Tubuh manusia selalu memiliki banyak misteri. Misteri yang muncul lewat tubuh manusia selalu menjadi bahan pemikiran yang menarik untuk diselami oleh manusia sendiri demi menemukan arti dan makna terdalam dari tubuh manusia itu sendiri.
Tubuh manusia itu penuh misteri. Ada sebuah ungkapan yang menggambarkan tubuh manusia sebagai misteri. Bahwa jiwa manusia sebenarnya terkurung dalam penjara tubuh manusia yang fana. Karena penjara tersebut, jiwa manusia tidak bisa memancarkan kemurniannya dan sering terjebak dalam keinginan tubuh. Jiwa manusia yang murni tentu saja akan selalu membawa manusia pada pemikiran dan perilaku yang baik dan luhur. Sayangnya jiwa itu terjebak dalam tubuh manusia yang fana. Tubuh yang fana itu lebih menguasai manusia sehingga manusia terjebak dan hanya melakukan keinginan dari tubuh itu sendiri. Contohnya, pemuasan nafsu, seks, makan, minum dan lainnya. Keinginan jiwa tentunya lebih berdekatan dengan yang rohani yaitu berdoa, meditasi dan merenungkan kehidupan. Tentu tubuh dan jiwa bertentangan sehingga karena tubuh lebih dominan maka anggapan jiwa terkurung dalam tubuh digunakan.
Memang agak riskan menyebut bahwa jiwa terkurung dalam tubuh sebab tubuh dan jiwa merupakan dua unsur penting yang menjadikan manusia itu hidup, hidup karena jiwa memberi roh pada tubuh yang fana. Dengan hadirnya jiwa dalam tubuh, manusia dapat bergerak untuk terarah pada satu nilai luhur yaitu kehidupan. Untuk itu membebaskan jiwa dari tubuh adalah tidak mungkin begitu juga sebaliknya membebaskan tubuh dari jiwa sangat mustahil.
Yohanes Paulus II adalah seorang teolog yang memberi perhatian lebih pada pentingnya pemahaman yang baik terhadap tubuh manusia. Deshi Ramadhani (untuk selanjutnya disingkat DR) berusaha menunjukkan sisi lain dari tubuh manusia. Tubuh manusia yang lebih menunjukkan keaslian dalam memandang sisi terdalam tubuh manusia.
Pertanyaan yang dipakai DR untuk menunjukkan keaslian manusia memandang tubuh adalah dengan pertanyaan, bagaimana manusia memandang tubuh manusia ketika telanjang? Kebanyakan orang akan memahami tubuh yang telanjang sebagai sesuatu yang aneh dan tidak pantas untuk dibicarakan. Karena apa? Tubuh yang telanjang mengartikan sisi pornografi dan sisi memperkosa tubuh itu sendiri. Namun bagaimana memandang para artis porno yang melakukan persetubuhan demi mendapatkan uang, lalu banyak orang yang menonton video mereka. Bukankah mereka juga telanjang? Atau patung-patung telanjang yang sering kita lihat di berbagai pameran karya seni? Justru inilah yang mau dikritik oleh DR sebagai penyimpangan dari arti tubuh yang sebenarnya. Arti tubuh yang nyata dan jelas hanya nampak jika manusia memandang tubuh manusia secara utuh dan tidak mendesakralisasi tubuh hanya untuk memuaskan hasrat nafsu manusia.
Inilah kesalahan manusia zaman sekarang yang memandang tubuh secara sempit dan mengabaikan kehadiran pribadi. Tubuh manusia adalah pribadi manusia itu sendiri. Yang dilihat dari tubuh manusia adalah pribadi manusia bukan menyempitkan pandangan tubuh hanya pada organ tertentu. Karena pemikiran yang seperti inilah mengapa masyarakat zaman sekarang menilai ketelanjangan sebagai bentuk pornografi. Padahal yang diperhatikan oleh orang yang menilai tubuh telanjang sebagai pornografi adalah mereka yang hanya memperhatikan satu bagian saja dari tubuh manusia dan mengabaikan bagian yang lain sebagai satu kesatuan dari tubuh yang menjadi pribadi seorang manusia.
DR mendasarkan bukunya pada pemikiran dan teologi tubuh Yohanes Paulus II. Muncul pertanyaan baru, apakah seorang biarawan dapat mengerti arti tubuh dalam hal ini seks padahal biarawan tidak pernah melakukan seks atau menikah? Jawaban yang DR berikan adalah bahwa semua orang tanpa harus pernah melakukan seks terlebih dahulu pun tahu bagaimana mengartikan seks itu. Layaknya pertanyaan apakah membunuh itu baik atau buruk, tentu semua orang akan menjawab itu buruk. Mereka tidak harus pernah membunuh terlebih dahulu untuk tahu membunuh itu baik atau buruk. Jadi tentunya tanpa harus melakukan seks juga Yohanes Paulus II tetap mengerti arti seks itu. Justru Yohanes Paulus II memiliki pemahaman seks yang lebih bagus dari kebanyakan orang.
Contohnya, apa arti seks? Banyak orang akan mengutarakan bahwa seks hanya semata-mata tentang percampuran antara pria dan wanita dalam persetubuhan. Itu arti seks pada umumnya. Namun bagi Yohanes Paulus II seperti yang digambarkan DR dalam bukunya, seks adalah tentang kasih sayang, cinta, perhatian dan pemberian diri yang utuh kepada orang lain lebih khusus pasangan tanpa mementingkan ego diri sendiri. Bagi YP, seks adalah memberi diri kepada pasangan secara utuh dan begitu juga sebaliknya.
Lebih jauh YP mengkiritk kehidupan suami istri zaman sekarang yang hidup dalam ketidakmengertian tentang arti seks. Suami memaksa istri untuk memuaskan nafsunya tetapi suami tidak pernah memberikan kepuasan sebaliknya untuk istri. Para istri hanya dilihat sebagai obyek seksual dari para suami yaitu untuk memuaskan nafsu. Padahal bagi YP, suami dan istri dalam seks harus memberi diri satu sama lain untuk memuaskan satu sama lain juga. Seks antar suami dan istri harus sama mencapai klimaks antar mereka berdua. Dalam seks tidak boleh satu pribadi hanya dilihat sebagai pemuas seks untuk pribadi yang lain.
Dalam bukunya, DR membahas tubuh dalam artian membahas tentang memandang seks secara lebih mendalam dan komprehensif sehingga semua orang yang membaca bukunya akan sadar bahwa pemahaman tentang seks selama ini masih jauh dari arti seks yang sebenarnya. Buku DR sangat membantu kita semua yang ingin memahami sex dalam pernikahan dan bagaimana pasangan suami istri memberi diri dalam hubungan pernikahan.
Juga dalam bukunya, DR tidak lupa membahas teologi tubuh dari perspektif katolik dalam terang pemikiran Yohanes Paulus II. Tentu saja untuk para pembaca yang non kristen akan mengalami kesulitan ketika membaca bukunya, tetapi jaminannya anda akan mengerti arti seks yang lebih mendalam dan bagaimana melihat tubuh orang lain bukan sebagai seonggokan daging yang berjalan tetapi melihat tubuh sebagai pribadi yang hadir.
Belum ada tanggapan.