Fasisme menurut Purcel (2004) adalah suatu doktrin ideologi negara nasionalis ekstrim yang bersifat totaliter. Negara fasis berambisi untuk menguasai seluruh aspek kehidupan rakyatnya. Di negara fasis rakyat tidak memiliki kebebasan. Di negara fasis rakyat dipandang hanya sebagai perangkat untuk mewujudkan kepentingan negara. Soekarno mengganggap fasisme sangat bertolak belakang dengan demokrasi. Soekarno dalam buku Indonesia Vs Fasisme (2000) menyebut fasisme selalu bertumpu pada kediktatoran (dictatorship), militerisme, dan kesombongan primodial pada ras tertentu.
Fasisme yang melanda dunia pasca perang dunia pertama merupakan pukulan telak bagi keberlangsungan demokrasi dan perjuangan kemerdekaan. Fasisme merenggut kebebasan bicara dan kebebasan berorganisasi. Fasisme mendorong manusia untuk takluk pada ambisi seorang pemimpin besar. Pemimpin besar dalam negara fasis ibarat seorang jendral yang setiap keinginannya adalah perintah yang tidak boleh dibantah oleh anak buahnya.
Ketaatan pada pemimpin besar merupakan salah satu pilar bagi keberlangsungan fasisme. Prinsip atau pilar fuhrership adalah prinsip atau pilar pemujaan pada pemimpin besar. Dalam perspektif fasisme, pemimpin besar tidak pernah salah dan selalu benar. Kewajiban rakyat dalam negara fasis hanya mentaati perintah pemimpin besar. Dengan taat dan menuruti perintah pemimpin besar, keselamatan dan kesejahteraan rakyat akan terjamin.
Dalam menghadapi bahaya fasisme, George Dimitrov membuat suatu pidato menarik di kongres doenia komoenis internasional jang ke VII di tahun 1935. Pidato tersebut kemudian dicetak oleh penerbit Oesaha Kaoem Boeroeh Jogjakarta menjadi dua jilid buku bersambung. Penerbitan pidato Dimitrov menjadi dua jilid buku bersambung disebabkan oleh kesoekaran pertjetakan yang dialami penerbit. Pada buku jilid pertama penerbit Oesaha Kaoem Boeroeh Jogjakarta menyuguhkan pemahaman-pemahaman dasar fasisme meliputi: “gambaran jang njata, apakah sebenarja fascisme itoe, dan bagaimana bentoek persatoean perdjoeangan”. Pada jilid dua penerbit Oesaha Kaoem Boeroeh Jogjakarta menyuguhkan taktik perjuangan melawan fasisme.
Kita bisa memaklumi kesulitan percetakan yang dialami penerbit, sehingga mengambil keputusan untuk mencetak pidato Dimitrov ini menjadi dua buku tipis. Di awal bulan Mei tahun 1946 bangsa Indonesia memang sedang giat-giatnya berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan. Bangsa Indonesia sedang mengalami periode yang disebut Soekarno sebagai periode perjuangan fisik. Mungkin, usaha penerbitan buku Dimitrov oleh penerbit Oesaha Kaoem Boeroeh adalah bagian dari gerakan perjuangan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia oleh kaum buruh.
Dalam buku Taktiek Perdjoangan, Dimitrov mengulas bahaya fasis bagi kaum buruh internasional di Uni Soviet-Eropa, maupun di negara-negara lain yang berstatus jajahan dan setengah jajahan. Fasisme menurut Dimitrov mengalami kemenangan disebabkan karena keterlambatan pemahaman orang-orang komunis dalam mengantisipasi gerak laju kapitalisme. Fasisme adalah suatu tahapan kapitalisme lanjut. Fasisme adalah periode kapitalisme yang mulai terdesak dan menemukan jalan keluar melalui perang dan agresi untuk menyelamatkan kapital besar.
Fasisme memanfaatkan bahasa-bahasa kerakyatan untuk mengambil simpati kaum buruh yang mulai terdesak oleh adanya krisis besar dalam tubuh kapitalisme. Buruh yang lapar, miskin, menderita, dan tidak terideologi akan dengan gampang terjerumus pada demagogi fasisme. Sebab menurut Dimitrov, fasisme begitu mahir dalam menarik simpati kaum buruh yang tidak memiliki kesadaran kelas. Dalam hal ini, fasisme begitu lihai memanfaatkan psikologi kaum buruh yang mulai frustasi. Kaum buruh yang mulai frustasi akan diberikan jaminan rasa aman oleh fasisme atas nama fuhrership. Buruh secara tidak kritis diberikan kenyamanan dan keamanan oleh ideologi fasis.
Dalam mengatasi persoalan fasisme yang sedang melanda dunia, Dimitrov mengusulkan strategi perjuangan bagi kaum buruh revolusioner sedunia. Kaum buruh sedunia, menurut Dimitrov, harus membuat sebuah pilihan, antara membentuk front persatuan perjuangan yang luas atau menjalankan disiplin partai yang militan. Dimitrov, secara taktis, menganjurkan pembentukan front perjuangan yang luas untuk menghalau gerak laju fasisme. Namun, dalam pembentukan front perjuangan anti fasis, dimitrov mengajukan beberapa syarat yang harus diperhatikan kaum buruh. Syarat-syarat yang diajukan Dimitrov antara lain:
“Pertama, atas dasar kemerdekaan jang seloeas-loeasnja dari pengaroeh bordjuasi dan tidak ada hoeboengan antara (blok) sosial demokrat dan bordjoeasi. Kedoea, atas dasar persatoean aksi. Ketiga, atas dasar perloenja adanja revolusi oentoek merobohkan pemerintahan bordjoeasi dan mendirikan diktator proletar dalam bentoek Sovjet. Keempat, menentang peperangan jang diadakan oleh kaoem bordjoeisi. Kelima, dengan dasar; partai harus disoesoen atas sendi pemoesatan demokrasi, jang mendjamin persatoean kemaoean, dan aksi, dan dilaraskan dengan pengalaman-pengalaman bolshevik Rusia”. (Halaman 19).
Syarat-syarat yang diajukan Dimitrov tersebut bersifat mutlak dan tidak boleh ditawar oleh kaum buruh. Sebab, menurut Dimitrov, kehilangan salah satu poin dalam syarat pembentukan front perjuangan anti fasis berarti kekalahan kaum buruh revolusioner dan kaum komunis. Kaum buruh revolusioner yang melalaikan persyaratan dalam pembentuan front persatuan perjuangan anti fasis dianggap Dimitrov telah memundurkan gerak laju kemenangan sosialisme. Kaum buruh revolusioner yang mengabaikan persyaratan pembentukan front perjuangan adalah kaum buruh yang kurang disiplin dalam mengikuti petunjuk-petunjuk marx dan bukan seorang marxis yang baik.
Untuk negara-negara Eropa dan Asia, dimana sosialisme dan kaum komunis tidak memegang kekuasaan, Dimitrov menguraikan perlunya persamaan pemahaman dalam persoalan perang dunia. Dimitrov menjelaskan pentingnya ketidakterlibatan kaum buruh dalam perang yang sedang berlangsung. Dimitrov menguraikan: “apakah sebabnja menolak memberi bantoean kepada kaoem boerdjoeasi dalam peperangan adalah sjarat persatoean politik? Adapun sebabnja kaoem boerdjoeis mengadakan peperangan itoe oentoek kepentingannja sendiri, dan boekan oentoek kepentingan bagian besar dari rakjat. Kaoem imperialis dalam peperangan itoe merentjanakan toedjoeannja oentoek lebih kedjam lagi memeras dan menindas kaoem pekerdja dalam negerinja sendiri”. (halaman 21).
Ulasan dan strategi perjuangan Dimitrov di tahun 1935 dalam menghalau fasisme di negeri jajahan, sangat sesuai dengan kampanye anti indie weerbaar Semaoen, Tan Malaka, dan Darsono di Indonesia. Peperangan imperialis dianggap oleh Semaoen cs sebagai perang untuk memperebutkan daerah jajahan dalam sistem kapitalisme. Siapapun yang menang, entah blok Blok Belanda atau blok Jerman, tidak akan berpengaruh pada nasib kaum buruh di Indonesia. Kaum buruh yang telah diperas habis tenaganya oleh kaum kapitalis, kini, dianggap Semaoen cs, akan dikorbankan oleh negara kolonial belanda untuk tumbal peluru dan meriam. Pemimpin pergerakan kebangsaan dan kaum buruh revolusioner yang sadar pada bahaya perang hendaknya menolak keberadaan indie weerbaar. Selain itu, pemimpin buruh dan kaum pergerakan yang progresif juga harus mencela kampanye Tjokroaminoto untuk indie weerbaar, yang menjadikan kaum buruh umpan peluru. Dengan bersatu menolak perang imperialis, kaum buruh diharapkan bisa fokus dalam strategi perjungan membangun blok perjuangan anti fasis yang demokratis dan revoluioner.
Demikianlah ulasan Dimitrov mengenai strategi perjuangan melawan fasisme. Saat kediktatoran mulai nampak di depan mata, saat perpustakaan jalanan di Bandung dibubarkan militer, saat itu jugalah kita harus mengingat uraian Dimitrov tentang bahaya fasisme. Saat toleransi tersandera, saat demokrasi terancam, ada baiknya kita membuka kembali uraian-uraian Dimitrov tentang strategi melawan fasisme. Sebab uraian-uraian Dimitrov bisa membatu kita dalam mempertajam pisau analisa dan pembendaharaan strategi perjuangan. Dengan pisau analisa yang tajam dan penbenaharaan strategi perjuangan yang kaya, kita akan sangat sulit disusupi atau dikalahkan oleh ideologi fasisme. Begitulah.
*Penulis adalah pecinta buku sastra, sejarah, dan ilmu-ilmu sosial.
Belum ada tanggapan.