Buah dari tafakur adalah ketundukan dan ketakjuban. Tidak ada ketakjuban yang lebih indah selain mengagumi Sang Pencipta. Sebagai makluk yang fana, sebagai makhluk yang kecil tiada berdaya, manusia dikaruniai akal untuk sampai kepada Tuhan.
Ibnu Taimiyah mengatakan dengan akal yang diberikan Tuhan itulah, manusia bisa mengenali Tuhannya. Tafakur adalah jalan untuk mengenali Tuhan, memahami Tuhan. Nabi-nabi diutus untuk menyeru keesaan Tuhan. Nabi-nabi pun menjalani laku “tafakur” untuk mencapai Tuhan.
Nabi Ibrahim, nabi Isa, nabi musa, nabi Muhammad mereka menjalani laku “tafakur” untuk menggapai dan mencapai Tuhan. Rasul sendiri pernah bersabda bahwa “tafakur sesaat, lebih baik daripada ibadat setahun.”
Mengapa tafakur begitu tinggi kedudukannya?, apa yang dimaksud dengan tafakur itu?, dan bagaimana tafakur yang menuntun dan membawa kita kepada Tuhan?. Al Ghazali memberi penjelasan rigit dan gamblang di buku bertajuk Renungan.
Buku serial ini sebenarnya merupakan petilan-petilan kitab Al-Ghazali yang jumlahnya empat puluh buah jilid atau yang sering dikenal dengan kitab Ihya Ulumuddin. Penerjemah dari kitab ini adala Haji Abdullah bin Nuh. Al Ghazali memang dikenal sebagai intelektual Islam mahsyur. Kontribusinya menghidupkan ilmu agama membuatnya dijuluki “Hujjatul Islam“ (Benteng Islam).
Sebagai seorang ulama yang menguasai ilmu fikih, ilmu hadist, tafsir, hingga filsafat, Al Ghazali mengemas kitab nasihatnya dengan bahasa yang sangat halus. Al Ghazali sadar betul, nasehat tidak mungkin diungkapkan dengan bahasa yang kasar, vulgar dan marah-marah. Keluasan dan samudera ilmunya itulah yang mampu mengolah kembali bahasa agama menjadi sampai ke ulu hati.
Tafakur memiliki keutamaan-keutamaan yang agung. Dalam salah satu ayat Allah berfirman : “Aku tak dapat menerima semua utjapan ahli pikir, sebab jang kulihat ialah niat dan tudjuannja. Kalau niat dan tudjuannja karena Aku, Kuanggap diamnja itu tafakur dan bitjarannja zikir, sekalipun tak diutjapkan.”
Hasan Basri mengatakan “ orang berbudi selalu ingat dan berpikir, sehingga achirnja hatinja mendjadi sumber hikmat”. Tafakur tidak sekadar diam dan merenung semata. Sebab tafakur mengajak kita mengingat keagungan Tuhan. Dengan tafakur hati kita makin tunduk dan makin pasrah akan daya dan kekuasaan-Nya.
Al-Ghazali mengutip pendapat Imam Sjafii : “Lawanlah nafsu bitjara dengan tutup mulut hadapilah soal pelik dengan tafakur.” Lebih lanjut ia mengatakan “ Pandangan jang sehat dari segala sesuatu ialah pembebas dari kesesatan berpikir tjermat berarti selamat, penjesalan dan keinsafan menjebabkan waspada, musjawarah dengan orang-orang budiman memperkuat kejakinan. Pikirkanlah sebelum mengambil keputusan, rentjanakanlah sebelum terdjun, bermusjawarahlah sebelum mengajunkan langkah.” (h.9).
Dalam buku saku kecil ini, Al Ghazali memaparkan bagaimana kita melakukan “tafakur”. Ada enam bab yang menuntun kita untuk tafakur. Pertama, tafakur pada ayat-ayat pada diri manusia. Kedua, ayat-ayat pada keadjaiban bumi. Ketiga, ajat-ajat benda berharga di bumi. Keempat ajat-ajat pada binatang hewan. Kelima, ajat-ajat pada udara antara muka bumi. Keenam, ajat-ajat pada malakut langit.
Tafakur juga dekat dengan makrifat. Orang yang makrifat kepada Allah, ia akan sering bertafakur, tunduk pada keagungan dan kekuasaan-Nya. Ia akan lebih berhati-hati, merenung, memikirkan sebelum berbicara dan bertindak.
Penciptaan manusia adalah bagian dari kekuasaan Tuhan. Adanya penciptaan kita adalah peristiwa yang bisa kita tafakuri. Kekuasaan Tuhanlah yang memungkinkan kita hadir di dunia ini. Ketika membaca bab ini, aku jadi ingat perihal betapa pedulinya dan betapa sayang Tuhan dengan hamba-Nya.
Kita dijadikan dari saripati tanah, dengan zat yang menjijikkan mani dan ovum yang bertemu di rahim. Lalu dengan kekuasaan Tuhan, kita diberi rezeki, diberi gizi, diberi aneka nikmat dan kemurahan sehingga kita menjadi jabang bayi yang berbentuk. Hingga Tuhan meniupkan ruh kepada bayi sehingga menjadi hiduplah kita. Dalam Qur’an surat Ad-Dahr Allah berfirman “Mula-mula manusia itu tidak ada sama sekali sebutannja. Lalu kami tjiptakan dari nutfah tjampuran. Kami tjoba dia. Lalu Kami menundjukkan dia ke djalan, apakah ia bersjukur atau berbalik kufur.”
Tafakur yang membedakan antara manusia dengan makhluk Tuhan yang lainnya. Manusia yang diberi akal dengan segala kelebihannya untuk tunduk atau kufur terhadap nikmat Tuhan. Hamparan bumi hewan, pancang tegaknya langit yang luas tak terbatas dalam kaca penglihatan manusia menunjukkan betapa Tuhan menciptakan semua itu tiada sia-sia.
Kedudukan tafakur dijelaskan dengan kalimat penting yang ditulis Al Ghazali dalam buku ini “dengan makrifat atau kesadaran itu, sampailah manusia ketingkat golongan malaikat atau digolongkan kedalam rombongan para nabi”
Tafakur akan semakin mendekatkan kita dengan Tuhan. Tafakur akan membuat kita makin mengagumi dan mengagungkan asma-Nya. “Tiap zaroh atau atom, baik di langit atau di bumi, dapat menjesatkan atau membawa hidajat. Barangsiapa melihat semua ini dengan dasar, bahwa itu semua tjiptaan Allah, pastilah ia kenal akan keagungan dan kebesaran Tuhan : dengan begitu ia sudah beroleh hidajat.”
Saya ingin menutup dengan pesan Imam Sjafii : “Keutamaan itu ada empat—(1) Kebidjaksanaan jang berpokok pada tafakur, (2) Kesopanan jang berpokok pada penahanan nafsu, (3) Kekuatan jang berpokok pada kekuatan jang sehat, (4) Keadilan jang berpokok pada keseimbangan djiwa.”
Dengan tafakur, semoga kita semakin arif menjalani hidup, menjadi “manusia”.
Belum ada tanggapan.