membaca-cerpen-tia-setiadi

Pengalaman Membaca Cerpen Dunia

Buku berjudul Dijual Keajaiban (2015) yang telah kubaca ini, semula menarik minatku untuk membelinya. Sebelumnya aku berminat memilikinya saat buku ini hadir di media sosial. Aku terpikat, hendak membelinya. Sayang, uang tak juga terkumpul untuk membeli buku. Maka pada acara bazar buku di Assalam Hypermart aku menemui kembali buku ini. Senang rasanya, tapi ada sedikit kecewa saat menemukan ternyata ukuran buku ini tak sebesar yang ada di media sosial. Tapi tak mengapa, yang penting aku hendak memilikinya, dan benar juga setelah kutanyakan kepada petugas di bazar, harganya lebih miring.

Aku merasa lega, aku seolah merasakan bahwa penantianku pun tak sia-sia. Segera saja kubaca cerpen-cerpen di dalamnya. Aku merasa senang saat menyimak cerpen Gao Xingjian, cerpen ini benar-benar mengingatkanku pada masa-masa patah hati dulu. Ada perasaan yang benar-benar asing, dilematis dan penuh rasa haru. Saat kenangan, tempat yang indah, dan juga sepasang kekasih masa lampau bertemu, di masa sekarang. Ya, kita diajak bukan hanya menelusuri, menziarahi kenangan dan batin yang terus berdegup seperti genderang. Tapi kita juga diajak untuk melihat bahwa masa lampau memang harus dilupakan, ini sekarang, saat ini. Itu pula yang dialami si tokoh dalam cerpen Gao Xingjian Di Sebuah Taman.

Kemudian aku membaca cerpen karya pengarang Arab Khayriyah Ibrahim As-Saqqaf, cerpen ini menarik bukan hanya karena judulnya yang puitis, tetapi juga kisahnya yang tragis. Membaca cerpen ini, aku ingat buku puisi esai yang ditulis oleh Novriantoni Kahar, Imaji Cinta Halima. Kisah ini mirip dengan narasi perempuan-perempuan yang ada di puisi esai Kahar. Dikisahkan bagaimana perempuan arab meski menanggung kungkungan adat, ideologi dan juga tradisi yang dianggap sebagai agama. Perempuan di cerpen ini harus menanggung nasib naas saat dipaksa meninggalkan sekolah.

Alasannya pun sederhana, karena si gadis menolak dijodohkan. Dan benar saja, bukan hanya siksaan dari sang Ayah, tapi juga sang Ibu. Siksaan fisik dan batinnya membuatnya seolah seperti seonggok daging yang tak berarti. Aku jadi ingat tatkala punya teman yang juga keturunan Arab tinggal di Solo, kebetulan temanku juga perempuan, apakah mereka juga mengalami apa yang dialami oleh si tokoh dalam cerpen Khayriyah Ibrahim?. Sebab yang selama ini aku dengar tentang mereka, mereka hanya akan dinikahkan oleh pilihan sang Ayah, yang salah satunya berasal dari keturunan Arab pula. Tapi itu hanya sebatas yang aku dengar, aku harap ini tak benar. Bila benar demikian, maka alangkah menderitanya perempuan tak hanya di Arab, tapi juga di Indonesia.

Saat membaca Qismati dan Nasibi karya Naguib Mahfouz, aku merasakan ada nuansa dongeng yang kuat. Bukan hanya karena ceritanya yang begitu mustahil untuk dipercaya, tetapi juga dikisahkan dengan sangat baik oleh Naguib. Kisah ini adalah tentang dua orang manusia, dua tubuh, tapi satu perut. Betapa susahnya kita membayangkan sosok yang ada dalam cerpen ini. Tapi itulah kekuasaan Allah, tulis Naguib, bukan hanya orangtuanya yang kelimpungan bagaimana mengurusi dua anak ini, tapi juga ketika anak ini sudah hampir dewasa, orangtua ini semakin bingung saat mengurusi jodoh untuk mereka. Siapa yang mau sama mereka?. Kisah ini diakhiri dengan kisa menyedihkan saat salah satu dari mereka harus mati. Saat itulah, seorang dari merek harus mengalami kebingungan saat harus menggendong saudaranya yang mati. Bagaimana mungkin dirinya akan merelakan mati, padahal belum waktunya mati. Inilah kelebihan dari Naguib, ia mampu menyuguhkan dongeng pada kita.

Sedangkan tatkala membaca cerpen Pamuk, saya justru diajak untuk mengingat masa kanak-kanak saya yang begitu lucunya. Saat main kartu bersama adik dan tetangga saya, aku menjadi cengeng sekali saat kalah. Tapi saat kalah itu, aku diam-diam mencuri kartu-kartu anak-anak yang menang, yang kebetulan tetanggaku, payahnya aku ketahuan. Dan saat itulah, aku diganjar hukuman bapak, cubitan yang kejam. Saat itulah aku jadi tahu, ternyata mencuri itu dosa dan salah.

Sampai di cerpen Anjing Buta karya R.K. Narayan, aku merasakan betapa binatang telah memberikan metafor yang baik mengenai sosok manusia yang tak mau melepaskan diri dari penindasan. Ada kritik tajam dari Narayan dari cerpen ini, ia mengkritik manusia, yang tak sadar kalau dirinya sedang ditindas, dikhianati, dan dikibuli oleh tuannya (bos)nya. Inilah cerpen yang menghantam kita dengan cara mengisahkan sesosok anjing yang sebenarnya normal, tetapi harus menyerah dengan tuannya yang buta, karena merasa tuannya yang memberi makan dia dan menyelamatkan hidupnya dari kelaparan. Tapi ternyata, tuannya merubah kelaparan jadi jalan perbudakan panjang dan penindasan yang menyiksa tubuhnya. Tapi apa daya, sang Anjing justru merasa senang saat kembali ke tuannya dan dikerangkeng tuannya dengan borgol besi.

Yang berkesan saat membaca cerpen Taufiq el-hakim Dijual Keajaiban yang juga menjadi judul kumcer ini. Kisah tentang pastor yang merasa ada keajaiban-keajaiban Tuhan dalam perjalanannya ke desa-desa, justru membuatnya kecewa. Kekecewaannya bermula saat ia ditukar dengan uang tebusan oleh teman-temannya sendiri yang juga pastor. Karena itulah, ia terkejut saat melewati desa sekawanan perampok justru selamat dengan sentosa. Saat itulah, ia merasa bahwa keajaiban tak bisa dibeli.

Pungkasan cerpen ini membuat kita sadar, bahwa untuk terbebas dari kemiskinan, manusia mesti berusaha meski harus menanggung malu. Kisah Syekh Ali yang didera kemiskinan ini meski tak mau kerja, ia pun harus merasa asyik dengan kehidupannya saat ia teriak-teriak meminta Tuhan menurunkan makanan. Saat itulah, orang-orang bukan hanya kasihan tetapi juga merasa terhibur oleh Syekh Ali yang juga terkenal lucu di desa itu. Nampan Dari Surga menunjukkan  bahwa sekuat apapun doa, tak bakal bisa dikabulkan tanpa usaha. Saat itulah, Syekh Ali justru mementaskan drama gerak tubuhnya, dan memperoleh hasilnya. Meski tak mampu mengusir kemiskinan, tapi setidaknya bisa menyelamatkan hidupnya sehari itu.

Kita beruntung melalui terjemahan yang enak dan renyah ini, kita bisa merasakan bagaimana karakter tokoh, isi cerita, sampai dengan penggunaan diksi-diksi yang memikat pembaca. Pembaca diajak untuk menyelami dan meresapi para cerpenis Asia dengan berbagai corak dan warna daerah mereka masing-masing. Inilah saya kira, dengan semakin rajin kita membaca terjemahan cerpan dunia, kita jadi semakin memiliki gambaran, bukan hanya teknik cerita yang bagus, tetapi juga kemampuan pengarang menyerap apa yang ada di sekitar mereka. Kesembilan cerita yang disuguhkan dari sembilan pengarang asia ini, saya rasa telah memiliki keterwakilan daerah, adat, tradisi, dari tempat mereka masing-masing.

*) tuan  rumah Pondok Filsafat Solo, Pengelola doeniaboekoe.blogspot.com

, , , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan