Menunggu Kajian Korupsi Selanjutnya

Buku ini salah satu buku kajian empiris tentang korupsi. Hasil pemikiran guru besar universitas Singapura ini terbit pertama kali tahun 1983. Jarang sekali kajian-kajian empiris soal korupsi. Dalam buku ini dinyatakan bahwa penyebab utama korupsi adalah keinginan untuk tampil mewah. Ada benang merah antara perilaku individu dengan tuntutan hidup ‘lebih dibanding yang lain’ dalam masyarakat. Dengan kata lain, ada semacam izin tidak tertulis yang memaklumi seseorang melakukan korupsi. Kalau kita tarik pada realitas hidup di kota besar macam Jakarta yang minimal membutuhkan biaya Rp 3jt per bulan, kita akan berhadapan dengan pertanyaan: darimana uang orang-orang tidak mampu itu sehingga mereka mampu bertahan hidup. Dari hal-hal kecil, kemudian orang mengijinkan korupsi kecil-kecilan. Itu kemudian menjadi ‘pembenaran’ perilaku koruptif sehingga mau tidak mau itu telah mematangkan budaya korupsi. Bagian dari budaya kita.
Buku ini menyarankan untuk membenahi ahklak dengan memperbanyak pendidikan agama. Memang solusinya masih terkesan kuno dan kurang membumi. Apalagi jika dihadapkan pada realitas Indonesia akhir-akhir ini yang mempunyai kecenderungan korupsi dilakukan oleh tokoh-tokoh agama. Solusi semacam ini menjadi hilang kepercayaan. Dalam konteks Indonesia, pembersihan (reformasi) aparat penegak hukum lebih urgen untuk dilakukan. Dengan kata lain, pembersihan dimulai dari DPR/DPRD sebagai pembuat UU, kemudian dilanjutkan pada hakim, jaksa dan kepolisian. Jika sistem peradilan sudah matang, pembuktian terbalik baru dapat diterapkan sebab pembuktian terbalik membutuhkan instansi dan aparat-aparat yang tidak diragukan kredibilitasnya. Namun bagaimana pun buku ini telah memperkaya khasanah kajian korupsi secara empiris di tengah minimnya kajian-kajian soal korupsi.

,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan