catatan-peziarah

Sang Peziarah

Bumi tak lagi sanggup menantapmu. Laut merasa canggung saat kau menjelajahinya dan angin merasa tak layak tuk menyampaikan petuahmu. Bahkan api pun, tunduk – takut di hadapanmu. Tak paham aku akan semua kejadian itu.

Setiap hari, bahkan setiap detik kuhabiskan hanya untuk mencari tahu tentang dirimu: siapa namamu, darimana asalmu, apa pekerjaanmu, dan yang paling penting ialah siapakah sebenarnya engkau itu?

Lama aku termenung dan bergelut dengan sunyi. Dan setiap detiknya masih tentang pencarianku akan dirimu. Sontak, terbersit beribu tanya dalam benak:     

“Kaukah yang pergi dan tak kunjung kembali itu?

Kaukah yang mengajarkan daun jati akan makna dari sebuah pengorbanan?

Atau, jangan sampai;

Kau adalah orang yang sering dibicarakan oleh alam

Hingga hujan pun tak berhenti merintih

Kala mendengar kisah tentangmu…???”

Sehari setelah hujan berhenti melawat bumi, kabarnya kau telah ditelan waktu. Hal itu kudengar dari angin, sahabatmu. Serentak gagak pun mendendangkan lagu ratapan dan langit menutup tirainya sebab tak sudi menyaksikan ragamu yang tak lagi berbentuk. Kau membusuk dalam pakaianmu sendiri yang tak pernah lagi kau ganti  sehabis mandi. Menjijikkan sekali. Sumpah!!

**

Kegelapan menyelimuti seluruh alam.

Waktu pun berhenti.

Aku tahu, hal itu sudah pasti akan terjadi sebab takdir tentangmu telah kubaca dan kutanya pada seorang peramal tua. Aku masih ingat ramalan dari peramal tua itu tentangmu, bahwa kau sesungguhnya bukanlah orang biasa dan tentang takdirmu sesungguhnya sudah dilukiskan oleh alam jauh sebelum kau lahir ke tengah dunia ini.

“Aku mengerti, alam lebih paham tentangmu

dan kuakui itu”, gumamku dalam hati sambil menatap ke langit.

“Kini, biarlah alam juga yang mengisahkannya kepada cucu, cece, dan cicit kita;

bahwa engkau pernah datang dan bersahabat dengan alam”.

 

Belum ada tanggapan.

Tinggalkan Balasan