagaimana ia harus berhadapan dengan hidup yang keras di satu sisi, serta pergulatan untuk mempertahankan idealisme. Inilah yang nampak di teater kota yang disorot oleh Henry. “belakangan, para pelakon banyak dibicarakan dalam pandangan baru. Tampaknya sudah bukan rahasia lagi, ketimbang menyerupai tukang hura-hura dan dewi penggoda yang haus harta, mereka malah mirip pebisnis, mahasiswa dan pertapa yang memiliki real-estate, dan melakukan urusan pribadi mereka seteratur dan seterhormat mungkin , sebagaimana warga negara yang baik t erikat pada putaran jentera gas, uang sewa, batu bara, es dan penjaga gedung (h.55).
Di pungkasan buku ini, kita akan menikmati cerpen yang cukup getir tapi begitu romantik. Bagaimana seorang sepasang kekasih Joe dan Delia. Delia akrab dengan musik, Sedangkan Joe sendiri adalah seorang pelukis. Ketika keduanya hendak mengejar cita-citanya masing-masing, keduanya pun harus menutupi identitas mereka sebenarnya. Joe yang semula hendak kuliah dan belajar tentang seni ke jenjang yang lebih tinggi. Namun naas ia tak cukup memiliki biaya sendiri. Akhirnya, ia bekerja di Binatu menjalankan mesin disana. Sedangkan Delia berbohong ketika mengajarkan murid-murid lesnya untuk belajar musik. Ternyata, ia bekerja sebagai seorang tukang cuci di Binatu.
Kedua orang ini sama-sama menutup-nutupi identitas mereka, sampai akhirnya terkuak. Tapi saat identitas mereka terbuka itulah, cinta mereka justru semakin erat, kuat. Saat itulah, sebenarnya O Henry hendak menghadirkan kisah cinta yang sebenarnya musykil di kehidupan kota. Tetapi hal yang terkesan musykil, sulit untuk dipercaya itulah yang sebenarnya sangat dirindukan di kehidupan kota yang identik dengan hal yang keras, kecepatan, dan kehendak mengejar uang dan mempertahankan hidup. Saat itulah cerita-cerita Henry bagai oase, yang hendak mengingatkan kita, bahwa di kehidupan kota, masih ada kisah cinta yang menyentuh, romantik, dan getir.
Belum ada tanggapan.