cerita-pendek-kurasa-tidak-jatuh-cinta

Kurasa Tidak

Malam ini bintang-bintang sedang bersembunyi. Langit benar-bernar sepi tanpa cahaya bintang. Hanya cahaya bulan yang bersinar menghiasi malam yang sunyi ini. Aku duduk di depan teras rumahku. Aku sendiri. Aku memang memilih untuk sendiri malam ini. Biasanya aku ditemani seorang perawat. Bisu mencekam. Aku teringat akan sosok yang baru kukirimi surat cinta dua hari lalu. Sosok itu adalah seorang wanita bernama Eva. Lengkapnya Erica Pertiwi Akbar.

Ia cantik, menawan. Atau mungkin lebih. Seperti bidadari. Seperti Eva yang adalah perempuan pertama ciptaan Tuhan. Rambutnya berwarna hitam, menawan, dilepas terurai. Kadang diikat dan dibuat poni. Rambutnya begitu indah kala mentari mengecupnya. Berkilau seperti cahaya matahari di pagi hari. Semakin indah ketika rambutnya bermain dengan angin. Tertiup ke kiri dan ke kanan. Rambutnya pun begitu halus. Kehalusan rambutnya seperti kapas. Begitu lembut. Aku pernah sekali menyentuh rambutnya. Itu pun tak sengaja kulakukan. Kala itu kami sedang bercanda di rumahnya. Aku secara spontan menyentuh poninya. Jujur. Sangat lembut rambutnya. Ketika ia sadar rambutnya disentuh, pipinya langsung berwarna merah-merona. Dan itu semakin memancarkan kecantikan yang ada dalam dirinya.

Kulitnya putih. Seperti salju. Bahkan bisaku andaikan jika ada seekor lalat yang hinggap di atas kulitnya maka lalat itu akan terpeleset jatuh. Mungkin terlalu berlebihan aku mengisahkan hal ini tetapi seperti itulah kenyataannya. Ia memang mendapat karunia yang indah dari Tuhan untuk memiliki kulit yang putih, indah. Tak ada perempuan lain di dunia ini yang pernah kutemui yang memiliki kulit seindah yang ia miliki. Bahkan lebih indah dari kulit artis-artis korea. Sungguh ia adalah gadis yang istimewa.

Senyumannya. Oh, Tuhan. Begitu menawan untuk disaksikan. Sungguh, ketika aku melihat ia tersenyum, senyuman itu bagaikan pelangi. Begitu indah untuk dipandang. Senyuman yang sederhana, namun menawan dan indah untuk dipandang. Bibirnya yang begitu mungil dan imut berwarna merah muda semakin memberi arti bagi senyumannya. Senyumannya seperti memberi pelajaran padaku bahwa dunia ini begitu indah untuk dinikmati, dihargai dan disyukuri. Lewat senyumannya ia juga mengajarkanku untuk selalu mensykuri apa yang kumiliki tanpa perlu mencari yang lebih. Ia gadis yang istimewa.

Suarannya. Oh, Tuhan. Begitu lembut menyapa setiap orang. Setiap kali aku berjumpa dengan dirinya dan berbincang dengan dirinya, suara yang keluar dari dirinya bagaikan suara para malaikat yang sedang memuji Tuhan. Sungguh lembut dan menawan untuk didengar. Kata-kata yang keluar dari mulutnya selalu dihiasi oleh senyumannya yang indah. Mendengar suaranya seperti memberikanku kekuatan untuk melewati hari. Karena itu aku selalu ingin bertemu dengan dirinya agar suaranya yang kudengar dapat menjadi kekuatan bagiku.

Parasnya yang elok juga diwarnai dengan kepribadian yang baik. Benar. Ia sungguh gadis yang berbeda dari gadis-gadis yang lain. Ia adalah motivator bagi diriku untuk mengejar impiankku. Ia pernah berkata begini padaku,

“Dunia yang luas ini sangatlah perlu untuk kita jelajahi. Tuhan pun akan kecewa jika kita hanya berdiam pada daerah kita dan tak berusaha untuk mencari hal lain. Belajar adalah satu-satunya jalan untuk melihat kekayaan yang ada di dunia kita. Bahkan dengan belajar kita bisa melihat dunia yang kita dambakan.”

Aku tersontak kaget kala mendengar kata-kata ini. Aku memang adalah orang yang malas belajar waktu itu. Kata-kata itu disampaikannya dengan begitu lembut dan sedarhana. Aku pun termotivasi dari kata-katanya dan aku berubah menjadi orang yang rajin berlajar. Hal ini cukup menggambarkan dirinya yang penuh perhatian terhadap setiap orang. Ia adalah perempuan yang paling perhatian. Ia sungguh istimewa.

Kalimat pertama yang ia ucapkan padaku ketika kami pertama kali bertemu sungguh tak akan pernah kulupakan.

“Selamat malam, mari silakan masuk.”

Betapa indah suara itu. Tak dapat kubayangkan siapa yang sedang berbicara denganku. Entah malaikat atau bidadari akaupun tak tau. Intinya suara itu begitu indah. Aku benar-benar tak berdaya ketika berbicara dengan dirinya. Selama kami berbincang di dalam rumahnya, aku yang selalu mendengar ia berbicara. Bukan aku takut bebicara, tapi kubiarkan dirikku menikmati suara indah yang sedang kudengar. Aku seperti tak mau melewatkan kesempatan untuk mendengarkan suara itu.

Setelah pertemuan itu. Aku seperti orang gila. Gila. Sungguh gila. Setiap malam aku terus memikirkan dirinya. Memikirkan bagaimana senyumannya, suaranya dan segalanya tentang dirinya. Karena aku tak bisa menahan segala perasaan yang terus berkecamuk dalam hatiku setiap malam akhirnya aku putuskan agar setiap hari bertemu dengan dirinya. Setiap alasan aku gunakan untuk bisa bertemu dengan dirinya. Mulai dari ingin bertemu untuk belajar bahasa Inggris karena ia pintar bahasa Inggris, sampai alasan yang tidak masuk akal dan bahkan aku kerumahnya tanpa memberitahu dirinya. Tapi ia selalu menerimaku dengan ramah. Hal itulah yang semakin membuatku terpesona dengan dirinya.

Selama tiga tahun berteman, aku sungguh menyimpan perasaan cinta padanya. Mungkin ia juga tahu bahwa aku menaruh rasa padanya. Aku akhirnya memilih untuk mengatakan perasaan ini padanya sebelum perasaan ini terus mengusik hatiku sehingga aku tidak tenang menjalani hidup. Surat adalah media yang kupilih.

“Eva. Aku benar-benar kagum akan segala hal yang ada padamu. Wajahmu, senyummu, tawamu, suaramu dan kepribadianmu adalah hal yang paling istimewa yang pernah kutemukan di dunia ini. Rasa yang berkecamuk dalam hatiku setiap kali aku melihatmu kini dengan berani kunyatakan padamu. Aku sayang padamu. Aku cinta padamu.”

Surat itu begitu singkat, bahkan lebih singkat dari surat cinta yang semestinya. Tapi aku lebih memilih yang singkat karena aku tak mau bertele tele. Surat itu kuberikan kepada adikku yang adalah temannya Eva agar ia dapat memberikannya pada Eva.

Ia bisa saja menerima cintaku karena aku punya wajah yang tampan, baik, pintar, juga murah senyum sama seperti dirinya dan kami sudah akrab tiga tahun lamanya. Namun satu hal yang membuatnya akan menolakku adalah aku seorang yang lumpuh. Lumpuh total karena kecelakaan motor sebulan yang lalu. Dan ia mengetahui kelumpuhanku. Apakah ia akan menerima cintaku? Kurasa tidak.

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan