misi-kemanusiaan-cendekiawan-muslim

Cendekiawan Berpribadi dan Misi Kemanusiaan

Oleh: Luxy Nabela Farez*

………

Ingatlah.. ingat.. ingaat..

Niat tlah diikrarkan, kitalah cendekiawan berpribadi

Susila cakap takwa kepada Tuhan, pewaris tampuk pimpinan umat nanti

………

CENDEKIAWAN DAN IKATAN

Cuplikan lagu mars IMM di atas kembali mengingatkan kita akan entitas kita sebagai manusia yang juga miliki peran sebagai cendekiawan berpribadi yang berada dalam tubuh Ikatan, yakni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Cendekiawan berpribadi memiliki arti yang sangat mendalam, dan sengaja dibuat dengan bahasa simbolik agar tak mati tergerus oleh zaman. Kata “cendekiawan” sendiri memiliki makna yang begitu luas, pun bubuhan kata “berpribadi” di belakangnya. Menunjukkan bahwa manusia tak hanya seonggok daging yang berjalan-jalan di atas bumi tanpa misi dan tujuan.

 Berbicara tentang cendekiawan, maka berbicara pula akan hakikatnya sebagai manusia. Lebih dalam lagi, kita perlu mengetahui apa itu cendekiawan? Seperti yang telah disebutkan pula dalam buku Ideologi Kaum Intelektual tentang seorang cendekiawan, yakni: “…pemikir-pemikir merdeka (raushanfekr; dalam bahasa persia, berarti ‘pemikir cemerlang’ – lit-thinker. Tak punya padan kata dalam bahasa inggris. Liberal, pemikir merdeka – free-thinker – dan pelopor hampir sama maknanya dengan kata tersebut)…” (Shariati, Ali, 1990:31)

Kita, seorang intelektual yang berada tidak hanya dalam kelas, namun juga dalam masyarakat, alam, sejarah, kebudayaan dan peradaban yang terus men-jadi (manusia utuh) dan memiliki tugas penting sebagai seorang cendekiawan. Sedang pertanyaan “Apa itu manusia?” akan menjadi pertanyaan besar yang akan disuguhkan pertama kali dalam buku ini.

MANUSIA: PERSPEKTIF ALI SHARIATI

Membaca buku Tugas Cendekiawan Muslim karya Dr. Ali Shariati (1984), mengajak kita membuka kembali jendela-jendala dalam otak yang sempat tertutup oleh alam, lingkungan, sejarah, kontruk sosial dan diri kita sendiri. Menjadikan kita melek akan kita sebagai manusia di bumi yang sangat mulia dibanding makhluk manapun sekalipun malaikat yag tercipta dari cahaya.

Melalui daftar dan studi kepustakaan yang sangat mumpuni, Ali Shariati sangat lugas, jelas dalam berkomentar, sangat terbuka dan tanpa pandang bulu mengkritik hingga membangun konstruksi baru, pun membangun kembali semangat pembacanya. Ia meluberkan banyak pembahasaan kaitannya tentang pandangan hidup dan arti ideologi, fungsi manusia yang memiliki misi mulia, tentang pula pemanfaatan, penyaringan dan penyegaran sumber-sumber budaya milik sendiri. Seluruhnya dirangkai dalam satu kolase bimbingan Islam, bersama dengan tugas-tugas para cendekiawan muslim.

Dari penciptaannya (manusia) oleh Tuhan, yang memiliki sebagian dari-Nya (baca: Ruh yang dihembuskan Tuhan, bagian dari-Nya) yang menyimbolkan kesucian akan Dzat-Nya. Hingga penciptaan manusia dari tanah, lumpur atau bahkan lempung busuk sebagai simbol kenistaan. Pada titik ini kita mengetahui, manusia adalah makhluk 2 unsur yang saling kontradiktif (berlawanan) yang menjadikannya istimewa sebagai makhluk dua-dimensional.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah menjadi satu bagian dalam bangunan cendekiawan-cendekiawan peradaban yang berpribadi luhur, sebagai pengejawantahan atas apa yang dituliskan dan dikonsepkan Shariati dalam bukunya dengan sedemikian rupa. Yakni mereka sebagai manusia yang tidak hanya meng-ada (basyar; wakil monyet), yang tidak hanya meng-ada di atas bumi tanpa tujuan dan terus membuat kerusakan. Namun mereka sebagai manusia yang terus maju, men-jadi (sebagai insan), yang terus berproses, berjalan “kepada” Tuhan, dan tak lupa selalu mengemban kutub positifnya untuk terus berbuat demi misi-misi kemanusiaan.

Penulis menyadarkan kita dengan renyah, bahwa sebagai seorang aktivis pergerakan yang juga terus menjadi cendekiawan memiliki 3 sifat manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya, yakni; 1) kesadaran diri, 2) kemauan bebas, dan 3) daya cipta. Manusia sebagai makhluk tiga-dimensional dalam memandang dunia dan tugasnya. Beda halnya dengan manusia sebagai makhluk dua-deminsional sebagai entitas atas kemanusiaan dirinya.

Selain itu, perlu kita refleksikan kembali dari tulisan Shariati ini bahwa manusia memili 4 penjara, antara lain; materi, alam, sejarah dan msyarakat (kita sebagai manusia itu sendiri). Seperti halnya Oky Mandasari (2013) dalam novelnya Pasung Jiwa, yang kurang lebih menyimpulkan bahwa kita akan terus terpasung (terbelenggu) dengan 3 hal, yakni: tubuh kita, orang tua, dan apa-apa yang ada yang kita kenal dan kita ketahui. Namun, pada titik ini Shariati menjelaskan dalam bukunya secara detail bahwa kita dapat keluar dari belenggu-belenggu itu dengan akal, ilmu pengetahuan, teknologi dan terakhir adalah cinta. Akumulasi dari seluruh refleksinya atas akal dan jiwa, atas logis, illogis dan alogis.

MISI KEMANUSIAAN

Dalam pada itu, sadar sebagai manusia dan tugasnya sebagai wakil Tuhan di bumi, misi agama (a:tidak, gama:terpecah-belah), misi penjagaan alam, misi kemanusiaan dan pula pemberontakan terhadap segala bentuk penindasan. Kemauan yang bebas untuk memilih segala keputusan untuk berjalan menuju kutub negatif untuk terus merusak, gila akan nafsunya dan melakukan berbagai kenistaan yang disimbolkan oleh lumpur (lempung busuk). Atau memilih untuk berjalan menuju kutub positif yang disimbolkan oleh Ruh Tuhan sebagai bentuk kesucian, untuk terus berbuat mirip seperti Tuhan, menjaga, melindungi, mencipta peradaban berkualitas, mengasihi, mencintai atas alam, lingkungan dan masyarakat.

Melalui buku ini, terkait urusan kemanusiaan Shariati mencatat pula: “Alasan pokok mengapa Islam dapat menerangkan rasa mantap dan simpati di kalangan orang-orang hitam di Afrika dan di beberapa masyarakat Amerika Latin adalah bahwa bagi orang-orang hitam itu Islam merupakan suatu ideologi yang menentang fasisme dan ketidak-samaan. Seorang hitam yang memilih Islam sebagai ideologi menyadari faktor bahwa Islam, yang telah membuktikan dirinya dalam kata-kata dan perbuatan dalam menentang diskriminasi, rasial dan ketidak-samaan, benar-benar menjawab kebutuhan-kebutuhannya dan mengatasi deprivasinya. Ia memahami bahwa tidak ada agama yang menentang rasisme dan ketidak-adilan seperti agama Islam” (halaman 208).

Terkait pada hal tersebut, dapat kita lihat bersama bahwa misi kemanusiaan seorang cendekiawan (raushanfekr/pemikir cemerlang/free-thinker:pemikir bebas) dalah membela sesama, memberontak terhadap ketidak-adilan, penindasan, dan ketidak-samaan adalah misi kemanusiaan oleh cendekiawan muslim yang berpribadi luhur. Khususnya dalam hal ini kita sebagai mahasiswa yang termanifestasi dalam suatu Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, yang notabene adalah entitas terdekat dan berpengaruh pendapat dan pemikirannya dengan masyarakat, alam dan lingkungan sekitar.

Oleh karenanya, Ali Shariati dalam bukunya ini mengajak kita bersama untuk kembali lahir menjadi sadar diri, kembali untuk bebas memilih atas diri kita sebagai manusia, tidak dikendalikan oleh kuasa lainnya, dan terus berinovasi dengan daya ciptanya membuat kebudayan-kebudayaan sesuai ideologi islam dan perdaban yang berkemanusiaan.  Mulai pada titik inilah, cendekiawan berpribadi milik ikatan dan manusia secara umum dapat menyebarkan misi kemanusiaannya.

*)Penulis adalah pegiat Rumah Baca Srawung Solo, semester 5 ilmu komunikasi FKI UMS, dan kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Solo.

misi-kemanusiaan-cendekiawan-muslimJudul Buku: Cendekiawan Muslim

Penulis: Ali Shariati

Penerbit: CV. Rajawali

Tahun Terbit: Cetakan I, 1984

 Tebal: 276+xi halaman

,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan