Apa makna ibadah? Yang mencecap nikmat ibadah, ia akan mencecap nikmatnya hidup. Kebahagiaan seorang hamba adalah kepuasan majikannya. Begitupula sebaliknya, ketidakberdayaan seorang hamba adalah saat melihat majikan murka. Manusia itu hamba Tuhan. Ia adalah budak yang diberi kemerdekaan pula. Kemerdekaan ini pula yang membedakan antara makhluk Tuhan yang lain.
Agama adalah pegangan. Dengan agama itulah, hidup manusia hendak diberi karpet untuk berjalan dalam aturan yang sudah ditetapkan Tuhan. Kerapkali dalam firman-Nya, Tuhan menyeru “Janganlah melampaui batas”. Sebagai manusia yang memiliki tabiat dosa dan juga terjerembab dalam kenistaan, Tuhan tidak serta merta menghakimi dan menghukum manusia. Tuhan memberikan kasih dan sayangnya, ia hendak melihat seberapa manusia kembali menjadi hamba yang sejati, yang diangkat kedudukannya di samping Tuhannya.
Sebab sejatinya, ruh adalah suci. Ruh senantiasa menuju Tuhan, sementara wadag/ raga selalu bisa condong kepada nafsu dan dosa. Ruh adalah rahasia Tuhan, ruh atau jiwa-jiwa yang suci akan kembali kepada Tuhan. Ibadah adalah sarana untuk menjalankan laku ruhani. Tidak hanya secara fisik yang ikut dan turut serta dalam ritual, namun juga ruhani yang diberi ruang untuk bertemu Tuhan.
Shalat adalah ibadah yang amat istimewa kedudukannya. Haidar Bagir dalam bukunya Buat Apa Shalat? (2007) menyitir perkataan Ali Bin Abi Thalib, “ Sesungguhnya amal yang paling disukai Allah adalah shalat.” Syekh Izzudin juga menegaskan bahwa shalat selain amalan yang pertama dihisab di hari kiamat, shalat adalah amalan yang disukai Allah.
Dalam pandangan sufisme, hidup itu adalah shalat tiada henti. Orang sering menyebut sebagai shalat thariqat. Dalam shalat thariqat, maka seorang hamba tidak berhenti menyebut, dan mengingat Tuhan. Selain keterjagaan ia senantiasa mengenyahkan selain dari Tuhan dalam hati dan lakunya.
Dalam hadist qudsi yang dikutip Syekh Izzudin, “Aku bagi shalat antara Aku dan hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku apa yang dia minta.” Shalat sendiri dimaknai sebagai doa. Dalam shalat itu pula kita senantiasa diajak untuk memanjatkan doa dan mengingat Tuhan.
Sudah menjadi sifat manusiawi, manusia sering lupa dalam hidupnya. Ibadah selain menjadi pengingat juga menjadi kewajiban seorang hamba. Ia adalah kesadaran batiniah dan laku ragawi. Dalam shalat, kewajiban itu memberikan satu kepedulian Tuhan kepada hamba-Nya. Bila Tuhan tidak menurunkan syariat kepada hamba-Nya, tentu hamba-Nya akan berbuat seenaknya dalam beribadah kepada Tuhan.
Syekh menyebut bahwa setiap shalat kita selalu mengucap takbir, ini adalah pertanda bahwa Tuhan tidak mau diduakan. Tuhan dalam ruku’ dalam sujud, dalam takbir, dalam setiap gerakan shalat tidak mau hamba-Nya berpaling.
Walau ibadah memiliki dimensi dan keutamaan masing-masing. Syekh Izzudin dalam bukunya Maqashidul Ibadat (2018) menekankan tiga ibadah penting shalat, puasa dan haji. Berbeda dengan amalan-amalan lainnya, puasa memiliki keutamaan yang istimewa. Firman Allah, “Puasa itu untuk-Ku, aku yang akan membalasnya.” Ini menandakan puasa adalah ibadah yang balasannya Tuhan yang akan langsung memberikan. “Kebahagiaan orang berpuasa itu ada dua, yakni saat berbuka dan saat berjumpa Tuhan-Nya.” Secara simbolik, puasa adalah ibadah futuris, ia adalah ibadah yang orientasinya masa depan.
Ada yang menarik saat Syekh Izzudin atau Sultanul Ulama memaparkan keutamaan puasa. Puasa memiliki keutamaan atau fadilah yang bisa membuat manusia menjadi semakin bisa mengendalikan hawa nafsu. Dalam satu riwayat nabi pernah ditanya seoang sahabatnya yang mengaku bisa puasa lebih dari yang dituntunkan Rasulullah. Rasul pun menjawab “ Engkau akan lemah nafsunya dan matamu akan cekung.” Walau di hadist lain Rasul menyebut tidak ada keutamaan selain puasa Daud.
Dalam tradisi sufi, melemahkan nafsu selemah-lemahnya adalah bagian yang dilakoni oleh para salik. Ia memiliki tujuan yang lebih tinggi dari itu, menemukan kekasih. Melalui shalat dan puasa itulah, para kaum sufi mendidik dirinya memiliki jiwa yang bersih dan menuju Tuhan.
Dalam puasa, kita tidak hanya dididik untuk mengontrol raga, tapi juga mendidik jiwa semakin taat. Berpuasa memberikan manfaat bagi yang menjalaninya secara fisik tubuh menjadi sehat, secara ruhani, hati menjadi lebih terang. Itulah mengapa puasa juga menjadikan kita semakin dekat dan taat kepada Tuhan.
Sebagai benteng, puasa bisa digunakan untuk melindungi dan menangkal kelemahan manusia yang condong pada nafsu. Ada dimensi batin puasa yang bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, namun juga membatasi, menghindari diri dari yang dilarang Tuhan.
Syekh Izzudin Abdus Salam menjabarkan bagaimana etik ke tanah suci. Sebelum mengurai perihal haji, Syekh memberi penjelasan bagaimana Islam mengatur seseorang yang dalam perjalanan. Adab, etika dan juga doa doa yang mesti dilafalkan ketika kita dalam perjalanan.
Buku Maqashidul Ibadat (2018) karya Syekh Izzudin Bin Abdus Salam dengan kedalaman ilmu dan penguasaannya pada bidang agama mampu memberikan pokok-pokok sari ibadah dengan bahasa yang indah. Membaca buku ini serasa mendapat siraman hati untuk semakin merenungi dan mencercap nikmatnya ibadah.
Belum ada tanggapan.