Buku setipis apapun itu, jangan kau pandang remeh, boleh jadi, darinya kau akan memperoleh pengetahuan yang lumayan. Sebagaimana buku berjudul Memenangkan Lomba Mengarang, garapan Suhadi. Suhadi dikenal sebagai guru, jebolan IKIP sejak tahun 1973, hidup menderita. Lahir 6 november 1940, ditepian sungai Konta sebagai anak yatim. Penderitaannya berlanjut menjadi penggembala di ladang gersang. Semasa kuliah, ia sehari-hari menjadi tukang cukur.Terakhir menjadi guru SD di Jawa Timur. Ia memenangkan lomba mengarang tingkat nasional sebanyak 5 kali. Pak Harto yang langsung menyerahkan hadiahnya. Ah, riwayat Suhadi tak diteruskan saja. Kita mau mengurusi bukunya.
Apa pengertian mengarang?. Menurutnya mengarang adalah kegiatan berangkai dalam mengungkapkan hasil pikir dengan wahana bahasa tulis disajikan kepada orang lain agar dimengerti maknanya. Hasil gagasan tersebut berupa pengalaman, perasaan, pendapat,pengetahuan, keinginan, ajakan, penolakan, himbauan, kenetralan, dan gejolak batin yang lain (h.15). Penulis buku ini memberi rambu-rambu, untuk mengarang yang baik, memerlukan persiapan. Diantara persiapan itu adalah mental, kepribadian, semangat, kemauan keras, tekun, perjuangan, dan kesehatan.
Apakah kita akan berhenti dan menyudahi buku resep mengarang berikut ini?. Tidak, kita mesti bersabar dengan uraian Suhadi. Mengarang bukanlah pekerjaan sulit, Suhadi mengutip T.S Eliot, bahwa mengarang itu buah dari ketekunan, 99 % dan satu persennya bakat. Tak salah bila Suhadi juga menuliskan syarat mengarang yang baik adalah tekun.
Tekun ini tentu saja tak mudah, ia memerlukan pendisiplinan waktu, tubuh, mata dan gerak. Orang boleh saja mengatakan itu mudah. Tapi siapa sangka kesibukan kita sekarang justru berjubel dan sering disalahkan akibat terlampau malas dan susah mengatur waktu untuk mengarang, menulis?.
Suhadi masih cerewet memberikan resep. Imbauan Suhadi berikutnya adalah soal bahasa. Ia pun memberi wejangan pada kita : “ Dalam dunia karang-mengarang, bahasa sungguh merupakan energi yang menghidupi seluruh isi karangan. Bahasa bagaikan air kolam yang mampu menghidupi ikan-ikan yang bertebaran di dalamnya. Karangan itu sendiri memang suatu permainan bahasa. Bahasa merupakan seni yang dipergunakan oleh manusia di dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan manusia tidak terlepas dari peran bahasa”(h.66).
Pak guru sekaligus pemenang lomba nasional ini pun membedakan pengertian bahasa baik dan bahasa yang benar. Bahasa yang baik menurutnya adalah bahasa yang sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Sedangkan bahasa yang benar adalah bahasa yang ejaannya sesuai dengan peraturan ejaan yang berlaku.
Di halaman-halaman akhir kita bisa mendapati saran penulis ampuh ini bahwa mengarang adalah pekerjaan yang membutuhkan persiapan yang matang. Ingat, bahwa mengarang adalah membangun! Sebelum melaksanakan pembangunan harus ada disain, materi dan peralatan yang memadai. Pembaca tak usahlah curiga dengan persepsi penulis tentang pembangunan dan membangun. Kita percaya saja, mengarang memang memerlukan persiapan yang matang dan usaha yang keras.
Apakah pembaca sudah menjadi pengarang ampuh?. Ingin seperti Suhadi?. Membacalah, membaca buku Suhadi bisa mengajak kita menekuri dan menelusuri jalan menjadi pengarang ampuh.
Belum ada tanggapan.