sejarah-orang-orang-besar

Sejarah Orang Besar yang Dilupakan

Sejarah negeri ini adalah sejarah orang-orang besar. Orang-orang besar itulah yang ikut meriwayatkan indonesia dengan cita-cita dan idealismenya masing-masing tapi tak meninggalkan kepentingan bangsa dan negerinya. Mereka adalah orang-orang dan tokoh pelopor di negeri ini. Tokoh-tokoh yang dikisahkan dalam petite historie jilid 6 ini adalah mereka-mereka yang berasal dari aparat, birokrasi dan pengusaha, ilmuwan, pegiat budaya, pekerja pers, hingga penjaga pertahanan dan kemanan.

            Tokoh-tokoh ini adalah mereka yang ikut berperan dalam perjuangan kemerdekaan negeri ini, tapi seringkali namanya dilupakan. Peran mereka sebenarnya cukup besar, tapi mereka tak memiliki tempat dalam panggung kesejarahan Indonesia, kepopuleran mereka tak sebegitu tenar para pejuang di masa itu. Sebut saja tokoh yang satu ini yang dikisahkan oleh Rosihan dengan cukup ringkas tapi indah. Ia adalah Jack Abbott. Ia adalah orang amerika, tapi memiliki kedekatan erat dengan masa perjuangan kemerdekaan Indonesia di awal-awal. “peran Jack Abbott dan Stein Hall dan Co., New York, harus dicatat sebagai fihak yang memungkinkan Republik Indonesia mengumpulkan dana guna membiayai perjalanan dan keperluan hidup duta-duta Indonesia yang pertama di zaman dini revolusi” (hal.54). Kita bisa membayangkan di masa itu, ketika di masa awal revolusi, pemerintahan baru berdiri, duta-duta besar negeri ini baru di masa-masa awal, tapi adanya mereka tak bisa kuat tanpa peran Jack Abbott di masa itu mengingat kita adalah negeri yang baru berdiri.

            Di buku ini pula kita akan menemui tokoh-tokoh penggerak koperasi di awal yang tak tercatat dan seringkali dilupakan oleh kebanyakan orang. Ia adalah Margono Djojo Hadikusumo. Ia pendiri yayasan hatta, dan perannya bisa dicatat sebagai penggerak koperasi dan bapak pelopor koperasi di jaman kolonial. Margono bekerja dalam lingkungan Algemeen Volkscredietbank yang memelopori bertumbuhnya semangat koperasi sebagaimana yang dituturkan oleh Soebagio seorang tokoh PSI.

Di kalangan pemerintahan pun kita bisa menyimak kisah Abdul Halim seorang perdana menteri di masa kabinet natsir. “Pada tanggal 16 januari 1950 sebagaimana yang dikatakannya lahirlah kabinet halim walaupun pemimpinnya tak pernah menginginkannya atau memimpikan menjadi menteri apalagi seorang perdana menteri”. Bukti dari namanya yang dilupakan adalah tidak adanya namanya dalam majalah tempo apa & siapa (1983-1984). Wartawan Jerman Roeder (1971) dalam Who’s Who in Indonesia pun mengatakan Halim sudah menjadi orang yang dilupakan. Di dunia penerbangan kita, kita tak bisa melupakan nama Wiweko Supeno orang yang jujur, sederhana dan tak gila jabatan. Ia bahkan tak menerima uang santunan dari garuda ketika ia diberhentikan oleh Soeharto. Ia yang turut membangun dan membesarkan garuda di masa-masa awal.  

Keteladanan

            Dalam buku sejarah kecil ini Rosihan tak hanya menceritakan kisah tokoh-tokoh, tapi juga pengalaman hidup yang bisa kita ambil pelajarannya. Orang-orang yang dikisahkan Rosihan adalah pribadi yang penuh integritas, kejujuran dan lebih mengutamakan kepentingan umum yakni kepentingan bangsa dan negerinya. Lihat saja kisah polisi Hoegeng, ia adalah polisi di masa soeharto yang menguak penyelundupan mobil. Tapi akibat kejujuran dan kelurusan itu pula ia di pecat langsung oleh Soeharto. Di bidang sastrawan dan kemanusiaan kita pun bisa mengambil keteladanan dari YB Mangunwijaya. Mangunwijaya adalah sastrawan dan budayawan yang mengagumi Syahrir dan kelak akan mengajarkan kepada kita arti kemanusiaan yang sesungguhnya melalui karya-karya dan tulisan-tulisannya. Selain itu, kita bisa mengenali Buya Hamka yang merupakan ulama dan tokoh besar di masa itu. Ia adalah pekerja jurnalistik dan juga ulama besar yang sederhana. Kesederhanaan dan etos mencari ilmu ia ilhami dari ayahnya, meski ia tak begitu mulus dalam pendidikan, tapi hamka adalah sosok pembelajar dan ilmuwan yang sesungguhnya.

            Nama-nama yang ada dalam buku sejarah kecil jilid 6, mengisahkan orang-orang, sahabat dan sekaligus tokoh-tokoh di awal kemerdekaan, di masa revolusi dan kebanyakan mereka memang memiliki jiwa patriotisme dan semangat untuk berbuat demi bangsa dan negara tanpa peduli nama mereka dicatat atau tidak oleh sejarah. Kita bisa melihat kisah seorang wartawan “Adi Negoro“yang namanya tak begitu tenar di generasi muda kita. Meskipun ia adalah golongan amtenar yang dikatakan AA Navis “orang yang makan gaji dari belanda“, ia juga wartawan yang peduli terhadap negerinya. Kisah-kisah dan liputannya ia tuangkan dalam bukunya melawat ke barat. Ia juga merupakan pendiri perguruan tinggi jurnalistik di jakarta, ia ikut pula membangun fakultas publistik dan jurnalistik di universitas padjajaran bandung. Ia memang salah seorang pekerja pers awal yang dilupakan, meski demikian ia tetap memegang teguh prinsipnya “kewartawanan berarti pengabdian yang tidak ada habisnya“.

            Kesemua cerita yang ada di petite historie ini seperti biasa ditulis dengan reportase yang erat dengan kedekatan, personalitas yang dalam, meski demikian ia tak meninggalkan semangat dan etik jurnalistik yakni berimbang dan objektif. Cerita dan sejarah kecil yang ditulis Rosihan ini tentu akan membawa suluh dan pelajaran berharga bagi kita semua yang ingin mengilhami dan menghayati sejarah bangsanya. Sebagaimana ungkapan Allan Nevins : “Sesungguhnya sejarah adalah sebuah jembatan penghubung masa lampau dengan masa kini, dan sekaligus menunjukkan arah ke masa depan“.

            Demikianlah uraian dan kisah sejarah para tokoh-tokoh pelopor kebangsaan kita yang ditulis oleh seorang wartawan  senior Rosihan Anwar. Buku ini adalah tinggalan dan warisan berharga dari Rosihan Anwar, meski ia sudah meninggalkan kita. Kesemua tokoh itu adalah anak bangsa yang ada dalam sejarah negeri kita yang tak bisa kita lupakan begitu saja melainkan kita ambil hikmah dan pelajaran yang amat berharga darinya.

*)Penulis adalah Alumnus UMS, tuan rumah Pondok filsafat Solo

, , , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan