20161107_200642

Dari Peternakan ke Refleksi Kemanusiaan

Buku berjudul Binatangisme (2016) yang telah kubaca ini begitu menyentuh simpati setiap jengkal diriku. Betapa tidak? Jika binatang menjijikan yang disebut Babi itu adalah diriku sendiri, manusia. Sebelumnya, buku ini aku ketahui dari akun sosial media dengan judul Animal Farm yang mungkin dalam Bahasa Indonesia diartikan Peternakan Binatang. Aku sungguh ingin membelinya tapi tidak bisa, karena aku tahu pasti mahal harganya. Alhasil dengan siasat tukar buku pada si Pacar, Binatangisme sekarang ada di tanganku.

Gairahku untuk segera membacanya begitu tinggi setelah melihat beberapa ulasan-ulasan di internet. Begitu ironis, kesanku. Seperti membuka sebuah borok sejarah dari sebuah bangsa yang begitu lama tertutup, begitu amis dan menjijikkan. Aku seolah dipaksa untuk mengakui dosa-dosa besar manusia pada saat itu juga.  George Orwell dan dibantu penerjemahan H. Mahdub Djunaidi dengan begitu, sungguh, apa adanya. Cenderung sarkas, sinis, bahkan satire. Tetapi karya ini sungguh menghanyutkan, luar biasa. Apalagi ketika buku sudah ada di tanganku, aku mampu baca hingga dua kali tamat sehari.

***

Manusia, bagi Babi Mayor sang bijak bestari, hanyalah seonggok daging yang berjalan di muka bumi yang sebenarnya adalah parasit yang sungguh menyengsarakan inangnya. “Apa sih mahluk manusia itu?! Coba kita periksa baik-baik. Coba kita pesiang hingga terungkap rahasia sekecil-kecilnya. Kita bedah habis perutnya. Nah, sahabat-sahabat! Apa hasil pemeriksaan kita yang obyektif, mendasar, rasional dan komprehensif itu? Manusia bisanya jadi konsumen, tapi bukan produsen! Mereka menginjak kita seraya mengunyah permen. Mereka tidur terlentang di atas genangan keringat para binatang. Manusia itu; garong yang tiada duanya!” (hal.7). Begitulah kiranya pidato si Babi Mayor sebelum mati.

Binatangisme bagiku karya fiksi yang sempurna untuk menyoroti perihal ketidakadilan di masyarakat secara umum. Dari awal terbitnya tahun 1984 sampai dengan diterbitkan kembali dalam versi bahasa Indonesia tahun 2016, relevansi dari alegori binatang ternak sungguh sempurna sebagai perenungan kita semua.

Peternakan “BINATANG”—awalnya bernama peternakan “MANOR”—merupakan peternakan hasil pemberontakan pada binatang ternak terhadap tuannya, seorang manusia benama Jones, untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh binatang ternak. Terdapatlah beberapa jenis binatang didalamnya seperti Babi bernama Snowball, Napoleon, Squirel, dan sterusnya; Kuda bernama Clover, Keledai benama Benjamin, Domba-domba, selusin Ayam, dan lain sebagainya. Mereka semua bahu-membahu membangun peradaban binatang yang sempurna. Selama tiga bulan pertama banyak kemajuan yang dirasakan, seperti hasil panen yang melimpah ruah, kebutuhan makanan yang lebih dari sekadar cukup, pendidikan baca untuk para binatang oleh si Babi Snowball, dan lain sebagainya. Mereka lalui dengan penuh kerja keras dan kecintaan terhadap tanahnya, bahkan mereka rela tertembak mati untuk menghalau usaha perebutan kembali oleh Tuan Jones. Keseluruhan dari mereka diorganisir oleh dua Babi bernama Snowball dan Napoleon.

Seiring berjalannya waktu terjadilah sebuah percekcokan dalam pertemuan rutin semua binatang. Babi Snowball dan Babi Napoleon berdebat begitu peliknya dimana ketika itu Snowball, berkat usahanya membaca buku tentang pengembangan peternakan, merencanakan pembangunan kincir angin untuk menghasilkan listrik dalam rangka memudahkan kerja-kerja rendahan. Seperti membajak ladang, memotong rumput kering, dan seterusnya. Sedang Napoleon terpaksa tidak sepakat dengan rencana Snowball karena kalah pamor. Maka terjadilah perdebatan pelik diantara keduanya dan memancing kemarahan Napolen.

Beberapa saat setelah Napoleon kalah votting terhadap rencana pembangunan yang ia tolak itu, ia pergi begitu saja sembari meinggalkan senyum aneh di muka bengisnya. Dalam beberapa saat, ada beberapa Anjing berperawakan besar tinggi besar siap menerjang Snowball yang masih berkumpul bersama binatang lainnya. Snowball pun lari sekecang-kencangnya. Sekalipun Snowball tidak sempat terkena terjangan Anjing-Anjing ia tak pernah kembali lagi. Sebagian para binatang bertanya-tanya keberadaannya, terlebih Clover si Kuda pekerja keras.

Dimasa ini, Napoleonlah yang kemudian memimpin peternakan. Banyak diantaranya yang terheran-heran bahkan ingin memberontak namun semua binatang ini dungu, kecuali para Babi yang dianugerahi kecerdasan lebih. Akhirnya pun terror banyak terjadi di peternakan. Pemerasan, kerja paksa, pembohongan marak terjadi di peternakan, tak lain dilakukan oleh Napoleon dan Babi lainnya. Dan kini semuanya serba tak adil.

Begini kiranya salah satu ketidakadilan yang terjadi: “…Mereka bekerja 60 jam seminggu, dan di bulan Agustus Babi Napoleon keluarkan maklumat bahwa hari Minggu sore pun harus kerja. Kerja yang ini bersifat sukarela, tapi kalau ada binatang yang absen, ransumnya akan dipotong separo.” (hal.63) Bahkan Babi Napoleon melanggar cita-cita para binatang dalam revolusi yang disebut BINATANGISME. Kini ia bermabuk-mabukan, tidur di atas kasur milik Jones, memakai pakaian manusia, bahkan berhubungan dagang dengan manusia. Yang kesemuanya itu adalah suatu prinsip—PEDOMAN UTAMA yang dirumuskan dari paham BINATANGISME yang tercetus berkat pidato si Babi teladan Mayor. Hal yang sakral dan tak boleh dilanggar. Pada akhirnya para binatang hanya bisa tunduk dalam dungu kebingungan.

Sekarang, meraka (binatang) sungguh sulit menerimanya. Apalagi ketika Babi Napoleon mengundang para manusia untuk minum bersama di gedung peternakan dan mereka mengintainya dari jendela dan mengamatinya dengan seksama. “…dari wajah manusia, kemudian ke wajah babi, kemudian ke wajah manusia lagi, lalu beralih ke babi lagi. Kini rasanya sudah mustahil membedakan mana yang manusia dan mana yang babi! Babi dan manusia sama saja.” (hal.146).

, , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan