Begitu berat untuk menstrukturisasikan nalar. Ungkapan realistis yang sangat mudah ditemui di tengah-tengah khalayak umum, terutama moment masuknya pembelajar-pembelajar baru di perguruan tinggi. “Filsafat”, menjadi momok menakutkan, begitu garang karena pembahasan yang menukik serta “mendakik-ndakik”, begitu menyeramkan karena akan menghantui alam pikiran sehingga nyenyak tidur akan terusik. Ditambah lagi kesan “elit” yang selalu menempel dan menjelma menjadi istilah-istilah konseptual memberatkan. Kesukaran tersendiri bagi pemula dalam aktivitas “berpikir” yang terstruktur, terukur, dan sistematis.
Sekolah isinya mudah-mudah, kuliah gayanya indah-indah. Apa untungnya berpikir yang muluk-muluk, kebanyakan berpikir perut akan semakin keroncongan. Ungkapan sebelumnya akan menjadi sarkasme nalar jika tidak segera ditanggulangi. Mari kita membaca sebuah buku hidup yang lahir karena kegelisahan-kegelisahan besar serupa, bersambut dengan adanya kegelisahan-kegelisahan kecil seperti: betapa dalam sistem pendidikan kita lebih mengutamakan hafalan dibandingkan pemahaman; betapa seorang siswa/mahasiswa lebih disukai yang bertipe “menerima” daripada yang “menganalisis”; betapa untuk banyak hal sepele, bisa diputuskan sendiri, namun orang Indonesia cenderung memasrahkannya kepada “otoritas”, dan lain sejenisnya. Lalu apa guna akal dicipta kalau memang demikian? Apakah hanya untuk menghias manusia di dalam gedung?
Melalui lembaran-lembaran yang terbukukan ini, beliau selaku Ketua Program Studi Akidah dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Fahruddin Faiz) mengajarkan kepada siapa saja yang ingin memberantas kemalasan, keengganan bahkan ketakutan berpikir dengan mengajak memulai “Berpikir kritis” melalui step dasar: Mengapa, apa, dan bagaimana. Mulai dari mengapa harus berpikir kritis, mengartikan definisi berpikir kritis, memahami indikator berpikir kritis, serta menyelami aktivitas dan mengetahui ciri-ciri berpikir kritis. Pada tahapan selanjutnya, penyadaran akan pentingnya memupuk aspek penting sebagai pemikir kritis, beliau menyatakan dalam salah satu paragaraf yang tertulis:
Seorang pemikir kritis harus menyuburkan rasa ingin tahu atau curiosity bersama dengan kemampuan untuk berpikiran terbuka, khususnya saat mempertimbangkan sudut pandang yang bertentangan dengan diri sendiri. Kita tidak boleh menerima satu pernyataan hanya karena orang yang membuat pernyataan tampak “pintar” atau karena mayoritas orang berpendapat begitu atau para ahli atau seorang penyiar televisi mengatakanya. (hal.10)
Jika memang sadar diri masih berbudaya “membeo mayoritas” dalam berpikir dan menakar kebenaran, maka sehat dan adil sebagai manusia utuh masih sangatlah jauh dan semakin menjauh. Perlu adanya upaya serius membangun perilaku kritis ( perilaku sebelum berpikir, perilaku dalam berpikir, dan perilaku setelah berpikir) dalam diri setiap person sebagai upaya menjadi yang semestinya.
Dilanjutkan dengan pembahasan budaya bertanya, budaya tersebut juga memerlukan kesadaran akan fungsi pertanyaan, tipe-tipe pertanyaan, tipe pertanyaan berdasarkan tingkat pengetahuan yang diinginkan, tipe pertanyaan berdasarkan jenis jawabannya, tipe pertanyaan berdasarkan luas dan sempitnya serta strategi bertanya secara kritis agar menemukan hasil yang kultus dari niat tulus pencari kebenaran. Ini semua dibahas secara lugas oleh penulis.
Banyak kemudian yang akan didapati oleh pembaca sebagai pengumpulan modalitas “skill” untuk “thinking” jika berkenan membaca keseluruhan isi dengan seksama. Yang menjadi point tambah, buku ini disusun hingga jangkauan yang cukup jauh dan aplikatif. Dinarasikan dengan bahasa yang sangat mengalir terkait mode-mode dari mana (membaca) harus dimulai, skill memperhatikan kondisi historis, pembahasan kalimat dan paragraf, menemukan problem utama atau masalah, menyusun kesimpulan, melakukan analisis, pembuktian, asumsi dan lain sebagainya.
Pada bagian akhir, penulis mengajarkan menjadi pembaca produktif dengan cara menjadi penulis aktif. Tiga pembahasan konseptual (persiapan menulis, menyusun tulisan, dan penyelesaian tulisan) disampaikan melalui langkah-langkah detail sehingga terbangun paradigma nalar yang siap untuk aktif dan semakin aktif. Selamat menyelami!
Belum ada tanggapan.