buku-menjaga-gairah-menulis

Menjaga Gairah Menulis

Meski sudah banyak buku tentang panduan menulis dan pengalaman menulis, tetap saja menulis tak bisa dipisahkan dari buku. Dari buku itulah, kita mengenali kisah, cerita, sampai pengalaman yang dibagi para penulis lewat bukunya. Disana, kita bakal menemui kisah tentang hubungan dan pengalaman menulis dengan membaca. Karena itulah, rasanya susah melepaskan kebiasaan menulis dengan kebiasaan membaca. Sebagaimana yang dituliskan Anwar Holid di bukunya Keep Your Hand Moving (2010). “Menulis, maupun membaca merupakan ketrampilan yang harus dipelajari manusia. Keterampilan ini bukan bawaan orok. Dulu, kita semua buta huruf dan buta menulis . Baru setelah belajar a-b-c, kita jadi bisa menyampaikan pesan lewat pernyataan”.

Jadi kalau sampai sekarang kita masih percaya bahwa menulis adalah bawaan orok, atau bakat, rasanya perlu kita luruskan pandangan semacam itu. Lalu apa yang bisa diperhatikan kalau seseorang ingin menjadi penulis yang handal. Sebagaimana seorang tukang yang membuat bangunan, penulis pun memerlukan bahan diantaranya “keterampilan berbahasa, menguasai gaya dan tata bahasa, kemampuan memilih kosakata, dan menyampaikan pikiran, serta mendayagunakan kekuatan yang dimiliki kata”.

Tentu saja bahan menulis itu mesti dicari dan dimiliki sebagai modal menjadi seorang penulis yang handal, kita bisa memperoleh itu semua salah satunya dengan jalan membaca, serta mengasah ketekunan dalam menerapkannya. Di masa sekarang, saya kira mencari buku tak sesulit dulu. Harga buku pun bervariasi, tergantung kita sebagai seorang penulis apakah hendak bersusah-susah dengan membaca buku terlebih dahulu, atau memilih cara instan tapi berisiko.

Saya pernah mendapat peringatan keras dari guru saya, karena mereview obrolan bertema pasar. Tulisan saya keluar dan dimuat di media massa, tapi saya diingatkan bahwa apa yang saya lakukan itu salah, dan kurang memiliki etos menulis. Akhirnya saya sadar, dan meminta maaf dengan mas Heri Priyatmoko sebagai pemateri. Sebab di tulisan saya, tak ada nama mas Heri Priyatmoko selaku penyampai materi, sekaligus saya belum membaca buku-buku bertema pasar sebagaimana yang ada dalam tulisan saya.

Pengalaman saya ini menjadi pelajaran berharga di masa-masa berikutnya ketika menulis artikel di media massa. Dan memang, bila kita malas membaca buku, akan terlihat pada kualitas tulisan kita. Redaktur, sampai pembaca akan terus menjadi mata yang selalu mengintai. Bila tulisan kita bagus, padat, dan menarik, serta kaya data, maka dengan sendirinya redaktur maupun pembaca tak bosan dengan tulisan kita. Karena itulah, memperlakukan buku sebagai sesuatu yang dekat dan sebagai sumber ilmu menjadi sebuah keharusan bagi penulis. Dengan menulis itulah, buku yang kita baca, tak sepenuhnya hilang dari ingatan, tapi ada jejak dan tanda yang hendak kita ambil dari buku yang kita baca dengan menulis.

Karena itulah, pesan yang disampaikan oleh Ortega Y. Gassett yang dinukil oleh Anwar Holid di buku Keep Your Hand Moving (2010) tepat adanya. “ Belajar membaca dan menulis itu fundamental dan susah. Namun sesungguhnya lebih susah lagi belajar membaca dan menulis secara benar”. Itulah mengapa, menjadi penulis sebenarnya adalah buah dari ketekunan dan kedisiplinan. Tanpa ketekunan dan kedisiplinan, penulis tak bakal naik peringkat menjadi penulis yang handal dari penulis pemula. Orang pun makin segan, dan menghargai kita bila tulisan kita makin lama makin enak dibaca dan tentu saja membuat orang tergugah.

Buku Anwar Holid yang berjudul Keep Your Hand Moving (2010) menjadi salah satu buku yang mengajak kita menulis secara bebas dan santai. Tetapi Anwar juga memberikan catatan-catatan kemudian hari kalau menulis juga membutuhkan disiplin membaca, disiplin dalam mempraktikkannya. Tanpa itu, penulis hanya akan terlena dalam suasana yang enak semata. Saat itulah, tulisan jadi kehilangan ruh, kehilangan sentuhan.

Menjaga gairah menulis ternyata bukan hal yang mudah. Ia memerlukan disiplin, memerlukan ketekunan dan kerja yang tak henti. Saat itulah, buahnya bisa terasa sedemikian rupa. Sebagaimana yang dilakukan oleh Pramoedya Ananta Toer misalnya, apa yang ia capai sekarang adalah apa yang ia usahakan dengan mati-matian ketika bergelut dengan buku, dengan realitas yang ada di sekitarnya, hingga ia bisa dikenal melalui karya-karyanya. Hingga Goenawan Mohamad pun memujinya hampir tak bisa dipisahkan antara Pramoedya sebagai Sastrawan, sebagai penulis, dengan apa yang ia yakini, dengan apa yang ia lakukan, keduanya seperti menyatu dan susah untuk dipisahkan. Saat itulah, karya dan penulis menjadi “manunggal”, menjadi satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.

*) tuan rumah Pondok Filsafat Solo, Pengelola doeniaboekoe.blogspot.com.

, , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan