amoroshopia-panduan-dan-sistematika-cinta

Sistematika Cinta ala Amorosophia

Oleh Son Agung Narayan

Sistematika cinta. Itulah frasa yg terbersit di otak saya ketika membaca buku “Amorosophia” karya sahabat saya D.M.T. Andi Wibowo, Ph.D. ini, kendati penulis buku menaruh sub judul “Panduan Cinta” di buku ini. Bagaimana tidak, karena buku ini merupakan narasi tentang cinta. Ikhwal hati dicoba diungkap secara nalar / akal budi : mengakalbudikan cinta, dan mencintakan akal budi.

amoroshopia-panduan-dan-sistematika-cintaNarasi demikian ini khas milik para “ahli manajemen bioplasmik” (ulama, kyai, bikhsu, pendeta, pastor, dukun/cenayang dan paranormal). Para “ahli manajemen bioplasmik” ini mengelola hati, qolbu, rasa, bathin, jiwa, akal budi, sisi rohani, dan cinta termasuk di dalamnya.

Antara cinta dan akal budi, saya ibaratkan pasangan rel kereta api. Seiring namun tak bertemu ujung. Sejalan namun tak berhimpit. Cinta merupakan ikhwal hati dan rasa. Akal budi merupakan ikhwal narasi dan nalar.

Upaya menarasikan ikhwal cinta dalam buku ini, baik melalui alur pikir pada aras kajian ontologis (bab II), epistemologis (Bab III), dan aksiologis (Bab IV), diramu dalam berbagai perbandingan, pendalaman, kajian sebab akibat maupun dialektis sepertinya pemikiran penulis buku ini bermuara kepada upaya untuk memahami “sangkan paraning dumadi” manusia itu sendiri; dus, dalam rangka memahami kemanusiaan.

Menjadi sangat relevan jika penulis buku ini memunculkan term baru dan unik dalam khasanah pengetahuan kita, yaitu “manusiologi” (h. 207). “Hakekat manusia hanya bisa dipahami melalui cinta dan bukan melalui akal budi, melalui logika hati dan bukan logika pikiran….” (h. 208). Dengan term baru ini, penulis ingin menegaskan tesis Blaise Pascal tersebut dengan memasukkan “cinta” sebagai sebuah paradigma dalam studi-studi ilmu yang bercorak anthroposentrik (sosiologi, psikologi, paedagogi, dan sebagainya).

Kendati bahasanya agak berat, namun dengan sedikit kesabaran para pembaca akan merasa nikmat diajak berselancar di bentang “rel kereta api kemanusiaan” yang tersusun atas makna cinta dalam dialog internal dengan bathin si pembaca (di sisi yang satu) dan akal budi dalam narasi penulis (di sisi lainnya). Buku yang layak dibaca oleh segala lapisan yang mencintai manusia dan kemanusiaan.

, , , , , , , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan