novel-jonathan-livingstone

Pelajaran Hidup dari ‘Si Burung Camar’ Jonathan Livingstone

Novela ini begitu pendek. Namun, nafasnya tak sependek halamannya. Seekor burung camar bernama Jonathan Livingstone Camar, telah menjadi burung yang lain dari biasanya. Camar ini tak seperti camar lain, ia berbeda. Perbedaan itu bukan pada bentuk, tapi pada kebiasaan dan prinsip. Di halaman 12 misalnya diceritakan bahwa bagi kebanyakan camar, bukan terbang yang penting, melainkan makan. Walaupun demikian, bagi Jonathan Livingston Camar, bukan makan yang penting, melainkan terbang. Ia menyukai terbang lebih dari apapun lainnya.

Ia belajar terbang bukan untuk memuaskan Ayah-Ibunya. Ia hanya ingin sejauh mana ia bisa terbang. Apa yang dilakukan si camar ini sungguh luar biasa, ia sudah menemukan dirinya sendiri. Ia tak peduli alasan orang lain mengenai hidup, tapi ia menentukan sendiri alasan apa mengapa ia harus hidup. Bila burung camar lainnya hidup diartikan untuk makan, maka Si Jonathan Camar justru beda. Ia ingin mengetahui sejauh mana batas yang bisa ia gapai dalam hidup.

Apa yang ada di pikiran Jonathan Camar?. Halaman 29 memberi kita jawaban mengenai apa yang dipikirkannya. Yang dipikirkannya adalah kemenangan. Kecepatan puncak! Seekor burung camar dengan kecepatan dua ratus empat belas mil per jam! Itu merupakan terobosan, satu satunya yang paling hebat dalam sejarah Kawanan, dan pada saat itu sebuah zaman baru terbuka bagi  Jonathan Camar. Dia mendapatkan bahwa sehelai bulu ujung sayap, yang bergerak sepersekian inci, memberikan lengkungan sapuan yang mulus pada kecepatan yang luar biasa.

Sehari-hari burung camar ini terus-menerus melatih kekuatannya, perhitungannya hingga ia mencapai kemampuan terbang luar biasa, mengontrol dan mengendalikan tubuhnya dengan lihai. Apa reaksi teman-temannya, keluarganya, sampai dengan kawanannya?. Kelancangan yang tidak bertanggungjawab, melanggar martabat Keluarga Camarkata Dewan Camar. Dan Jonathan Livingstone pun menjawab dengan lantang : Siapa yang lebih bertanggungjawab daripada seekor burung camar yang menemukan dan mengikuti sebuah makna, sebuah tujuan hidup yang lebih tinggi? Selama seribu tahun kita hanya berebut kepala ikan, tetapi sekarang kita punya alasan untuk hdupuntuk belajar, untuk menemukan, untuk menjadi bebas! Beri aku satu kesempatan biarkan aku menunjukkan kepada kalian apa yang telah kutemukan…..

Setelah diusir dari kawanan ia justru menemukan teman baru. Di sekumpulan kawanan, Jonathan Camar justru bertemu dengan Chiang camar yang sudah tua tapi memiliki kecepatan yang secepat kilat. Jonathan sekilas heran dengan hal tersebut, dan terjadilah dialog antara keduanya. Jonathn pun bertanya kepada Chiang. Adakah yang namanya surga?. Kau akan mulai menyentuh Surga, Jonathan, pada saat kau menyentuh kecepatan yang sempurna. Dan itu bukanlah terbang dengan kecepatan seribu mil per jam, atau sejuta mil per jam,atau terbang dengan kecepatan cahaya. Sebab bilangan apa saja adalah batas, dan kesempurnaan tidak punya batas.

Jonathan Camar ini pun kembali ke kawanan,  dan menemukan kawanan baru, menemukan murid yang mau seperti dia. Ia ingin lebih banyak orang mengerti arti kebebasan.

Apa yang diajarkan Jonathan Livingstone sebenarnya seperti juga jiwa kita. Sebenarnya jiwa kita menginginkan kebebasan seperti juga Si burung Camar. Kebebasan itulah yang sebenarnya pun dituntunkan oleh Tuhan. Bahwa manusia sebenarnya memiliki kekuatan yang luar biasa. Tapi karena manusia sering membatasi kekuatan dan kelebihan-kelebihan itu, akhirnya ia tak mampu mencapai kekuatan yang dimilikinya secara maksimal.

Dalam kehidupan kita, kita begitu banyak ditunjukkan bahwa arti yang diberikan oleh Tuhan dalam tubuh kita begitu berharganya. Betapa kekayaan dan potensi dalam tubuh kita tak terbatas. Ia adalah kekuatan yang tak bisa dinilai dengan uang. Hanya saja manusia sering tak menyadari kekuatan itu. Membatasi geraknya, mengurung dengan keterbatasan yang ia miliki. Akhirnya, kekuatan yang luar biasa, potensi yang tersembunyi, dan apa yang dicapai oleh tubuh dan pikiran kita menjadi begitu terbatas.

Itulah yang terjadi ketika kita membatasi diri kita. Kita sering mengurung diri kita dalam ruang lingkup pikiran kita dan tempat kita berdiri. Kita tak melanglang jauh keluar dari tempurung kita. Bolehlah kita meminjam apa yang selama ini ada dalam peribahasa kita, kita sering menjadi katak dalam tempurung.

Bila kita berusaha dan terus keluar dari batas pikiran kita, maka saat itulah kita merasakan ada dunia yang sebenarnya tak terbatas yang bisa kita tembus.  Bila kita menjadi manusia yang biasa-biasa saja, menjalani rutinitas makan, minum, kerja, tidur maka kita tak beda dengan kawanan camar yang dikisahkan oleh Jonathan Living Stone. Tetapi bila kita mampu melihat dan mencoba menembus batas-batas dalam kehidupan kita, kita akan menyaksikan sorga, mencapai dunia yang tak terbatas. Saat itulah kita mencapai kebebasan yang sejati.

Tentu saja kebebasan sejati itu tak bisa dicapai dengan tenang, dan santai. Ia mesti dicapai dengan kerja keras, kedisiplinan yang tinggi, serta jiwa yang pantang menyerah. Hal itu pula yang dilakukan Jonathan Living Stone Camar. Meski tubuhnya kecil, tapi ia tak mau menganggap dunianya sebatas lingkungannya, sebatas yang ada di bumi, ia justru terbang mengendalikan awan, terbang tinggi, dan melihat dunia yang tak terbatas.

Kebebasan yang dicapai sendiri tentu tak ada maknanya, Kebebasan sebenarnya adalah saat kita mampu memberikan apa yang kita tahu, dan membaginya pada orang lain. Jonathan Livingstone Camar melakukan itu, ia ingin tak hanya dirinya yang tahu makna kebebasan itu, ia membaginya pada yang lain, ia ingin orang lain pun merasakan kebebasan dan makna hidup yang sebenarnya pula.

Pantas rasanya buku novela ini menjadi Best-Seller dunia, ia telah menyentuh kita untuk menggali kembali ke dalam jiwa kita masing-masing, dan yang tak kalah penting, kita mau belajar dari hewan. Dari hewan kita bisa menemukan hakikat dan makna hidup kita sendiri.

 

*) Pengelola doeniaboekoe.blogspot.com

, ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan