Saat aku mati nanti, tak perlu kau wartakan kepada semua warga kampung tentang alasan kematianku. Cukup kita berdua saja yang tahu akan hal itu.
Aku ingin kau meletakkan jasadku pada sebuah pusara tua dengan nisan tak bernama di atas kepala. Mengenai hal ini, kau tak perlu bertanya: mengapa? Jangan pernah pula kau menduga yang bukan-bukan. Ini rahasiaku. Dan cukup aku saja yang mengetahuinya.
Saat aku mati nanti, aku ingin kau jangan terlalu berlarut-larut dalam kesedihan. Itu hanya akan membuat dirimu menderita. Rugi rasanya menghabiskan air dari matamu. Jangan-jangan, kamu jatuh sakit lagi, lalu menyusul aku.
“Tidak. Itu tidak boleh terjadi”, tegasku dalam hati sambil menatap iba ke matamu.
Karena itu, jika senja hampir menua di seberang sana, kau harus sudahi air itu. Memang pahit rasanya ketika orang yang kita cintai terlalu dini pergi meninggalkan kita dan pamit terlalu pagi pada bumi. Padahal hari masih begitu panjang tuk dijejaki. Apalagi kalau kepergiannya telah memberi bekas yang begitu berharga dalam hati kita, yakni kenangan. Itu akan sangat menyakitkan. Aku pun sudah menduga, kau tentunya akan tersakiti apabila sudah tiba waktunya bagiku. Tapi, kau tahu sepenuhnya tentang alasan dari semuanya itu. Sudahlah. Jangan buang-buang air dari matamu. Percuma.
Saat aku mati nanti, jangan pula kau biarkan bunga yang pernah kita tanam menjadi layu. Itu adalah kenangan terindah bagiku. Masih teringat begitu erat dalam benakku tentang setiap detik dari kisah itu. Aku tidak lupa, kala itu hari belum terlalu larut tuk dikatakan malam. Di bawah pohon ketapang depan halaman rumah, disaksikan bunga yang baru kita tanam itu, kau berujar:
“Aku akan memberikan setangkai bunga pertama darinya kepadamu”.
Saat aku mati nanti, jangan lupa kau melawati pusaraku sebulan sekali. Tapi, ingat. Kau harus membawa serta Melati sebagai ungkapan kepenuhan janjimu, yang kita sepakati sehari sebelum aku mati.
Catatan: Fiksi mini di atas diramu dan dikembangkan dari puisi berjudul “Saat Aku Mati Nanti” karya penulis sendiri. Pernah dimuat di Pos Kupang (koran harian NTT) pada 12 November 2017.
Belum ada tanggapan.