buku-pedoman-calon-wartawan

Buku “Saku” Calon Wartawan

Dulu, aku terobsesi sekali jadi wartawan. Bergelutnya dengan kata-kata, realita. Dua hal itu membuatku tertantang. Semasa mahasiswa, aku pernah mbolos tak kuliah satu semester. Aku hanya mengambil satu SKS saja. Sebagai ganti kuliah, aku menjadi pembaca koran di BEM. Waktu itu, tiga koran menjadi suguhan, ada Suara Merdeka, Kompas, sampai Republika. Tiga koran itu menjadi menu tiap pagi. Pernah, suatu kali ada pers kampus hendak menjual tumpukan korannya ke pedagang loak, eh aku mencoba menawar untuk membelinya, tapi tak diberinya meski kubeli dengan harga mahal.

Dulu, aku berkehendak ikut pers Pabelan. Konon dari pers Pabelan lahirlah jurnalis-jurnalis kondang nasional di koran nasional. Aku pun gagal masuk Pabelan karena umurku konon sudah semester tua. Sebelumnya, aku masuk pers Figur di Fakultas FKIP. Disana ada pengalaman menarik yang membuatku terkesan sampai saat ini. Ketika aku berada di Litbang, aku hendak menawarkan liputan menggelitik di Buletin Pers Figur yang diberi nama BONGKAR. Bongkar pun mengangkat isu sensitif yakni uang PPA (OSPEK) kemana sisanya?. Dan malapetaka pun datang, pimpinan umum waktu itu, Yusuf temanku harus dipanggil oleh Wakil Dekan Tiga. Ia diinterogasi, singkatnya ia pun mengundurkan diri dari Pers Figur. Takut, barangkali. Maka kuputuskan bersama teman-teman seperti Iklas dan Tecky untuk menghentikan sementara liputan ini. Birokrat marah!. Dari peristiwa itu aku pun belajar bahwa menulis memerlukan keberanian dan tekad kuat. Tanpanya, kebenaran tak bisa terungkap begitu saja. Dan saat kebenaran diungkap, kita harus berani menanggung resiko bersama. Sayang, pers kita tak seperti itu nampaknya. Pers kita lebih mengarah pada politik kompromi. Barangkali karena itulah, pers kita susah untuk menjadi corong atau pengungkap satu kasus yang utuh.

Buku Anda Mau Jadi Wartawan? Karya Nancy Nasution mengobatiku kerinduan menjadi wartawan. Cita-cita itu pupus karena pertimbangan orangtua. Aku memilih orangtua, orangtua berpesan jangan jadi wartawan nak, nanti resikonya tinggi, kamu jadi guru saja, fakultasmu kan FKIP, sayang kalau tak dipraktikkan ilmunya. Jalan menjadi guru pun akhirnya kutempuh. Tapi tak menyurutkan langkahku untuk menjadi penulis. Meski menjadi guru, aku masih melakoni membaca dan menulis.

Buku tipis setebal 104 halaman ini bisa menjadi bekal bagi calon wartawan. Disana ada banyak pembahasan mengenai apa itu feature, bagaimana menulis feature, lead, cara membuat liputan yang bagus dan menarik. Serta banyak hal yang berkaitan dengan dunia tulis-menulis dan kewartawanan.

Di halaman 7 misalnya dicantumkan pengertian mengenai berita. Berita adalah suatu laporan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi yang ingin diketahui oleh umum. Berita merupakan unsur penting dalam hidup, sebab kita semuanya selalu menaruh perhatian kepada apa yang terjadi di sekitar kita pada masa ini.

Menurut Nancy, ada lima unsur sesuatu bisa disebut bernilai berita diantaranya mengandung ; aktuil (hangat), lingkungan yang dekat dengan pembaca, tokoh-tokoh terkenal, akibat peristiwa pada pembaca, dan peristiwa tentang hewan dan orang-orang.

Selain memaparkan mengenai berita, buku ini juga mencatat mengenai pengertian piramida terbalik. Diantaranya adalah lead, kemudian disusul dengan kenyataan-kenyataan selanjutnya, kemudian fakta-fakta selanjutnya, bagian yang kurang penting, hingga detail-detail selanjutnya. Inilah piramida terbalik yang sering dijadikan patokan dalam menyusun berita.

Buku tipis ini memang seperti buku pengantar semata. Semacam buku praktis atau pedoman bagi para wartawan. Kita bisa menemukan anjuran prinsipil mengenai konsepsi idealis seorang wartawan di buku ini. Penulis memberikan petuah belajarlah berpikir sambil mengetik, janganlah malas atau segan-segan untuk melihat dalam kamus, kalau anda tidak tahu arti kata-kata tertentu. Hendaklah anda selalu mengikuti dan mengetahui peristiwa-peristiwa di sekitar anda. Bacalah selalu koran, dan majalah-majalah, dengarkan radio, bicarakan kejadian-kejadian yang sedang hangat dengan teman-teman. Bertanyalah sebanyak-banyaknya; selalu bertanya mengapa?, jangan merasa puas ,kalau anda baru mendapat setengah dari keteranganketerangan yang anda perlukan. Hendaklah anda lebih dulu  anda mempunyai kepastian bahwa anda sudah mengetahui dengan jelas sebelum anda mengolahnya untuk orang lain.

Jenis tulisan jurnalistik yang memiliki kesan mendalam  diantaranya adalah liputan berbentuk feature. Nancy nasution menuliskan pengertian feature, feature adalah karangan yang menarik dan mengumpulkan perhatian pembaca sebanyak-banyaknya selama perjalanan cerita dan mencapai puncak pada akhir karangan itu. Liputan feature inilah selain menantang bagi wartawan tapi juga membuat pembaca menikmatinya.

Kini menjadi wartawan memang lebih memacu pada Indeks Prestasi (IP). Koran atau majalah tak mempertimbangkan berapa banyak buku yang dibaca tentang kejurnalistikan dan kewartawanan. Barangkali kini hanya di Koran Tempo, atau Majalah Tempo yang memberikan bekal para wartawan pemula untuk membaca buku Goenawan Mohamad bertajuk  Seandainya Saya Wartawan Tempo (2014).

Beruntunglah saya membaca buku kecil ini, sebab di sampul belakang ada kalimat agak provokatif berbunyi : Inilah buku yang anda cari!. Ny Nancy Nasution berasal dari lowa, Amerika Serikat dan tamatan Akademi Jurnalistik . Selama beberapa tahun kerja di Indonesia, khususnya sebagai pemimpin lokakarya-lokakarya karang mengarang baik di Jakarta maupun di tempat lain, serta membina pengarang-pengarang kita.

Mengetahui ilmu wartawan tak harus menjadi wartawan, dengan membaca buku ini, setidaknya keinginan saya menjadi wartawan dulu bisa terobati dengan mempelajarinya lewat buku.

*) tuan rumah Pondok Filsafat Solo, Pengasuh MIM PK Kartasura

 

, , , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan