buku-husein-jafar

Islam Yang Dinamis

Sebagai sebuah ajaran yang sempurna, islam diyakini akan selalu aktual. Betapapun banyaknya orang tak suka dan meragukan kesempurnaan islam, sebagai sebuah agama ia telah membuktikan bahwa ajarannya selalu bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Islam bukanlah agama yang kaku dan keras. Ia adalah agama yang penuh kasih dan penuh kisah. Banyaknya kisah di dalam Al-qur’an menandaskan bahwa ia menyentuh dengan cara yang sangat halus. Islam menyeru, mengingatkan, tapi juga memberi harapan, peluang, bahkan kesempatan. Ia adalah agama yang manusiawi, perhatiannya pada manusia begitu teramat dalam. Begitu rincinya ia mengatur manusia. Praktik-praktik ibadahnya menghantarkan manusia pada kesucian, baik ruhani maupun ragawi.

Dalam rentang zaman yang panjang itulah, ia mengalami pasang surut dan dinamika sebagaimana manusia. Islam lahir dari sebuah kondisi masyarakat yang bodoh, tiran, serta carut marut. Di saat itulah, risalah Islam hadir sebagai sebuah tatanan yang merubah segala kebobrokan itu. Saat islam mencapai zaman keemasannya, ia mampu menciptakan tatanan dunia yang damai, maju dan berperadaban. Sisa-sisa itu masih bisa dilihat dari bangunan, hingga tinggalan artefak-artefak yang ditinggalkannya. Kita juga bisa melacaknya dalam buku-buku dan khazanah klasik di buku-buku sejarah.

Sampai saat ini, islam dikenal sebagai sebuah agama dan ajaran yang penuh rahmat dan kasih. Akan tetapi akhir-akhir ini, umat islam dituntut untuk terus belajar dan bergerak melampaui zaman. Umat islam dianggap perlu mengejar ketertinggalannya semenjak jatuhnya masa keemasannya. Hari ini, umat islam di dunia, terutama di indonesia, mengalami banyak kemunduran baik dalam bidang ilmu pengetahuan, sampai dengan krisis kemanusiaan.

buku-husein-jafar-tentang -agama-islam

Judul Buku: Menyegarkan Islam Kita
Penulis: Husein Ja’far Al Hadar
Penerbit: Quanta
Tahun: 2015
Halaman: 270 Halaman
ISBN: 978-602-02-6303-8

Berbagai dinamika dan wacana perkembangan islam di Indonesia saat ini dipotret oleh Husein Ja’far dalam bukunya Menyegarkan Islam Kita (2015). Buku ini tak hanya mengabarkan gambaran wacana tentang Tuhan, Teknologi, tapi juga membahas bagaimana islam begitu dinamis sampai hari ini. Kita juga mendapati wacana tentang islam dari Ibrahim sampai Hawking.

Buku ini dibagi ke dalam enam bab. Di bab pertama, ia membahas tema Sains dan Tuhan. Dalam tema ini, ada sesuatu yang menarik saat kita membincangkan Tuhan dan Sains. Penulis memberikan gambaran bagaimana perkembangan dan wacana sains saat membicangkan Tuhan. Tuhan dalam pandangan para saintis memang masih misterius. Akan tetapi, seorang saintis atau filosof mencari Tuhan dengan penelitian-penelitian. Sebagaimana Einstein kala itu, Tuhan dalam pandangan saintis tak sekadar gagasan atau wacana semata. Ia adalah hasil pergumulan dan pencarian.

Sebagaimana wacana ala Neitzhe pada waktu itu melontarkan wacana membunuh Tuhan, saat ini pun banyak orang beragama termasuk islam juga secara amali juga meniadakan Tuhan. Dalam praktik, banyak pula manusia yang tersesat, meminta bantuan setan, bahkan menyembahnya. Mereka menuhankan uang, materi dan juga kesenangan semata. Penulis mengambil kesimpulan dari fenomena ini, bahwa “Segala bentuk argumentasi pembunuhan atas Tuhan yang digaungkan oleh para filosof ateis itu seharusnya menjadi refleksi dan instropeksi bagi agama(wan)untuk semakin mendewasakan, memurnikan dan memuliakan agamanya, agar merepresentasikan nama dan sifat Tuhan; Yang Pengasih dan Penyayang.”

Dengan bertambahnya jumlah atheis, kekuasaan Tuhan tidak berkurang, tapi kedudukan, kehormatan agama, terletak pula ditangan penganutnya. Bahwa mencapai kesempurnaan beragama sampai pada tahapan lahir serta batin memang tidaklah mudah. Ibrahim sendiri diuji tak hanya melalui akal, tapi juga keadaan keluarga serta masyarakatnya pada waktu itu yang masih memberhalakan patung. Kita juga diperlihatkan betapa cintanya Tuhan pada manusia, sehingga pembunuhan sesama manusia dilarang. Karena itulah, saat ismail hendak disembelih Tuhan menggantinya dengan kambing.

Annemarie Schimmel di bukunya berjudul My Soul Is a Woman (2018) menuliskan betapa cintanya Tuhan pada manusia. Dalam sebuah hadist qudsi yang ditulis Al-Ghazali Alloh berfirman “ Jika hamba-Ku jatuh sakit, Aku akan merawatnya sebagaimana seorang ibu yang penuh kasih merawat putranya.” Karena itulah, bila ada umat yang mengaku umat islam, tapi masih melakukan teror dan kekerasan, tentu sangat bertentangan dengan prinsip ajaran agama Islam.

Dalam tulisan lain, penulis menilai bahwa selama ini, banyak orang islam salah kaprah memahami Jihad. Jihad yang dalam bahasa diartikan sebagai kesungguhan. Ia disalahartikan sebagai perang dan kekerasan. “Menurut penelitian, jika dikalkulasi, karier kerasulan Nabi kira-kira 23 tahun, atau 8.000 hari. Sementara jumlah perang nabi hanya 80 hari. Artinya, secara total, hari peperangan Nabi hanya 10 persen atau 1 persen dari karier kenabiannya.” Inilah yang sebenarnya tak dipahami oleh para teroris maupun ISIS yang melakukan praktik islam dengan cara yang radikal dan penuh kekerasan.

Saat Islam disuarakan, dicitrakan dan digaungkan dengan kekerasan dan peperangan, hal ini justru membuat mereka umat islam ikut terdampak dari perbuatan mereka. Kasus di Indonesia sendiri bahkan masih terjadi konflik antar umat beragama. Hal ini tak hanya terjadi antara umat yang berbeda agama, juga antara sesama muslim sendiri. Sementara tantangan yang harus diselesaikan umat islam sendiri begitu banyak seperti kemiskinan, kemerosotan moral, dan juga problem sosial kemanusiaan lainnya. Praktik inilah yang sebenarnya nirvisi dan merugikan islam secara umum.

Di sisi lain, umat islam juga dihadapkan pada tantangan perkembangan zaman. Salah satu diantaranya adalah berkembangnya teknologi dan informasi. Semakin hari semakin kompleks pula persoalan yang dihadapi umat islam. Kita menghadapi krisis bahasa, krisis moralitas, adab, serta etika dalam berkomunikasi ketika mereka menggunakan media sosial.

Sementara para pemuka agama kita, belum sepenuhnya memahami dakwah, perkembangan, serta bagaimana pola dan perilaku anak muda kita dalam mewacanakan agama di media sosial. Atau dalam bahasa lain, mereka sudah menuhankan media sosial dalam kesehariannya. Saat itulah, para pendakwah dituntut untuk berdinamika, berkemajuan dan berinovasi dalam dakwahnya.

Ada benang merah yang hendak diangkat di buku ini. Islam pada hakikatnya masih tetap aktual dengan ajaran-ajarannya. Ia hadir dengan penuh kasih sayang, rahmat. Bukan kekerasan, dan teror. Dinamika zaman yang telah berkembang demikian pesat menuntut umat islam terus beradaptasi dan menyesuaikan diri dengannya. Sehingga, islam tetap menjadi pegangan di tengah zaman yang semakin cepat dan tak menentu seperti sekarang ini.


*) Tuan Rumah Pondok Filsafat Solo, Pendidik di SMK Kesehatan Citra Medika.

, , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan