Intisari yang pokok dari pembahasan buku Analisis Gender Dan Transformasi Sosial ini ada tiga konsep besar. Yakni, tentang analisis gender dan ketidakadilan; analisis gender dalam gerakan transformasi perempuan, dan agenda mendesak gerakan feminism, termasuk di dalamnya tantangan dan upaya di era selanjutnya.
Yang pertama mengenai analisis gender dan ketidakadilan dimulai dengan membedakan antara seks dan gender. Kemudian konsep seks lebih kepada perbedaan manusia secara lahiriah atau biologis yang kodrati. Sementara sifat gender laki-laki dan perempuan bisa berganti tidak permanen atau kodrati. Sementara gender sendiri dari berbagai faktor seiring zaman berkembang dapat berubah yakni dari sisi tempat, kelas, ruang.
Adanya perbedaan gender tidak menjadi masalah atau suatu hal yang wajar selama didalamnya tidak terjadi kesenjangan atau ketimpangan yang signifikan (gender inqualities). Perbedaan gender (gender differences) dan ketidakadilan gender (inqualities gender) sangat berkaitan erat pada sektor ketidakadilan di lingkungan masyarakat luas. Banyak sekali sekali contoh kekerasan yang terjadi, semua karena kegagalan memaknai gender, di masyarakat yang kian bias gender (gender related violence). Macam-macam ketidakadilan gender telah terjadi di beberapa ruang seperti; kebijakan, adat, kultur, agama, serta tidak menutup kemungkinan dalam ranah rumah tangga. Yang tidak mudah untuk digempur adalah ketidakadilan gender yang sudah membudaya mengakar mendarah daging dan menjadi hal yang lumrah serta dianggap bukan lagi ketidakadilan karena telah menjadi keyakinan.
Penalaran gender dalam gerakan transformasi perempuan dimulai dengan gerakan feminisme yang berangkat dari persepsi dan kesadaran bahwasannya kaum perempuan pada hakikatnya ditindas, dieksploitasi sehingga harus ada upaya serta strategi untuk mensudahi ketertindasan juga eksploitasi tersebut. Aliran fungsionalisme structural sering disebut madzhab arus utama (mainstream). Menurut aliran ini, masyarakat merupakan sistematika yang terdiri atas organ-organ yang saling bersinergi untuk menciptakan keseimbangan. Dampak fungsionalisme dijumpai dalam pemikiran feminism liberal yang timbul sebagai kritik terori politik liberal. Lain halnya dengan feminisme radikal, feminism liberal tidak menyoal diskriminasi akibat ideologi patriarki serta tidak mempermasalahkan analisis perihal strata kelas, politik, ekonomi, dan gender seperti yang dikupas oleh feminism sosial. Implikasi feminism liberal terinterprestasi dalam teori modernisasi dan program global yang lazim disebut Woman in Development.
Penulis memaparkan yang terakhir mengenai agenda yang cukup vital serta tantangan dan upayanya mendatang. Untuk memperjuangkan gender perlu adanya strategi jangka panjang dan jangka pendek, begitu uraian singkatnya. Upaya yang digalakkan dalam jangka pendek untuk memangkas ketidakadilan gender melalui beberapa program aksi yang melibatkan kaum perempuan , dan upaya jangka panjang untuk memerangi ketidakadilan melalui kampanye kesadaran kritis dan menyuntikkan pendidikan umum masyarakat.
Selanjutnya tantangan yang diangkat penulis adalah gerakan feminism yang dapat dibagi kedalam tiga dekade. Dekade pertama merupakan masa “pelecehan”. Dekade kedua merupakan pengenalan dan pemahaman dasar tentang analisis gender beserta isunya yang menjadi problematika pembangunan. Kemudian tantangan pada decade selanjutnya yaitu perihal gerakan kilas balik dari aktivis laki-laki maupun perempuan. Strategi yang diciptakan adalah mengintegrasikan gender ke dalam seluruh kebijakan dan program berbagai organisasi pun lembaga pendidikan serta menjalankan strategi advokasi.
Tidak kalah penting bahwa gerakan feminis sama sekali bukan legitimasi untuk menyerang laki-laki, melainkan merupakan upaya untuk melawan sistem yang tidak adil, citra patriarkial, tidak mandiri serta mengangkat martabat dan menjunjung perempuan.
Belum ada tanggapan.