Judul buku : Inilah Resensi; Tangkas Menilik dan Mengupas Buku
Penulis : Muhiddin M Dahlan
Penerbit : Indonesia Boekoe
Tahun : Februari 2020
Halaman : 256 Halaman
ISBN : 978-979-1436-60-1

Resensi; Pertaruhan dan Kerja Membaca

Membaca buku Inilah Resensi! (2020) buah karya Muhidin M. Dahlan sama seperti membaca esai pendek tentang buah dari pembacaan atas resensi buku yang ia baca. Dari resensi buku yang ia baca, Muhidin kemudian mengolah, menganalisis, memetakan, mengelompokkan, dan membedah dengan jeli bagaimana tipe resensi yang kerap muncul yang tampil di koran-koran maupun majalah. Tidak tanggung-tanggung, penulis resensi buku yang ia tampilkan di buku ini adalah pesohor dalam dunia timbangan buku. H.B Jassin, Hamka, Soekarno, Hatta, Perbotjaraka, P.Swantoro, Sumitrodjojohadikusumo, Marco Kartodikromo, Puradisastra, Goenawan Mohamad, Putu Wijaya, Onghokham, Nirwan Ahmad Arsuka, Nirwan Dewanto, hingga Radar Panca Dahana.

Setidaknya buku Inilah Resensi (2020) membincang dua hal pokok berikut : Pertama, buku ini menjadi panduan bagaimana menulis sebuah resensi atas buku yang dibaca. Kedua, buku ini memperlihatkan bagaimana bersiasat dalam membaca buku dengan tidak terpisahkan dari praktik masa silam. Sebagai sebuah buku panduan, buku ini memang bukanlah buku yang memanjakan pembaca atau calon penulis resensi. Sebab sebagian besar isi buku ini hanyalah berupa cuplikan atau kutipan beberapa cuil kalimat yang merupakan kutipan para penulis resensi. Bila anda ingin mendapatkan resensi buku para penulis yang ditayangkan di buku ini anda bisa melacak sendiri. Akan tetapi, pembaca bisa menelisik, mencermati lebih jauh bagaimana peresensi buku menilik buku yang dibaca dari membuka paragraf, memaparkan isi buku, sampai pada mengunci paragraf terakhir sebagai penutup resensi buku.

Muhidin M Dahlan memang dikenal sebagai seorang dokumentator atau arsipis yang mengkliping koran, dan majalah yang cukup tekun. Pada buku ini, kita aka menemukan bagaimana model resensi yang dicatat, didokumentasikan dan membuat geger publik pembaca di masa itu.

Di tahun 1914, Mas Marco Kartodikromo menuliskan Recensie Kontra Recensie. Ini bermula tatkala bukunya Mata Gelap diulas oleh Tjan Kim Bie yang muncul di koran Tjhoen Tjhioe. Disinilah menariknya Marco memberi tanggapan atas resensi Tjan Kim Bie dalam rubrik Pembitjaraan Boekoe. Dalam rubrik tersebut timbullah saling menanggapi diantara keduanya.

Di tahun 1960-an, lembar budaya Bintang Timur, Lentera menurunkan sebuah resensi berjudul Aku Mendakwa Hamka Plagiat! karya Abdullah S.P,sontak menimbulkan pro dan kontra diantara pembaca. Kubu yang pro dengan dugaan Abdullah S.P atau sepakat Hamka plagiat  diwadahi dalam rubrik baru Varia Hamka pada harian Bintang Timur dibawah redaktur Pramoedya Ananta Toer. Sedangkan kubu yang mendukung Hamka berdiri dibelakang H.B Jassin. Bahkan polemik itu berlangsung satu tahun, tapi dalam praktik hingga dua tahun (h.58).

Judul buku : Inilah Resensi; Tangkas Menilik dan Mengupas Buku
Penulis : Muhiddin M Dahlan
Penerbit : Indonesia Boekoe
Tahun : Februari 2020
Halaman : 256 Halaman
ISBN : 978-979-1436-60-1

Fenomena menarik dalam resensi perbukuan lainnya adalah resensi yang ditulis oleh Hamka atas timbangan buku berjudul Tuanku Rao. Hamka menulis antara tahun 1969-1970 sekitar satu tahunan. Resensi itu terbit di Haluan yang bila dikumpulkan sekitar 400 halaman. Resensi itu diberi judul Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao: Bantahan terhadap Tulisan-Tulisan Ir. Mangaradja Onggang Parlindungan dalam bukunya Tuanku Rao. Inilah resensi dengan metode Closed Text dan cukup fenomenal di kala itu.

Kehebohan yang lain adalah kehebohan resensi buku Bacaan Mulia atau tafsir Quran berwajah puisi karya H.B Jassin. Semula resensi berupa surat yang dikirim oleh Oemar Bakry. Surat itu semula berupa gugatan kepada terjemahan H.B Jassin yang dilayangkan kepada tiga institusi Menteri Agama, Ketua Majelis Ulama Indonesia dan Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Surat itu tertanggal 31 Agustus 1978. Efek ledak surat itu terjadi saat Oemar Bakry mengirimkan surat itu ke Kompas 19 Oktober 1978. Kehebohan resensi ini pun sampai pada akhir Januari 1993. Dimana perkara ini sampai ke Gedung DPR RI. Menteri Agama Munawir Syadjzali membawa mandat dari Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, lembaga yang berwenang mengesahkan penerbitan Al-quran. Pendapat lajnah : Mudharatnya lebih besar dari pada manfaatnya. Bacaan Mulia pun sungsang selama-lamanya.

Di tahun 2006, kita juga mendapati resensi yang terus menjadi perbincangan setelah buku itu terbit. Yakni buku Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi. Hampir seluruh media nasional memberikan ulasan tentang buku ini. Dari sanalah, kemudian tokoh-tokoh yang ditulis Habibie menjadi ribut seperti Prabowo dan Wiranto. Resensi buku ini menjadi bergulir berbulan-bulan setelah buku ini terbit. Bantahan bantahan yang diajukan oleh Prabowo maupun Wiranto pun menjadi omong kosong yang tak pernah terwujud sampai sekarang.

Buku Inilah Resensi (2020) pada akhirnya membuktikan bahwa resensi buku itu ditopang oleh seberapa banyak bacaan kita sebagai seorang peresensi. Dengan banyak membaca buku, tilikan buku kita akan lebih berbobot. Selain ditopang dengan pembanding buku, metode atau teknik juga hal yang tidak boleh dilupakan bagi seorang peresensi yang baik. Setidaknya itulah pesan kuat dari buku ini. Resensi yang baik, mustahil akan hadir tanpa banyak membaca buku.


*)Arif Yudistira, Tuan Rumah Pondok Filsafat Solo, Pegiat Sarekat Taman Pustaka Muhammadiyah

, , ,

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan